Ghufran, Hafiz Tampan Asal Subulussalam yang Jadi Imam Tetap di Masjid Jamik Unsyiah
Dia adalah Muhammad Ghufran Zakira, mahasiswa Fakultas Teknik Kimia diangkat menjadi imam tetap di masjid kampus.
Penulis: Khalidin | Editor: Yusmadi
Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Masyarakat Kota Subulussalam patut berbangga karena salah satu imam di Masjid Jamik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh merupakan hafiz (penghafal alquran) asal daerah ini.
Dia adalah Muhammad Ghufran Zakira, mahasiswa Fakultas Teknik Kimia diangkat menjadi imam tetap di masjid kampus terbesar di Aceh itu sejak 2016 lalu.
Dalam perbincangan eksklusif dengan Serambinews.com, yang menyambangi ke kediamannya Rabu (4/7/2018) sore, putra pertama pasangan Ir Muzakir Idris dan Rafnawati SE, AK ini menceritakan sederet pengalamannya awal diangkat menjadi imam di masjid kampus.
Baca: Heboh Pemuda Ditangkap, Setelah Ganggu Imam Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh saat Shalat Berjamaah
Memang, selepas sukses menghafal alquran 30 juz di usia 16 tahun, Ghufran sudah dipercaya untuk mempimpin shalat Idul Fitri berjamaah tingkat Kota Subulussalam.
Nah, saat baru masuk kuliah di Unsyiah, Ghufran mengaku bertemu dengan Ust Ilham Maulana dosen yang menjadi imam masjid Unsyiah di musalla Fakultas Teknik.
Kala itu, Ghufran dipersilakan menjadi imam shalat di musalla.
Baca: Jokowi Jadi Imam Shalat untuk Presiden Afghanistan, Begini Komentar Fadli Zon
Lantas, beberapa hari kemudian, Ghufran kembali bertemu Ilham Maulana yang merupakan Wakil Dekan III FMIPA Unsyiah dan langsung mempersilakan menjadi imam.
Berselang beberapa bulan kemudian, Ghufran pun mendapat jadwal imam di masjid kampus.
”Walau berat menjadi imam di posisi saya sebagai mahasiswa karena harus semakin menjaga diri bukan hanya pakaian tapi semuanya seperti tutur bahasa tapi ini juga bagian dari kemudahan dari Allah bagi saya,” ujar Ghufran
Ghufran sendiri mengaku mampu menghafal alquran merupakan anugerah luar biasa walau pun mungkin banyak hafiz lebih muda darinya.
Baca: Waled Nu Imam Shalat Jenazah untuk Istri Bupati, Afdal dan Cut Rita
Betapa tidak, keluarga pemuda kelahiran Banda Aceh, 13 April 1999 ini bukan berlatar belakang keagamaan seperti seorang ustaz ataupun seorang mubaligh.
Ayahnya, merupakan sarjana kehutanan yang pernah aktif di Inhutani dan kini fokus berwiraswasta. Sementara ibunya, merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Akuntansi Unsyiah.
Bahkan, Ghufran juga bukan santri di pondok pesantrean tahfiz secara khusus.
Namun, kata Ghufran semua atas kegigihan sang ayah dan bunda sehingga dia bisa menjadi hafiz. Tak hanya Ghufran, adiknya Ghina Ghufrani Ayati juga telah hafiz sejak sekolah tingkat SMP.
“Semua ini berkat kegigihan ayah, dia begitu sabar dan gigih mendorong kami untuk menjadi penghafal alquran, padahal kami bukan dari keluarga ustaz,” tutur Ghufran.
Kembali soal Ghufran, mengenyam pendidikan nonformal Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyah Bustanul Athafal dan bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri 6 Subulussalam.
Setamat di SDN 6 Subulussalam, Ghufran pun melanjutkan ke SMPIT-SMAIT Alfityan Medan, Sumatera Utara.
Namun, kata Ghufran, sejak SD dia mulai mendapat bimbingan membaca dan menghafal alquran melalui seorang guru private Ustaz Adnan Abdullah.
Makanya, saat masih duduk di Sekolah Dasar, Ghufran sudah mampu menghafal 5 juz alquran.
Dari sembilan imam di Masjid Jamik Ghufran satu-satunya termuda dan masih berstatus mahasiswa.
Selain itu semuanya dosen yang sudah berusia serta setidaknya menyandang gelar sarjana S2. Selain di masjid jamik, ghufran juga sering menjadi imam di sejumlah masjid seperti masjid putih, Masjid Oman (Baitul Makmur), masjid di Sibreh dan masjid RSUZA.
Bahkan, salah satu dokter spesialis di Masjid RSUZA meminta agar bisa menjadi imam tetap di masjid itu.
Saat libur puasa atau Idul Fitri, Ghufran pun tak jarang harus kembali balik ke kampus karena dia mendapat sejumlah jadwal imam di berbagai masjid di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Seperti bulan Ramadhan lalu, Ghufran mendapat jadwal padat sebagai imam.
Lagi-lagi, dari sederet nama imam di jadwal tersebut hanya Ghufran yang berstatus mahasiswa.
”Tapi ayah saya selalu berpesan agar tidak menjadi orang munafik. Artinya saya diingatkan selalu untuk singkron antara antara amanah sebagai imam dan gelar hafiz dengan perilaku sehari-hari,” tambah Ghufran.
Baca: Kampung Acheh di Malaysia Undang Lima Imam dari Aceh, Menjaga Tradisi Indatu
Ghufran pun mengaku, sandangan hafiz menjadi kenikmatan baginya dan diakui kerap mendapat kemudahan.
Dia sendiri mengaku jika setiap anak memiliki potensi yang sama untuk menghafal, yang penting, manfaatkan waktu dengan baik, kesiapan mental, dan juga kesabarannya itu yang terpenting.
Seperti dirinya, meski menempuh pendidikan di sekolah umum bukan dayah khusus namun tetap bisa menjadi hafiz.
Padahal, lanjut Ghufran dia harus bekerja keras membagi waktu antara belajar dan menyiapkan setoran hafalan.
Nah, bagaimana kiat-kiat menjadi penghafal alquran, simak penuturan Ghufran Zakira dan penjelasan sang ayah di tulisan berikutnya. (*)