Kupi Beungoh
Belajar dari Pak Wayan, Orang Kecil di Tengah IMF-World Bank Annual Meeting 2018
Menguasai Bahasa Inggris dan Jepang, Pak Wayan bekerja dengan penuh sigap saat sedang memandu para tetamunya.
Oleh: Rustam Effendi
JUJUR saja, kemana pun saya pergi, khususnya saat ke daerah-daerah, yang saya cari selalu mereka yang berada pada lapisan paling bawah.
Mereka adalah orang-orang kecil, yang acap dijadikan suruhan oleh orang-orang besar atau kalangan atas.
Mengapa senang bertemu dengan mereka? Karena sesungguhnya mereka inilah sebenarnya pelaku terdepan dalam pelbagai aspek kehidupan.
Tumbuh tidaknya aktivitas ekonomi, misalnya, sangat ditentukan oleh mereka, orang-orang kecil ini.
Sektor pariwisata sebagai contoh, amat membutuhkan peran mereka ini.
Pemandu wisata (guide) adalah antara dari orang-orang ini.
(Baca: Pucok Krueng, Wisata Alam yang Mempesona)
(Baca: Banda Aceh Sepi, Sabang Membludak, Ada Apa di Pulau Weh?)
Apa yang dicapai oleh daerah Bali saat ini, terutama kemajuan yang luar biasa dari aktivitas pariwisatanya, tidaklah terlepas dari peran mereka ini ini.
Adalah Pak Wayan (49 thn), contoh profilnya. Sudah lebih 20 tahun bekerja sebagai pemandu wisata di daerah Bali.
Menguasai Bahasa Inggris dan Jepang, Pak Wayan bekerja dengan penuh sigap saat sedang memandu para tetamunya.
"Saya lihat bapak begitu ramah, juga sangat cermat dalam memandu tamu-tamu," ujar saya kagum padanya.
"Bapak juga menggunakan pakaian khas daerah, bersongkok dan bersarung. Haruskah begini semua guide di Bali ini, pak?," pancing saya lagi pada Pak Wayan saat berada di Kawasan GWK (Garuda Wisnu Kencana), Jimbaran, pada suatu pagi menjelang siang.
Tahukah kita semua. Jawaban pak Wayan sangat menginspirasi.
"Saya dan saudara-saudara kami di sini hanya hidup dari aktivitas pariwisata. Kami sangat sadar akan hal ini. Daerah kami tak punya hasil tambang, tembaga, apalagi emas. Tak ada juga gas dan minyak, seperti daerah-daerah lain. Hidup mati kami hanya dari sektor ini, pak. Sebab itu, kami harus melayani para pelancong (tamu-tamu) yang datang ke sini dengan baik," ujarnya sambil menatap saya dengan wajah sendu.
Ditambahkannya, "istri saya juga sebagai guide. Tapi, dia khusus melayani wisatawan domestik karena masih kurang lancar berbahasa asing. Dari jasa inilah bertahun-tahun kami menghidupi keluarga," imbuhnya dengan nada lirih, namun tetap tersenyum.
"Berapa penghasilan Pak Wayan dari pekerjaan ini?," Saya beranikan diri bertanya, seraya sedikit membujuk dan minta maaf, jika itu menyinggung perasaannya.
Dia jawab juga akhirnya. "Untuk satu job ini, seperti memandu bapak ini saya bisa memperoleh Rp 500 ribu. Nanti, istri pun ada juga tambahan dari kerjaannya. Dikumpul-kumpul, sangat lumayan per bulan, pak," tuturnya sumringah.
Adanya kegiatan tahunan yang digelar oleh IMF-World Bank Tahun 2018 di Bali pada bulan Oktober mendatang tentu memberi peluang besar bagi orang-orang kecil seperti Pak Wayan.
(Baca: VIDEO - Aksi di Kantor Gubernur Aceh, Massa Minta Irwandi Yusuf Dibebaskan)
Jasa mereka pasti amat dibutuhkan untuk memandu para tamu yang hadir pada perhelatan akbar ini.
Diperkirakan tidak kurang dari 15 ribu tamu yang hadir.
Mereka adalah orang-orang yang sangat berpengaruh di sektor keuangan di 189 negara.
Keberadaan ajang ini diyakini akan membawa manfaat bagi Pak Wayan dan kawan-kawan.
Para wisatawan pasti butuh jasa mereka.
Mereka tidak hanya sekadar menjadi penunjuk jalan, tapi juga dapat bertindak sebagai penerang bagi para tamu-tamu dari mancanegara, khususnya tentang kekayaan alam, produk-produk lokal, karya seni, dan atraksi budaya dari bangsa kita.
Di ujung perjumpaan, sebuah pertanyaan pamungkas saya ajukan padanya. "Apa kunci sukses daerah bapak, khususnya dalam mengelola potensi pariwisata ini?.
Jawabannya sangat menyadarkan saya dan kita semua.
(Baca: Pelabuhan Balohan Bertaraf Internasional)
"Kami di sini tak pernah ribut-ribut, pak. Di sini kami kompak, bersatu. Semua percaya pada hukum keseimbangan antara Pencipta, alam, dan manusia. Ketiga ini harus dijaga kelangsungannya secara harmonis, jika kita mau menuai berkah. Masyarakat juga sadar akan hal ini. Lihatlah, tidak ada yang mengganggu aktivitas para wisatawan. Tak ada sampah. Tak ada copet di sini. Bahkan, sangat jarang terdengar bunyi klakson di jalan-jalan," urainya jelas dengan logat Balinya yang kental, terutama saat ucapannya bersentuh huruf "t".
Kalimatnya yang terakhir ini benar-benar seakan menohok dan memukul perasaan saya.
Apalagi itu dinyatakannya ketika dia tahu saya adalah seorang tamu dari sebuah provinsi di ujung Pulau Sumatera, yang sedang mengikuti acara Diseminasi IMF-WB Annual Meeting 2018.
Dan, event terbesar di sektor keuangan di dunia ini, kali ini tempatnya di Bali. Bukan di daerah saya yang di mata orang lain, mungkin masih terkesan suka ribut-ribut.
Saya genggam erat tangan pak Wayan.
Perlahan, dengan memendam perasaan, saya beranjak menuju arah bukit lokasi GWK (Garuda Wisnu Kencana) yang tingginya melebihi patung Liberty itu.
Ini adalah destinasi andalan Bali ke depan.
Tentu, tanpa ribut-ribut. Pulau Dewata memang luar biasa. Membanggakan Indonesia!
*) PENULIS, Rustam Effendi, adalah Regional Opinion Maker pada Diseminasi IMF-World Bank Group Annual Meeting 2018 & Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.