Opini
‘Brôh PKA Tujôh’
PEKAN Kebudayaan Aceh (PKA) ke-7 kini sedang berlangsung di Banda Aceh. Saatnya “mengesampingkan sejenak”
Selanjutnya, mahasiswa sebagai harapan perubahan Aceh “yang lebih baik”, bisa bergerak bersama membangun jaringan relawan untuk sampah. Mari wakafkan waktu kita masing-masing, satu jam saja selama PKA VII berlangsung. Jika ada 1.000 mahasiswa bersedia menjadi relawan sampah PKA VII, maka akan ada 1.000 jam yang bisa kita pergunakan untuk membantu pemerintah menjaga ketertiban dan kenyamanan saat PKA VII berlangsung.
Bila tidak ada jaringan, apa yang harus kita lakukan? Gampang, selama satu jam kita bisa memastikan semua sampah berserakan berada di tempatnya. Ayo, pakai sarung tangan dan mengutip sampah yang berserakan. Teman-teman di ICAIOS (International Center for Aceh and Indian Ocean Studies) pernah membuktikan, bahwa gerakan wakaf waktu satu jam bisa bermanfaat untuk menjaga kebersihan dan keindahan Lapagan Tugu Darussalam dan pantai-pantai yang mereka kunjungi. Kita Insya Allah juga bisa melakukan hal yang sama di arena PKA.
Ini adalah kota kita, kalau bukan kita siapa lagi yang akan menunjukkan bahwa Aceh bukan sekadar sejarahnya saja yang membanggakan. Aceh tidak hanya memiliki pertunjukan seni-budaya luar biasa dan berbagai maha karya warisan budaya. Namun Aceh adalah “gampông syariah” yang berperadaban. Ketika niat, ilmu dan usaha bersama ditujukan untuk melayani iman (Salim A. Fillah, 2012), maka wujudnya “Aceh Beriman” (bersih indah dan nyaman pada dunia) dan Beradab adalah niscaya. Pertanyaan pentingnya, adakah kita bersedia menjadi bagian dari pejuang sampah PKA?
* Dian Rubianty, SE, Ak., MPA., Fulbright Scholar, Staf Pengajar FISIP UIN Ar-Raniry. Email: dian.rubianty@gmail.com