Citizen Reporter
Kehamilan Istimewa dan Aborsi Legal di Taiwan
SEJUJURNYA banyak hal yang menarik untuk dipelajari mengenai kondisi pengelolaan kesehatan di setiap
OLEH RIZKIA ADITYA, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Unsyiah sedang pertukaran pelajar dengan The International Health Program, National Yang Ming University di Taipei Veteran General Hospital, melaporkan dari Taiwan
SEJUJURNYA banyak hal yang menarik untuk dipelajari mengenai kondisi pengelolaan kesehatan di setiap negara. Pada kesempatan ini saya ingin melaporkan tentang penatalaksanaan kehamilan dan persiapan kehamilan di Taiwan dari perspektif peserta didik yang diberi kesempatan belajar ke Tiongkok.
Ada beberap poin penatalaksanaan kehamilan di Taiwan yang tentu berbeda dengan kita di Indonesia. Di antaranya, Taiwan memiliki undang undang yang melegalkan untuk menggugurkan kandungan (aborsi) dengan alasan yang telah diatur. Salah satunya apabila ditemukan adanya kelainan bawaan pada bayi yang dikandung dan kelainan tersebut tidak dapat dikoreksi sehingga berpengaruh pada kualitas hidup sang bayi ke depannya.
Untuk kasus seperti ini penguasa negara berpikir, apabila bayi ini lahir kelak maka akan menjadi beban keluarga dan negara untuk merawat, mencukupi kebutuhannya, dan menyejahterakannya atau secara tidak langsung berkaitan dengan alasan sosial dan ekonomi, walau kemudian keputusan akhirnya dikembalikan lagi kepada keluarga.
Kondisi serupa juga berlaku di Vietnam, Korea Utara, Kanada, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya.
Taiwan sendiri melakukan perawatan ibu hamil atau antenatal care dengan sangat baik. Semua fase kehamilan dianggap berisiko, seperti usia ibu hamil >35 tahun, memiliki riwayat keguguran berulang, riwayat keluarga cacat, riwayat kehamilan bermasalah, atau ibu dengan penyakit metabolik dan lainnya maka saat usia kehamilan 20 24 minggu akan dilakukan screening menggunakan ultrasonografi (USG) level tinggi dan amniosintesis untuk pemeriksaan kelainan kromosom. Manakala ditemukan kelainan bawaan yang tidak terkoreksi seperti down sindrom, maka kandungan tersebut legal untuk digugurkan sebelum kehamilan >24 minggu.
Tapi satu hal yang bisa kita ambil manfaatnya adalah sangat baiknya sistem pemeriksaan ibu hamil (antenatal care) di Taipei ini. Ibu hamil setelah 24 minggu akan memeriksakan kandungannya setiap dua minggu dan program ini melibatkan kerja sama yang baik antara dokter dan pasien sehingga mereka patuh walau kadang juga harus mengantre.
Selain itu, berbagai planning telah diatur pada setiap pertemuan antara dokter dan ibu hamil. Artinya, tidak setiap kunjungan hanya untuk di-USG, tetapi juga untuk melakukan pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan dan sceering penyakit tertentu seperti diabetes gestasional, kontrol kontraksi, perencanaan persalinan, atau sekadar edukasi dan pemberian vitamin.
Indonesia secara umum masih menerapkan sistem antenatal care sebagaimana disarankan WHO, yaitu minimal empat kali selama kehamilan, meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk lebih dari itu.
Pemeriksaan kehamilan sesuai standar World Health Organization (WHO) yaitu satu kali saat trimaster pertama (sebelum minggu ke 16; satu kali pada trimaster kedua (antara minggu 24 28); dan dua kali pada trimaster ketiga (antara minggu ke 30 32 dan minggu 36 38 usia kehamilan).
Dalam fase itu USG minimal dilakukan tiga kali, yaitu sebelum usia kehamilan 15 minggu, saat 20 minggu, dan pada trimaster ketiga.
Sebenarnya, antenatal care, sesuai standar WHO, sudah sangat baik dan memadai apabila dilakukan dengan optimal. Yang tidak kalah pentingnya adalah jangan sepelekan kehamilan kedua dan ketiga serta seterusnya karena biasanya seorang ibu rajin kontrol hanya saat hamil pertama, tapi selanjutnya hanya berdasarkan pengalaman saja. Nah, ingatlah bahwa setiap momen tentu berbeda dan setiap kehamilan adalah istimewa.
Sisi lain yang juga menarik adalah perkembangan klinik reproductive medicine center yang cukup maju, termasuk program mengatasi masalah pasangan yang sulit memiliki anak.
Banyak pasangan di Taiwan yang memutuskan menikah saat sudah berumur, dengan berbagai pertimbangan sehingga banyak pula pasangan yang kesulitan memperoleh keturunan, kemudian melakukan program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) apalagi usia sudah semakin lanjut. Ini terlihat dengan banyaknya pasien di klinik reproductive medicine center, bahkan yang berasal dari negara lain walau tidak ditanggung oleh asuransi.
Selain itu, terdapat pula wanita yang melakukan penyimpanan sel telur (oocyte cryopreservation) saat usia >35 tahun agar saat menikah di usia lanjut kelak ia tetap dapat memiliki anak walau dengan teknologi berbantu. Per tahun di sini penyimpanan sel telur dapat mencapai >200 siklus. Perempuan di sini umumnya sadar bahwa cadangan ovarium (sel telur) berkurang seiiring dengan proses penuaan usia mereka.