Keseharian Nursaka yang Bersekolah di Indonesia, Tapi Bantu Ayahnya Cari Kaleng Bekas di Malaysia
Apabila hingga pukul 02.00 waktu setempat Saka belum tiba di rumah, maka sang ayah akan menyusulnya ke PLBN Entikong.
Kemudian dilanjutkan dengan naik ojek langganan yang saban hari menjemput dan mengantarnya kembali dari PLBN Entikong ke sekolah dengan biaya Rp10.000 per hari.
Nasi sisa dan kaleng bekas Setiap pukul 05.00 sore waktu setempat, Darsono selalu membawa kedua anaknya, Nursaka dan Yoga, untuk mengambil nasi sisa di salah satu rumah makan yang berada sekitar 2 kilometer dari tempat tinggal mereka.
Nasi sisa itu digunakan untuk memberi makan hewan ternak yang mereka pelihara.
Di sela mengambil nasi sisa untuk ternak, Darsono mengajak anak-anaknya berkeliling kompleks pertokoan Tebedu, pom bensin, dan perkampungan menggunakan mobil minibus butut keluaran lawas bekas milik adiknya yang dipinjamkan kepadanya.
Mereka lalu singgah di setiap tempat sampah yang ditemui untuk mencari kaleng bekas minuman. Nursaka dan adiknya selalu bersemangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu.
Kaleng-kaleng itu nantinya akan dijual ke pengepul yang datang dari Kuching setiap beberapa bulan sekali.
Hasil dari penjualan kaleng itu kemudian ditabung Nursaka di sebuah celengan plastik berbentuk ayam berwarna biru yang dimilikinya sejak kecil.
Aktivitas berkeliling dan mengumpulkan kaleng setiap sore merupakan salah satu upaya Darsono supaya anaknya tidak jenuh di rumah.
“Saya memberi motivasi kepada anak-anak untuk mewujudkan keinginan mereka dengan cara menabung.”
“Misalnya mereka ingin membeli sesuatu, kayak sepeda atau lainnya, saya tanamkan semangat menabung itu.”
“Mereka pun semangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu,” ujar Darsono saat Kompas.com mengikuti keseharian aktivitas keluarga ini di Tebedu, Sarawak, Malaysia, Rabu (12/9/2018) sore.
Baca: Kios Duafa dan Mega Los Seldok Ditelantarkan, Ini Permintaan Dewan Kepada Bupati Aceh Tenggara
Saka merupakan sosok anak yang gemar menabung.
Setiap kali mendapatkan uang, entah itu dari hasil menjual kaleng atau diberi oleh orang-orang seperti petugas imigrasi atau polisi yang mencarikannya tumpangan untuk pulang saat di PLBN, uang itu selalu dia tabung.
“Uangnya untuk bantu biaya kuliah kakak. Nanti kalau kakak sudah kerja, bisa gantian biayai saya sekolah,” ujar Saka polos.
Pasalnya, uang yang ditabungnya sejak usia dua tahun dalam celengan, pernah dibongkar dan digunakan sang ayah untuk membantu biaya kuliah kakaknya di Jember.