Dibayar Rp 5 Juta untuk Perankan Jenderal di Film G30S/PKI, Inilah Cerita Kies Slamet
"Itu momen yang saya ingat. Dari film itu saya ingat dibayar Rp 5 juta. Zaman Pak Harto dulu besar segitu," terangnya.
Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
SERAMBINEWS.COM, SENEN - Raut wajahnya kini tampak telah menua, namun Kies Slamet (77) masih ingat kala menceritakan pengalamannya bertatap muka dengan Bung Karno di film G30S/PKI.
Kies Slamet kala itu berperan sebagai Brigadir Jenderal Soepardjo, satu-satunya Jenderal yang memiliki peran dalam pemberontakan naas puluhan tahun silam itu.
"Awalnya, saya ragu menerima bermain film di G30SPKI ini. Sebab, itu film yang sensitif. Tapi Arifin C Noer (Sutradara film itu) menyakinkan saya untuk merankan peran itu," ujarnya saat ditemui TribunJakarta.com di Gedung Wo Bharata, Senen, Jakarta Pusat, pada Sabtu (25/8/2018).
Menurut Kies Slamet, Arifin mengajaknya bermain film dengan santai tanpa ajakan secara serius untuk memerankan seorang jenderal.
Baca: Ajakan Nobar Film G30S/PKI Dianggap Provokatif, Gatot Nurmantyo: Saya Ingatkan Tentang Sejarah Kelam
Baca: Seorang Pemuda Mengamuk dan Pecahkan Pintu Kaca Kantor Disdukcapil Pidie
Namun, Jenderal yang ia perankan bukanlah satu di antara tujuh jenderal yang dihabisi dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang dalam.
Ternyata, dirinya memerankan seorang Brigadir Jenderal bernama Soepardjo yang memiliki peran dalam pemberontakan yang kontroversial itu.
"Dia mengajak saya biasa saja, 'mau main film enggak'. Nanti kamu meranin jadi Jenderal Soepardjo ya karena mirip. Kamu pasti bisa," kenangnya seraya mengernyitkan dahi mengenang masa lalu.
Ia pun teringat saat Arifin melatihnya bermain di film itu.
"Saya diajarkan memegang rokok kemudian duduk sembari berpikir yang susah-susah. Jadi tampak serius. Setelah menurut Arifin sesuai kemudian dia mengajak saya main film itu," ungkapnya.
Bagian film yang ia kenang saat itu kala Bung Karno yang diperankan Umar Kayyam memegang pundaknya.
Baca: Cerita Keluarga DN Aidit Setelah Peristiwa G30S/PKI: Adik Ditahan di Pulau dan Ayah Ditemukan Tewas
Baca: CPNS 2018 - Ini Jumlah Pendaftar di 10 Instansi pada Hari Ke-2 Pendaftaran
"Itu momen yang saya ingat. Dari film itu saya ingat dibayar Rp 5 juta. Zaman Pak Harto dulu besar segitu," terangnya.
Kini, meskipun tubuhnya kian menua, semangat Kies Slamet bergelut di dunia seni peran masih berkobar-kobar.
Terbukti, dengan masih aktifnya dia bermain teater wayang orang di Gedung Wo Barata, Senen, Jakarta Pusat.
"Saya sudah cinta dengan Seni teater sejak kecil. Ayah saya pemain teater. Dari dulu saya bermain teater tradisional. Sudah puluhan tahun lah di dunia seni ini. Kalau di dunia perfilman total sudah 37 film yang saya mainkan. Saat ini seni teater untuk mencari hiburan buat saya sendiri saja," tandasnya, seperti dilansir Serambinews.com dari Tribunjakarta.com.
(Putri DI Panjaitan Ungkap Kesaksiannya Saat G30S/PKI: Ayah Ditarik Kasar dan Ditembak di Dahi)
Siapa Brigjen Soepardjo?
Dikutip Serambinews.com dari Wikipedia.org, Brigjen Soepardjo adalah Komandan TNI Divisi Kalimantan Barat yang memiliki peran penting dalam peristiwa Gerakan 30 September.
Brigjen Soepardjo berasal dari Divisi Siliwangi.
Ketika Operasi Dwikora, Soepardjo menjabat sebagai Pangkopur-II yang memimpin Komando Tempur Dua di bawah KOLAGA melawan Malaysia di perbatasan Indonesia-Malaysia.
Ia berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat.
Peran dalam Gerakan 30 September
Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke Jakarta untuk ikut serta dalam gerakan September 1965 tersebut.
Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno.
Dia juga yang mendapat perintah Soekarno untuk menghentikan gerakan dan menghindari pertumpahan darah.
Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks Lubang Buaya.
Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965.
Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan RPKAD yang menyerang mereka.
Bersama Sjam dan Pono, Brigjen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, Jakarta.
Kemudian mereka menemui Sudisman di markas darurat CC PKI.
Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati.
Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang VIP dalam tahanan militer, eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan tapol lainnya.
Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat mengumandangkan azan.
Kumandang azan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding.(*)
