Dulu Minyak Kelapa Dipakai Menggoreng dan untuk Rambut, Sekarang Jadi Obat, Ampuhkah Khasiatnya?
American Heart Association (AHA) mengeluarkan "fatwa" bahwa konsumsi lemak tak boleh lebih dari 30% dari total kalori.
Jauh dari batas normal. Selain itu, pembuluh jantungnya pernah "ditiup" dan dipasangi cincin (steti) di dalamnya.
Biasanya dalam sebulan, ia harus menebus obat-obatan sekitar Rp 2 jutaan. Namun, meski sudah minum obat, setiap bangun pagi dada kirinya masih terasa sesak.
Setelah minum vico, ia bisa mengucapkan selamat tinggal pada keluhan sesak di dada. Terakhir, saat check-up, kadar gula darahnya tak lebih dari 160 mg/dl.
Baca: Sosok Kangsadal Pipitpakdee, Mantan Istri Sultan Muhammad V, Wanita Cerdas dari Kerajaan Thailand
Kontroversi lemak jenuh
Entasnya minyak kelapa dari wajan goreng ke lemari obat jelas bukan tanpa kontroversi. Pasalnya, kandungan paling besar dalam minyak kelapa adalah asam laurat.
Ini golongan asam lemak jenuh (saturated fatty acid). Sebagaimana diketahui, lemak jenuh selama ini dituding sebagai kambing hitam berbagai masalah kesehatan kardiovaskuler, seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol.
American Heart Association (AHA) mengeluarkan "fatwa" bahwa konsumsi lemak tak boleh lebih dari 30% dari total kalori.
Sementara asupan lemak jenuhnya tak boleh lebih dari 10%. Hingga sekarang, fatwa itu belum dicabut, dan masih dipakai sebagai pegangan di kalangan ahli gizi.
Memang, minyak nabati tidak mengandung kolesterol, karena kolesterol hanya diproduksi oleh hewan dan manusia.
Baca: VIDEO - Ribuan Jamaah Dengar Ceramah Ustadz Abdul Somad di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
Namun, menurut AHA, konsumsi lemak jenuh yang berlebihan bisa merangsang hati untuk memproduksi kolesterol lebih banyak.
Padahal, kalangan prokelapa menganggap kandungan asam lemak jenuh inilah yang bertanggung jawab terhadap aktivitas minyak kelapa sebagai obat.
Murray Price, dokter naturopati penulis buku Coconut Oil for Your Health (diterjemahkan oleh Prestasi Pustaka Publisher dengan judul Terapi Minyak Kelapa) menepis pandangan itu dengan mengusung berbagai penelitian.
Argumen pertama, memang betul komponen utama minyak kelapa (sekitar 92%) itu asam lemak jenuh. Beberapa di antaranya asam laurat (48%), asam kaprat (7%), asam kaprilat (8%), dan asam kaproat (0,5%).
Namun, Price berang jika asam-asam lemak ini dipukul rata dimasukkan ke dalam kelompok lemak jahat.
Dalam argumennya, ia membedakan lemak jenuh menjadi dua kelompok: rantai panjang dan rantai sedang-pendek.
Baca: Mitos atau Fakta, Benarkah Buah yang Diblender Akan Kehilangan Nutrisi? Simak Penjelasannya