Irwandi Yusuf Berharap APBA 2019 jangan Pergub Lagi, Ini Alasannya

Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah optimis bahwa APBA 2019 berjalan sesuai dengan jadwal. Optimisme serupa mengalir dari gedung DPRA.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/FIKAR W.EDA
Irwandi Yusuf di Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, selepas nenjalabi sidang lanjutan, Senin (10/12/2018). 

Contoh silaturrahmi mendadak dapat kita lihat ketika menjelang masa kampanye atau beberapa bulan sebelum kontestasi politik atau pemilu dilaksanakan. Sudah barang tentu hal tersebut banyak dilakukan oleh orang-orang penulis menyebutnya golongan high class yaitu caleg atau capres yang berkeinginan menduduki jabatan tertentu di pemerintahan atau bahkan yang ingin tetap mempertahankan kursi jabatannya.

Silaturahmi kerap dipolitisasi dan menjadikannya alat politik sesat menjelang pemilu dan pileg, barulah kemudian silaturahmi dengan rakyat, biasanya sangat gencar dilakukan.

Metode Silaturahmi dimasa Kampanye

Ketika masa kampanye tiba, biasanya silaturahmi dimulai dengan pembagian selebaran atau poster yang ditempal di tiang listrik dan tiang Telkom, terkadang bersebelah dan bergandengan dengan iklan sedot WC dan lain-lainnya.

Kemudian ada juga yang memasang banner atau spanduk dengan berbagai ukuran berisikan foto, slogan, lengkap dengan visi-misi yang berapi-api di berbagaikan sudut tempat seperti persimpangan jalan, di warung-warung kopi pendesaan, diikat diantara pohon yang berdiri berpas-pas, ada juga diikat di atas jalan dengan penyangga tiang listri bahkan ada yang dipaku dipohon yang ditanam oleh pemilik rumah dan pemerintah. Model seperti ini menurut penulis sangat tidak etis terhadap lingkungan dan mengganggu keindahan mata memandang.

Selanjutnya silaturahmi dilakukan dengan blusukan kepasar-pasar, dengan tujuan mendengar keluhan rakyat ekonomi makro seraya menyatakan janji-jani jika terpilih nanti.

Ada juga bahkah langsung datang ke rumah tokoh masyarat desa tertentu, kemudian menyuruh untuk mempengaruhi warga desa lainnya untuk memilih dirinya.

Seperti yang pernah dialami oleh kakak kandung penulis yang merupakan direktur TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) salah satu desa di Aceh Besar, pernah dikunjungi oleh timses suatu partai yang mengiming-imingin sebuah genset untuk TPA dengan syarat menginstruksi setiap wali murid untuk memilih mereka ketika pemilu nanti, menurut penulis hal ini adalah pemaksaan, namun dilakukan secara terstruktur dan sistematis, apalagi tujuannya kalau bukan nyari suara.

Hal-hal demikian memang sudah maklum dan masyarakatpun sudah tentu mengetahuinya. Namun, perlu diketahui silaturrahmi model tersebut hanya akan membuat kredibelitas calon wakil rakyat ini terlihat rendah dimata masyarakat yang sudah berulang kali berhadapan dengan hal-hal yang sama setiap empat tahun sekali, sehingga kadang terdengar kata-kata dari masyarakat “jeh, kadeuh lom lagoe” (kok baru kelihatan lagi) setelah lima tahun lalu.

Fenomena yang terjadi, janji-janji yang telah disampaikan saat katanya sedang silaturrahmipun, sedikit sekali ditepati bahkan tidak ditepati sama sekali, setelah mendapat kursi biasanya langsung menghilang tanpa kabar entah kemana, sekali terdengar kabar biasanya sedang ditempat-tempat yang aneh seperti penjara atau terciduk di tempat prostitusi yang tersebar di sosial media, padahal di dalam Islam janji itu diibaratkan huntang yang harus dibayar dan disunnah membayar lebih.

“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggung jawabannya.” (Q.s Al-Isra : 34).

Wakil Rakyat yang diharapkan Rakyat

Kata wakil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti orang yang dikuasakan atau yang menggantikan, sementara kata Rakyat berarti penduduk suatu negara.

Jika kedua kata ini digabungkan maka wakil rakyat berarti orang-orang terpilih yang mewakili rakyat di kursi pemerintahan.

Lalu wakil rakyat seperti apa yang sebenarnya diharapkan rakyat? Jawabannya pasti wakil rakyat yang amanah dan tidak lupa dengan janji-janinya.

Senantiasa memegang teguh amanah dan menunaikan janji adalah bukti kebenaran iman seseorang dan salah satu contoh karakter orang-orang beriman yang dijanjikan keberuntungan oleh Allah SWT (Q.S Al-Mukminun: 8).

Sementara kebiasaan ingkar janji merupakan salah satu dari tanda-tanda kemunafikan. Sebagaimana Rasulullah SAW berkata dalam salah satu hadis yang berbicara masalah kemunafikan, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berkata berdusta, apabila berjanji tidak ditepati atau ingkar, dan apabila dipercaya berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagai sorang Muslim sangat tidak etis jika kita menggunakan silaturahmi hanya untuk tujuan yang terselubung, Silaturahmi harus senantiasa dijaga setiap saat, gunakanlah silaturahmi sebagai media membangun ukhwah dengan sesama tanpa adanya batasan jabatan, kedudukan, ilmu bahkan kekayaan, karena Allah sangat mencintai orang-orang yang saling bersilaturahmi.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved