Kupi Beungoh
14 Tahun Tsunami Aceh, Kenapa Data Korban Masih Simpang Siur?
Rasanya masih belum terlambat untuk Pemerintah Aceh dan Pusat untuk menghitung kembali jumlah korban meninggal dalam peristiwa tsunami Aceh.
Oleh: Hasan Basri M. Nur*)
PENEMUAN 46 kerangka manusia pada saat penggalian septic tank (tabung pembuang kotoran WC) pada 19 Desember 2018 di kompleks perumahan baru di Dusun Lamseunong, Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, telah menyentakkan “keheningan” bumi Aceh.
Betapa tidak, ternyata jasad-jasad korban tsunami itu tidak dikuburkan pada tempatnya, yaitu areal perkuburan umum yang dikhususkan untuk korban tsunami.
46 kerangka korban tsunami yang ditemukan di Lamseunong diduga dikuburkan di tanah milik warga, tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Sehingga sang pemilik menjual tanahnya kepada pihak developer untuk membangun perumahan.
Baca: Tiga Kerangka Korban Tsunami Diambil Keluarga, Puluhan Lainnya Dikebumikan di Belakang LP Kajhu
Baca: Dari 46 Kerangka Korban Tsunami Ditemukan di Kajhu, Dua Kantong Mayat Kosong
Tidak ada pihak yang patut disalahkan atas peristiwa itu, mengingat dampak bencana tsunami Aceh yang begitu luas dan tenaga relawan yang terbatas.
Para relawan tentu saja mengambil inisiatif yang cepat untuk menguburkan jasad-jasad korban yang mulai mengembang dan membusuk.
Yang disayangkan adalah tidak adanya pemberian tanda bahwa di lokasi itu telah dikuburkan jasad-jasad korban tsunami untuk selanjutnya pemerintah membebaskan tanah itu menjadi situs kuburan massal tsunami.
Momen Evaluasi
Rabu (26/12/2010), tepat 14 tahun peristiwa megagempa 9,1 SR disusul gelombang tsunami raksasa melanda Aceh.
Sejatinya momen 14 tahun tsunami menjadi momen perenungan bagi orang Aceh dan Pemerintah Aceh tentang apa saja “PR” tsunami yang belum selesai.
Menurut saya terdapat empat “PR” yang tersisa dari musibah tsunami Aceh 14 tahun silam dan kiranya perlu diselesaikan agar “arwah” korban tsunami tidak “penasaran”, yaitu:
Baca: Penuhi Undangan Mualem, Prabowo Dipastikan Hadir pada Peringatan Tsunami Aceh 26 Desember 2018
1). Jumlah Korban
Tidak diketahui pasti berapa jumlah korban yang meninggal dalam musibah tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Angka-angka yang disebutkan hanya sebatas perkiraan semata; ada yang menyebut 250 ribu jiwa, 230 ribu jiwa, bahkan ada yang bilang 150 ribu jiwa.
Tidak akuratnya angka jumlah korban akan menjadi bahan tertawaan bagi generasi Aceh masa depan.
Sebab, tsunami Aceh terjadi pada zaman post-modern yang memiliki alat komunikasi serba canggih dan serba cepat.
Tsunami Desember 2004 tentu tidak sama dengan tsunami purba yang angka korban jiwa masih dibenarkan disebut dalam wujud taksiran.
Rasanya masih belum terlambat untuk Pemerintah Aceh dan Pusat untuk menghitung kembali jumlah korban meninggal dalam peristiwa tsunami Aceh.
Pendataan saat ini masih mudah dan dapat dilakukan dengan cara survei langsung ke desa-desa terdampak tsunami.
Surveyor dapat menanyakan langsung kepada kepala desa (geusyik) siapa saja nama-nama korban tsunami, jenis kelamin serta umurnya di desa masing-masing.
Data ini sangat akurat, dan akan perlu suatu saat ini.
Dari pendataan ini akan muncul angka pasti atau mendekati pasti jumlah korban tsunami Aceh.
Baca: Mengenang Dahsyatnya Tsunami Aceh - Begini Kengerian saat Air Laut Menerjang Daratan (1)
2). Pahat nama korban tsunami di kuburan massal
Setiap kabupaten yang terdampak tsunami Desember 2004 memiliki kuburan massal untuk mengubur jasad korban.
Areal kuburan massal ini menjadi situs yang kerap dikunjungi oleh keluarga korban dan turis.
Alangkah indah seandainya pemerintah membuat semacam tembok besar berisi nama-nama korban tsunami di daerah masing-masing yang disertai ukiran doa-doa agar pengunjung semakin dekat dengan Tuhannya.
Kuburan massal serta tembok berisi nama-nama syuhada tsunami ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan peneliti yang datang ke Aceh.
Baca: Mengenang Dahsyatnya Tsunami Aceh - Tsunami Datang Menerjang, Menghantam Apa Saja (2)
Baca: Mengenang Dahsyatnya Tsunami Aceh - Menyaksikan Mayat-mayat Bergelimpangan (3-Habis)
3). Simpan rongsokan di museum tsunami
Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias telah membangun museum tsunami di jantung Kota Banda Aceh.
Museum besar nan megah ini adalah hasil design Ridwan Kamil dari Bandung.
Ia telah menjadi landmark baru Kota Banda Aceh, menjadi objek yang wajib dikunjungi oleh setiap turis nasional dan internasional.
Akan tetapi, selama ini museum tsunami masih kering dari aneka pajangan benda-benda peninggalan tsunami.
Rongsokan tsunami berupa mobil, sepeda motor, helikopter, kapal, dan lain-lain kiranya perlu dikumpulkan kembali untuk dipajang di areal museum tsunami.
Rasanya belum terlambat bagi kita untuk mencari dan mengumpulkannya kembali rongsokan-rongsokan itu.
Yang penting adalah pemerintah memberi biaya ganti rugi “alakadar” kepada pemilik benda-benda itu alias bek cok pre atau bek cok laba ateuh pangkai gob.
Baca: Museum Tsunami Aceh Raih Penghargaan ‘Museum Populer’
4). Even Samadiyah Tsunami
Hal lainnya yang kiranya “ditradisikan” terkait peringatan tahunan tsunami Aceh adalah even samadiyah atau tahlilan untuk para syuhada tsunami.
Samadiyah massal ini kiranya dapat dilakukan usai shalat Isya pada hari tragedi di masjid agung masing-masing kabupaten/kota.
Apalagi samadiyah menjadi salah satu ciri Islam di Nusantara yang dalam hal ini Aceh adalah gerbang utamanya.
Bagi kelompok-kelompok yang tidak sepaham denga tradisi samadiyah agar memakluminya untuk even setahun sekali ini guna mengenang bencana mematikan 26 Desember 2004.
Pada even samadiyah tsunami ini tentu tidak pelu diiringi khanduri kuwah beulangong dan bulukat asoe kaya, tetapi cukup dengan zikir dan doa bersama.
Itulah beberapa hasil renungan yang melahirkan beberapa “PR” yang kirianya perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan support dari pemerintah pusat dan atau negara/lembaga donor tentunya.
Mari bertindak sebelum terlambat, selagi saksi korban masih belum uzur. Semoga!
Banda Aceh, 26 Desember 2018
*) PENULIS Hasan Basri M. Nur, Direktur Agama Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias (2005-2009) dan Kontraktor Individu pada Proyek Disaster Risk Reduction of Aceh (DRR-A) United Nations Development Programme (UNDP) Banda Aceh (2010), email: hb_noor@yahoo.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.