Pengamat Sebut Langkah Jokowi Bebaskan Ba'asyir untuk Menarik Simpati Muslim Konservatif
Abu Bakar Ba'asyir telah menjalani sembilan tahun dari hukuman 15 tahun penjara yang dijatuhkan padanya pada 2011 karena mendanai pelatihan terorisme
Suara senada diangkat Akhmad Sahal, pendukung Jokowi yang juga tokoh muda Nahdatul Ulama (NU). Ia menilai keputusan pembebasan 'tanpa syarat' Ba'asyir penuh kontroversi.
"Nanti ada masalah dengan intervensi hukum yang Pak Jokowi komit untuk tidak melakukannya. Jadi ada problem di soal konsistensi," ujar Akhmad kepada BBC News Indonesia, Senin (21/1).
Ia juga menyoalkan komitmen kemanusiaan yang menjadi alasan utama pembebasan Ba'asyir. "Kalau kemanusiaan, kenapa hanya Ba'asyir?"
Baca: Menyusup ke Sarang ISIS, Wartawan Perancis Ini Terkejut dengan Temuannya
Akhmad justru menilai Yusril Ihza Mahendra lah yang mendapat keuntungan dengan ramainya pemberitaan tersebut.
"Ini yang untung Yusril, terus kemudian Pak Jokowi apakah untung atau nggak, itu masih merupakan spekulasi, yang (mana) saya sih nggak melihat ada keuntungannya."
Hal berbeda diungkapkan Muhammad Fathony, koordinator Sejuta Teman sekaligus salah satu pendiri Teman Ahok. Dengan jawaban singkat, Fathony tak ambil pusing dengan langkah capres nomor urut satu tersebut.
"Kalau buat kita sih nggak ada masalah," ujarnya melalui pesan singkat kepada BBC, Senin (21/1).
Pendukung Ba'asyir mustahil dukung Jokowi
Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Luky Sandra Amalia, tidak memandang langkah pembebasan Abu Bakar Ba'asyir akan menambah suara elektoral paslon nomor urut satu.
Ia tidak menilai langkah itu sebagai langkah politik.
"Kalau elektoral kayaknya nggak nyampe, ya," ujar Luky kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono, Senin (21/1).
"Kalau dikaitkan dengan politik, memang timing-nya (waktu) aja yang tepat," tambahnya.
Menurut Luky, garis politik pengikut Ba'asyir dengan Jokowi jauh berbeda. Ia pun mengingatkan kembali kejadian pada masa pilpres tahun 2004 lalu.
"Waktu itu Megawati mencalonkan diri jadi presiden. Itu kan salah satu tentangan keras (muncul) dari kubunya Abu Bakar Ba'asyir waktu itu, (mereka) mengeluarkan fatwa bahwa pemimpin perempuan itu haram," ungkapnya.
"Jadi tidak mungkin kalau hanya karena Abu Bakar Ba'asyir ini kemudian dibebaskan, terus massanya pindah ke Jokowi. Itu butuh mukjizat yang luar biasa kalau menurut saya."