Mahkamah Agung Tolak Kasasi, HTI Sah Jadi Organisasi Terlarang, Begini Tanggapan Juru Bicara HTI

ahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Hizbut Thahir Indonesia (HTI) terkait putusan pemerintah yang mencabut badan status badan hukum HTI.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Ribuan umat Islam yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hadir di Muktamar HTI di Gelora Bung Karno Jakarta, Minggu (2/6/2013). HTI mengajak seluruh umat Islam untuk kembali pada Khilafah Islamiah dan menegakkan Syariat Islam.(KOMPAS/ANGGER PUTRANTO) 

Meski demikian, berbeda dengan di negara lain, HTI tidak didaftarkan menjadi partai politik, tapi perkumpulan berbadan hukum.

Majelis hakim menilai, surat keputusan Kemenkumham yang mencabut status badan hukum HTI sudah sesuai dengan prosedur.

Pencabutan dilakukan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Perppu ini dibuat setelah pemerintah mengumumkan upaya pembubaran ormas HTI yang dianggap anti-Pancasila.

Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Tanggapan Juru Bicara HTI

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah sah menjadi organisasi terlarang.

Hal itu diketahui setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan HTI.

 
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengaku belum menerima pemberitahuan secara resmi dari MA.

Namun, Ismail mengatakan, pihaknya tidak kaget dengan putusan itu.

"Dalam suasana dan budaya hukum saat ini yang sangat diskriminatif dan politis, putusan seperti itu sangat mungkin terjadi," ujar Ismail kepada Tribunnews.com, Jumat (15/2/2019).

Menurut Ismail, pihaknya akan mengkonsultasikan masalah ini ke Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukumnya.

"Masih ada PK (peninjauan kembali).Mungkin kita akan mengajukan PK bila ada novum baru," katanya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved