Opini

Pentingnya Media Online Terverifikasi

DERASNYA arus informasi yang disebabkan oleh semakin cangginhnya perkembangan teknologi sejalan

Editor: bakri
SERAMBI/RIZWAN
Kasat Reskrim Polres Aceh Barat, Iptu M Isral (kanan) melihat pemeriksaan Azizon Nurza, Humas PT Mifa Bersaudara dalam kasus yang dilaporkan Ketua DPRK, Ramli SE ke polisi terkait dugaan komentar pada sebuah media online di Mapolres 

Oleh Saddam Rassanjani

DERASNYA arus informasi yang disebabkan oleh semakin cangginhnya perkembangan teknologi sejalan dengan semakin meningkatnya sejumlah platform media massa yang go public, terutama media yang berbasiskan online. Namun, tidak banyak dari media pemberitaan tersebut mampu survive di tengah hingar-bingar persaingan dunia bisnis yang begitu amat sangat dinamis.

Sebagian media, ada yang hanya sanggup bertahan selama hitungan bulan saja, lalu harus rela tutup dan hilang begitu saja di belantara jagad maya. Namun, tidak sedikit juga terdapat beberapa media online yang tunggang-langgang dalam mempertahankan eksistensinya di dunia virtual sampai sekarang.

Hasil survei CIGI-Ipsos yang dilansir Kompas.com pada 2017, sebanyak 65% dari 132 juta pengguna internet di Indonesia sangat mudah percaya terhadap kebenaran informasi di dunia maya tanpa memperdulikan asal-usul media yang menerbitkan berita, terverifikasi atau tidak, misalnya. Sebenarnya hal ini bukan murni kesalahan dari pembaca berita, kesadaran empunya media dalam mendirikan perusahaan yang kredibel patut disangsikan. Mengapa insan media yang menganggap dirinya sebagai badan profesional dalam menyajikan berita ke ruang publik tidak melakukan proses verifikasi ke Dewan Pers, yaitu sebuah lembaga independen di Indonesia yang memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia.

Data 2018, ditemukan sebanyak 43.300 media tidak terdaftar di Dewan Pers, dan kebanyakan adalah media online (Merdeka.com). Padahal verifikasi media telah diamanatkan dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama Pasal 15 ayat 2 bahwa Dewan Pers dalam melaksanakan fungsinya melakukan pendataan terhadap perusahaan pers. Verifikasi media sendiri saat ini masih diwarnai polemik, ada yang setuju, ada yang tidak.

Cukup massif
Jumlah media massa online yang beredar di Aceh saat ini jumlahnya cukup massif. Sayangnya, dari kuantitas yang ada, tidak semuanya sudah terverifikasi ataupun sekadar terdaftar di Dewan Pers. Menurut penelusuran penulis di situs resmi milik Dewan Pers, per Februari 2019 hanya terdapat 27 media massa yang berlokasikan di Aceh, termasuk cetak dan online, mendaftarkan diri secara resmi di Dewan Pers.

Bagi media massa yang telah terdaftar di Dewan Pers, semuanya terbagi dalam tiga jenis kategori, yaitu; terverifikasi administrasi dan faktual, terverifikasi administrasi, dan belum terverifikasi (berbeda dengan yang belum terdaftar). Dari jumlah 27 media massa cetak/online terdaftar tersebut, terdapat 2 media yang masuk dalam ketegori terverifikasi administrasi dan faktual, kemudian ada 19 media tergolong dalam terverifikasi administrasi, dan sisanya sebanyak 8 media masuk dalam kelompok belum terverifikasi.

Dua media beruntung yang sudah masuk kedalam zona terverifikasi administrasi dan faktual, yaitu harian Serambi Indonesia dan surat kabar Rakyat Aceh. Angka ini masih jauh jika dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, untuk regional Sumatera saja Aceh sudah kalah jauh dalam hal tersedianya media massa yang sudah terverifikasi administrasi dan faktual. Mulai dari Riau (24 media), Bengkulu (17 media), Sumatera Selatan (15 media), Sumatera Utara (13 media), Lampung (12 media), Jambi (10 media), dan Sumatera Barat (8 media). Dan dari jumlah masing-masing propinsi tersebut, terdapat satu sampai tujuh media siber yang telah terverifikasi administrasi dan faktual, berbeda halnya dengan media siber lokal di Aceh yang sama sekali belum mampu masuk dalam kategori terverifikasi administrasi dan faktual.

Walaupun masih sangat terbatasnya jumlah media massa yang masuk dalam kategori terverifikasi administrasi dan faktual, ternyata lebih banyak media mainstream di Aceh yang masuk dalam kategori kedua, yaitu terverifikasi administrasi. Dari 19 media yang berada dalam list kedua ini, 12 di antaranya adalah media online, yaitu Acehbisnis.com, Acehnews.net, AJNN.net, Beritakini.co, Dialeksis.com, Goaceh.co, Habadaily.com, KBA.one, Modusaceh.co, Penapost.com, Portalsatu.com, dan Waspadaaceh.com.

Kemudian, terdapat delapan media massa yang masuk dalam kategori terakhir yaitu belum terverifikasi, kategori ini diperuntukkan bagi sejumlah media yang sudah mendaftarkan diri dan telah masuk dalam meja kerja Dewan Pers namun belum sempat dilakukan proses verifikasi.

Tahun politik
Satu bentuk kekhawatiran tidak adanya verifikasi media adalah munculnya media abal-abal musiman yang hanya muncul di momen tertentu, Pilpres misalnya. Pilpres 2014 muncul Obor Rakyat yang menyerang satu kontestan, dan media ini sukses menyuguhkan cerita yang membuat sebagian besar pembacanya percaya terhadap apa yang diwartakan. Dan Pilpres 2019 ini kembali muncul tabloid serupa yaitu Indonesia Barokah, namun orientasi serangan jatuh pada kandidat yang berbeda.

Berdasarkan contoh kasus tersebut, bisa dinyatakan bahwasanya proses verifikasi dan pendataan perusahaan pers merupakan satu bentuk inisiatif dalam memastikan komitmen media untuk menegakkan profesionalitas dan perlindungan terhadap gencarnya serangan hoax.

Potensi hoax akan terus ada selama perusahaan media belum memiliki kesadaran dalam melakukan pencegahan. Saat ini dengan hanya satu klik sebuah berita dengan sangat mudah dibuat dan disebarkan, berbagai situs dengan gampangnya mengklaim diri sebagai situs berita resmi, tentu sulit bagi masyarakat untuk membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.

Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka bukan publik saja yang akan mendapatkan kerugian, insan pers sebagai pemilik informasi yang sah juga akan ikut menerima kerugian. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha media untuk membangun kesadaran kolektif dalam mengembalikan otoritas kebenaran faktual dengan ikut melakukan proses verifikasi di Dewan Pers.

Mengingat masyarakat tengah berada di tahun politik, maka sebaran berita yang sarat akan kepentingan politis akan terus diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, banyaknya media yang membanjiri arus informasi tidak menjamin aktualitas berita yang disajikan, dan masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih rujukan berita dari media yang terpercaya. Nah!

* Saddam Rassanjani, S.IP, M.Sc., Peneliti di Jaringan Survei Inisiatif. Email: sany.arrahman@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved