Tiga Nelayan Aceh Sudah Dua Bulan Menghilang, Anggota DPRA Minta Dinsos dan Baitul Mal Turun Tangan
Sejak Ibnu Hajar dilaporkan hilang dua bulan lalu, Rahmawati bersama keempat anaknya hidup terlunta.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Tiga Nelayan Aceh Sudah Dua Bulan Menghilang, Anggota DPRA Minta Dinsos dan Baitul Mal Turun Tangan
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Tiga nelayan Uleelheue yang menggunakan KM Mata Ranjau 03 dilaporkan menghilang sejak berangkat melaut pada, 18 Maret 2019.
Ketiga nelayan ini berangkat dengan boat berukuran 6 gross ton (GT) warna hijau muda.
“Radio all band di boat yang ditumpangi ketiga nelayan kita itu sudah tidak dapat dihubungi lagi,” kata Sekretaris Panglima Laot Lhok Kuala Cangkoi Uleelheue, Rizal yang dihubungi Serambinews.com, 13 April lalu.
Belakangan diketahui, satu dari ketiga nelayan itu bernama Ibnu Hajar, asal Dusun Tgk Geulumpang, Lhok Kulam, Jeunieb, Kabupaten Bireuen.
Muhammad Ali, kerabat dari keluarga Rahmawati (istri Ibnu Hajar) yang datang ke Newsroom Serambinews.com, Jumat (24/5/2019) dua hari lalu mengatakan, Ibnu Hajar belum diketahui keberadaannya.
Menurut Ali, sejak Ibnu Hajar dilaporkan hilang dua bulan lalu, Rahmawati bersama keempat anaknya hidup terlunta.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga perempuan kelahiran 1983 itu harus bekerja serabutan dengan berharap upah dari orang lain.
"Keluarga hanya memastikan keberadaan Ibnu Hajar, atau memang sudah terdampar dan ditahan oleh negara lain setelah pergi melaut. Apabila terdampar atau ditahan mohon informasi keberadaannya," sebut Muhammad Ali.
BACA: Nyaris Dua Bulan Hilang, Tiga Nelayan Ulee Lheue belum Ditemukan
Kabar tentang kehidupan keluarga Ibnu Hajar ini menimbulkan keprihatinan dari kalangan anggota DPR Aceh.
“Kami meminta kepada Dinsos Aceh dan Kepala Baitul Mal Aceh agar meringankan beban ibu 4 anak tersebut. Mengingat ini bulan Ramadhan dan beberapa hari kedepan akan lebaran,” ungkap Anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi, kepada Serambinews.com, Minggu (26/5/2019).
Menurut dia, Dinsos dan Baitul Mal harus berkoordinasi untuk menolong kebutuhan ibu tersebut, sampai status dan keberadaan Pak Ibnu Hajar diketahui keberadaannya.
“Untuk apa kita punya uang banyak dan Baitul Mal memotong zakat dan infaq, termasuk gaji saya sebagai anggota DPRA, kalau tidak disalurkan kepada hal-hal yang bersifat sangat urgent seperti derita ibu muda ini,” ungkap Asrizal.
“Jangan sampai nanti ada lembaga masyarakat yang menggalang dana di media sosial atau jalanan, itu sama saja seperti menampar wajah kita pejabat di Aceh yang harusnya lebih awal bertanggung jawab atas musibah ini,” imbuh politisi PAN ini.
Asrizal juga mendesak Dinsos, Basarnas, dan Panglima Laot, agar terus mengupdate upaya pencarian ketiga nelayan tersebut.
“Dari berita yang saya baca, saya optimis ketiga nelayan itu masih hidup dan diselamatkan oleh nelayan negara lain,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya sejak dilaporkan hilang tanggal 18 Maret 2019 hingga kini tiga nelayan tersebut belum juga ditemukan.
Dua Bulan Hilang Setelah Melaut, Rahmawati: Suamiku Pulanglah, Anakmu Menunggu di Sini
Telepon dari Maladewa
Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh, Miftah Cut Adek yang ditanyai Serambinews.com, Senin (13/5/2019) mengatakan, ketiga nelayan yang dilaporkan hilang dan putus kontak itu berangkat dari Dermaga Teupin Ulee Lheue, menggunakan Kapal Motor (KM) Mata Ranjau-03 untuk mencari ikan di laut lepas.
Dari ketiganya, seorang nelayan diketahui bernama Dendy, sebagai pawang KM Mata Ranjau.
Lalu, dua rekannya yang satu orang biasa dipanggil Ngoh (Ibnu Hajar), dan seorang lain yang tidak diketahui namanya.
Menurut Miftah, sejauh ini Panglima Laot Aceh telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, mulai dari para Duta Besar RI di luar negeri serta para nelayan yang aktif melaut serta para pihak lainnya di Pemerintah Aceh, termasuk Basarnas Kantor Banda Aceh.
Miftah menerangkan, beberapa hari setelah tiga nelayan itu tak kunjung kembali dari melaut, dia menerima informasi ada masuk nomor telepon yang berasal dari Maladewa atau Maldives ke seorang nelayan Ulee Lheue.
Selanjutnya, kata Miftah, nomor telepon yang masuk tersebut dicek ke Basarnas dan diketahui nomor tersebut berasal dari Maladewa, yang merupakan sebuah negara di sebelah selatan-barat daya India atau sekitar 700 kilometer sebelah barat daya Sri Lanka.
“Tapi, setelah kami hubungi kembali nomor telepon itu sudah tidak tersambung dan sampai hari ini nomor yang sempat masuk ke nelayan Uleelheue itu sudah tidak menelepon ulang,” ungkap Miftah.
Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh ini memperkirakan saat terdampar ketiga nelayan itu diselamatkan oleh kapal yang melintas atau terdampar di sebuah pulau yang tidak ada sambungan komunikasinya, sehingga keberadaan ketiga nelayan asal Uleelheue itu masih misterius.
"Intinya, hingga kini, keberadaan ketiga nelayan itu belum diketahui dan kami berharap ketiganya selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan mereka," ungkap Miftah.(*)