Idul Fitri 1440 H

Besok Idul Fitri 1440 H, Ini Niat Mandi sebelum Shalat Id dan 5 Amalan Sunnah Lainnya

Salah satu yang disunnahkan adalah, mandi sebelum pergi melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan maupun di masjid.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Umat muslim melaksanakan Shalat Idul Fitri 1438 Hijriah, di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu (25/6). SERAMBI/BUDI FATRIA 

Besok Idul Fitri 1440 H, Ini Niat Mandi sebelum Shalat Id dan 5 Amalan Sunnah Lainnya

SERAMBINEWS.COM – Ummat Islam di Indonesia, termasuk Aceh, akan merayakan Idul Fitri 1440 H pada Rabu (5/6/2019) besok.

Sebagai salah satu hari istimewa bagi ummat Islam, Rasulullah Muhammad SAW meninggalkan beberapa ajaran dan anjuran (sunnah) yang dilaksanakan saat menyambut datangnya bulan Syawal, mulai malam hingga pada pelaksanaan Shalat Idul Fitri.

Salah satu yang disunnahkan adalah, mandi sebelum pergi melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan maupun di masjid.

Mandi sebelum Idul Fitri merupakan jenis mandi yang disunahkan oleh Rasulullah SAW.

Mandi sebelum Idul Fitri ini sama hukumnya dengan mandi sebelum shalat Jumat, mandi setelah memandikan mayat, dan mandi sebelum Hari Raya Idul Adha.

Mandi sunah ini dapat dilakukan sejak tengah malam hari raya atau pada pagi saat Subuh.

Berikut niat mandi Hari Raya Idul Fitri:

nawaitul ghusla liyaumi 'iidil fithri sunnatan lillaati ta'aala

Artinya: Sengaja saya mandi pada hari Raya Idul Fitri sunnah karena Allah Taala

Baca: Kenapa Arab Saudi sudah Hari Raya dan Kita Belum? Ini Penjelasan Tim Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh

Baca: Idul Fitri 1440 H - Ini Gaya dan Cara Takbir di 10 Negara, Arab Saudi, Inggris, Korsel, Australia

Dikutip dari Rumaysho.com anjuran mandi sebelum shalat Id ini disampaikan oleh atsar dari sahabat Nabi.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, seseorang pernah bertanya pada ‘Ali mengenai mandi. ‘Ali menjawab, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.”

Orang tadi berkata, “Bukan. Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab, “Mandi pada hari Jum’at, hari ‘Arafah, hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al-Baihaqi, 3: 278. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Al-Irwa’, 1: 177)

Ada riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut.

Dari Nafi’, (ia berkata bahwa) ‘Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idul Fithri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang.

(HR. Malik dalam Al-Muwatho’ 426. Imam Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa para ulama sepakat akan disunnahkannya mandi untuk shalat Idul Fitri.

Mandi dianjurkan karena shalat Idul Fitri adalah momen berkumpulnya orang banyak, sama halnya dengan shalat Jumat.

Baca: Idul Fitri 1440 H, Ini Tata Cara dan Bacaan Shalat Id hingga 6 Sunnah Rasul di Hari Raya Idul Fitri

Baca: Di Sela-sela Lawatan ke London, Trump Ucapan Selamat Idul Fitri untuk Umat Muslim se-Dunia

Selain mandi, ada beberapa amalan sunah saat Hari Raya Idul Fitri.

1. Berhias diri dan memakai pakaian terbaik

Ada riwayat yang disebutkan dalam Bulughul Maram no. 533 diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki baju khusus di hari Jumat dan di saat beliau menyambut tamu. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adab Al-Mufrad)

Ada juga riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ‘Umar pernah mengambil jubah berbahan sutera yang dibeli di pasar.

Ketika ‘Umar mengambilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, Ibnu ‘Umar lantas berkata, “Wahai Rasulullah, belilah pakaian seperti ini lantas kenakanlah agar engkau bisa berpenampilan bagus saat ‘ied dan menyambut tamu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,

“Pakaian seperti ini membuat seseorang tidak mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Bukhari, no. 948)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempermasalahkan berpenampilan bagus di hari Idul Fithri. Yang jadi masalah dalam cerita hadits di atas adalah jenis pakaian yang ‘Umar beli yang terbuat dari sutera.

Ada juga riwayat dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki jubah khusus yang beliau gunakan untuk Idul Fithri dan Idul Adha, juga untuk digunakan pada hari Jum’at.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya, 1765)

Diriwayatkan pula dari Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa memakai pakaian terbaik di hari ‘ied.

Aturan berpenampilan menawan di hari ‘ied berlaku bagi pria. Sedangkan bagi wanita, lebih aman baginya untuk tidak menampakkan kecantikannya di hadapan laki-laki lain.

Kecantikan wanita hanya spesial untuk suami.

Baca: Bolehkah Salat Idul Fitri Sendirian? Berikut Pendapat Ahli Fikih

2. Makan sebelum shalat Idul Fitri

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fitri dan sebelumnya beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Untuk shalat Idul Fitri disunnahkan untuk makan sebelum keluar rumah dikarenakan adanya larangan berpuasa pada hari tersebut dan sebagai pertanda pula bahwa hari tersebut tidak lagi berpuasa.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Al-Fath (2: 446) menyatakan bahwa diperintahkan makan sebelum shalat Idul Fitri adalah supaya tidak disangka lagi ada tambahan puasa.

Juga maksudnya adalah dalam rangka bersegera melakukan perintah Allah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar pada hari Idul Fitri (ke tempat shalat, pen.) sampai beliau makan beberapa kurma terlebih dahulu. Beliau memakannya dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Bukhari, no. 953)

Kalau tidak mendapati kurma, boleh makan makanan halal lainnya.

Baca: Niat dan Tata Cara Lengkap Shalat Idul Fitri 1440 H, Boleh Dilakukan Sendirian Bila Kesiangan

3. Bertakbir dari rumah menuju tempat shalat

Ketika puasa Ramadhan telah sempurna, kita diperintahkan untuk mensyukurinya dengan memperbanyak takbir. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185).

Dalam suatu riwayat disebutkan,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya Idul Fithri sambil bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 2/1/2. Hadits ini mursal dari Az-Zuhri namun memiliki penguat yang sanadnya bersambung. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih)

Ibnu Syihab Az-Zuhri menyatakan, kaum muslimin ketika itu keluar dari rumah mereka sambil bertakbir hingga imam hadir (untuk shalat ied, pen.)

Namun kalau kita lihat dari keumuman ayat Surat Al-Baqarah ayat 185 yang menunjukkan perintah bertakbir itu dimulai sejak bulan Ramadhan sudah berakhir, berarti takbir Idul Fithri dimulai dari malam Idul Fithri hingga imam datang untuk shalat ‘ied.

Takbir yang diucapkan sebagaimana dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah, bahwasanya Ibnu Mas’ud bertakbir,

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Kalau lafazh di atas takbir “Allahu Akbar” ditemukan sebanyak dua kali.

Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah pula disebutkan dengan sanad yang sama dengan penyebutan tiga kali takbir. (Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 36442)

Artinya di sini, dua atau tiga kali takbir sama-sama boleh.

Syaikhul Islam menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, itu juga diperbolehkan. (Majmu’ah Al-Fatawa, 24: 220)

Disyari’atkan bertakbir dilakukan oleh setiap orang dengan menjaherkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab. (Majmu’ah Al-Fatawa, 24: 220)

Baca: Mali Jadi Negara Tercepat yang Rayakan Lebaran Idul Fitri

4. Saling mengucapkan selamat (at-tahniah)

Termasuk sunnah yang baik yang bisa dilakukan di hari Idul Fithri adalah saling mengucapkan selamat.

Selamat di sini baiknya dalam bentuk doa seperti dengan ucapan “taqabbalallahu minna wa minkum” (semoga Allah menerima amalan kami dan kalian).

Ucapan seperti itu sudah dikenal di masa salaf dahulu.

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Fath Al-Bari, 2: 446)

Imam Ahmad rahimahullah berkata,

“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka.” (Al-Mughni, 2: 250)

Namun ucapan selamat di hari raya sebenarnya tidak diberi aturan ketat di dalam syari’at kita. Ucapan apa pun yang diutarakan selama maknanya tidak keliru asalnya bisa dipakai.

Baca: Lebaran di Indonesia Jatuh Pada Besok Hari, 5 Negara Ini Ternyata Juga Rayakan Lebaran pada 5 Juni

5. Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di hari ied (ingin pergi ke tempat shalat, pen.), beliau membedakan jalan antara pergi dan pulang. (HR. Bukhari, no. 986)

Di antara hikmah kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara jalan pergi dan pulang adalah agar banyak bagian bumi yang menjadi saksi bagi kita ketika beramal. Allah Ta’ala berfirman,

“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS. Al-Zalzalah : 4)

Rasul lalu bertanya, “Apakah kalian tahu apa yang diceritakan oleh bumi?”

Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya yang diberitakan oleh bumi adalah bumi jadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah mereka perbuat di muka bumi.

Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi.

(HR. Tirmidzi no. 2429. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Namun hadits ini punya penguat dalam Al-Kabir karya Ath-Thabrani 4596, sehingga hadits ini dapat dikatakan hasan sebagaimana kesimpulan dari Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy dalam Bahjah An-Nazhirin, 1: 439)

Baca: Lebaran Penuh Warna di Arab Saudi, Sajikan 900 Pertunjukan Selama Liburan Idul Fitri 1440 H

Baca: Idul Fitri 1440 H dan Jejak Rekam Adat Aceh

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved