Kupi Beungoh
Mengintip Potensi dan Peluang Aceh di Tengah Trend Halal Tourism
Label halal pada suatu produk menjadi hal yang sangat utama dan dibutuhkan bagi seluruh umat muslim.
Melihat Potensi dan Peluang di Tengah Trend Halal Tourism
Oleh : Cut Remi Riatun Dini*)
ISLAM merupakan agama yang kaffah atau menyeluruh mengatur segala perilaku dan aktivitas manusia dari urusan yang kecil sampai yang besar.
Islam bukan hanya agama yang menyangkut masalah urusan peribadatan saja, melainkan juga termasuk dalam urusan sosial dan ekonomi.
Berbicara tentang ekonomi, kini perkembangan ekonomi berbasis Islam telah merambah ke dalam produk-produk halal melalui berbagai macam bidang.
Label halal pada suatu produk menjadi hal yang sangat utama dan dibutuhkan bagi seluruh umat muslim.
Berangkat dari itu, ekonomi Islam tidak hanya berbicara tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan lainnya saja.
Namun, ekonomi Islam saat ini juga telah mengepakkan sayapnya ke berbagai sector, seperti kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fashion, kosmetik, farmasi, dan pariwisata.
Keseluruhan dari sektor itu mengusung konsep halal dalam setiap produknya, dan pariwisata syariah adalah salah satu produk halal dalam ekonomi Islam yang sedang mengalami pertumbuhan pesat saat ini.
Baca: H+5 Idul Fitri, Pengunjung Masih Padati Lokasi Wisata di Abdya
Baca: Hari Terakhir Libur Idul Fitri, Warga Padati Objek Wisata Hutan Kota dan Manggrove Langsa
Wisata Halal
Halal Tourism atau wisata halal salah satu industri pariwisata yang pelaksanaanya menuntut untuk mematuhi segala aturan-aturan syariah di dalam aktivitasnya.
Halal tourism ini lebih mengedepankan pelayanan berbasis standar halal umat Muslim.
Konsep wisata syariah ini mengartikan sebuah proses pengintegrasian nilai-nilai keislaman kedalam seluruh aspek kegiatan wisata.
Wisata syariah mempertimbangkan nilai-nilai dasar umat Muslim didalam penyajiannya mulai dari akomodasi, restaurant, hingga aktifitas wisata yang selalu mengacu kepada norma-norma keislaman dan menjauhi segala aspek yang dilarang di dalamnya.
Pariwisata saat ini menjadi gaya hidup (lifestyle) masyarakat.
Ketika sesuatu itu menjadi gaya hidup seseorang tentu ia akan melakukan yang terbaik untuk dapat memenuhinya, sehingga tidak heran orang rela mengeluarkan dana yang besar untuk sekedar hanya berwisata.
Sehingga dari itu sektor pariwisata menjadi salah satu sektor penyumbang devisa yang besar untuk negara.
Di Indonesia konsep wisata halal ini sudah berkembang sejak tahun 2012 dan semakin berkembang ke daerah pada tahun 2015.
Sebagai negara dengan populasi penduduk beragama Islam terbesar di dunia menjadikan industri halal ini sebagai strategi dalam membangun perekonomian.
Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya peringkat Indonesia sebagai negara destinasi halal dunia dalam kurun waktu 4 tahun berturut-turut.
Pada tahun 2015 indonesia menjadi peringkat 6 dengan skor 67,5.
Pada tahun 2016 peringkat Indonesia naik menjadi peringkat 4 menggeser Qatar dan Saudi Arabia.
Pada tahun 2017 peringkat Indonesia kembali naik menjadi peringkat 3 menggeser Turki dengan skor 72,6.
Pada tahun 2018 peringkat Indonesia naik menjadi peringkat 2 sebagai destinasi wisata halal populer di dunia.
Baca: Majelis Pariwisata Aceh Siap Bersinergi Dukung Wisata Halal
Baca: Ramadhan; Wisata Halal di Aceh
Akhirnya tercapai target yang diimpikan bahwa Indonesia raih peringkat nomor 1 wisata halal dunia di tahun 2019 ini menggeser posisi Malaysia yang pada tahun lalu menempati posisi peringkat pertama (m.liputan6.com).
Ini artinya Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengembangakan destinasi halalnya dibuktikan dengan pencapaian peringkat negara Indonesia yang setiap tahunnya semakin meningkat.
Peluang Aceh
Kementerian Pariwisata (2015) dalam laporannya mencatat bahwa terdapat 13 provinsi di Indonesia yang siap untuk menjadi destinasi wisata halal (halal tourism), termasuk salah satu adalah Aceh.
Kementerian Pariwisata melalui Asisten Deputi Pengembangan Regional 1 Kemenpar, Lokot Ahmad Enda menyatakan Provinsi Aceh menjadi salah satu daerah prioritas untuk mendukung pengembangan wisata halal.
Salah satu yang terlintas ketika orang menyebut Aceh adalah penerapan Syariat Islam dalam setiap sendi kehidupan, tidak terkecuali dalam aspek pariwasata.
Aceh memiliki potensi yang sangat besar dalam penerapan wisata halal.
Sebagai provinsi berjuluk Serambi Mekah, Aceh memiliki budaya Islam yang cukup kental dan kuat dibandingkan daerah lain.
Hal ini dilihat dari penerapan sistem berbasis syariah yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) masyarakatnya sehari-hari.
Kementerian Pariwisata menargetkan Aceh sebagai destinasi wisata halal yang digunakan untuk menarik wisatawan muslim dunia.
Dibuktikan dengan pencapaian dalam segi pariwisata, Aceh meraih tiga kategori dalam kompetisi pariwisata halal nasional tahun 2016, yaitu “Aceh sebagai destinasi budaya ramah wisatawan muslim terbaik”, “Bandara Sultan Iskandar Muda sebagai bandara ramah wisatawan muslim terbaik”, dan “Masjid Raya Baiturrahman sebagai daya tarik wisata terbaik”.
Baca: Aceh Raih Peringkat 2 Destinasi Wisata Halal Indonesia
Baca: Wali Kota Terima Promotor Wisata Halal Banda Aceh
Baca: Wali Kota Terima Promotor Wisata Halal Banda Aceh
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan BPS pada tahun 2017, sektor pariwisata Aceh bernilai sekitar Rp10,87 triliun atau setara dengan 8,97% dari total perekonomian Aceh.
Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata di Aceh memiliki peran yang sangat penting.
Selain itu, pada World Halal Tourism Award 2016 di Dubai, Aceh memenangkan dua kategori yaitu World's Best Airport for Halal Travelers dan World's Best Halal Cultural Destination.
Keduanya masuk dalam daftar lima besar terbaik di kategorinya masing-masing, untuk kategori budaya halal, Aceh bersaing dengan dengan Mekkah, Malaysia, Palestina, dan Arab Saudi.
Sedangkan untuk kategori bandar udara, Bandara SIM bersaing dengan Doha Hamad International Airport, Dubai Airport, King Abdul Azeez International Airport, dan Kuala Lumpur International Airport.
Pada 2018 silam, sebanyak tujuh destinasi di Aceh menjadi nominasi dalam Anugerah Pesona Indonesia 2018.
Potensi pariwisata Aceh pun sangat menjanjikan baik dari sisi keragaman dan keunikan budaya, kekhasan kuliner, cita rasa kopi, atmosfir di warung kopi, budaya Islami, dan pesona alamnya yang indah dan natural.
Tidak hanya sampai di situ, dalam pencapaiannya Aceh berhasil meraih peringkat kedua sebagai Destinasi Wisata Halal Indonesia 2019 dari 5 Provinsi di Indonesia melalui standar Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 yang mengacu pada standar Global Muslim Travel Index (GMTI).
Peringkat ini diumumkan oleh CEO Crescent Rating dan Halal Trip, Fazal Bahardeen di Gedung Kementerian Pariwisata Indonesia.
Standar IMTI mengadopsi 4 kriteria GMTI yang meliputi: 1. Access, 2. Communication, 3. Environment, dan 4. Services (ACES), dimana masing-masing kriteria tersebut memiliki 3 komponen penting lainnya yang akan menentukan sebuah daerah terpilih sebagai destinasi wisata halal nasional dan internasional.
Mengutip Abdul Kadir Din, seorang pakar yang banyak berbicara tentang konsep wisata halal, bahwa kesuksesan wisata dibangun oleh tiga pilar, yaitu pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat.
Jadi, pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pelaku bisnis sebagai orang yang mengembangkan wisata, dan masyarakat sebagai pendukung kegiatan pariwisata harus sama-sama kompak dalam mengembangkan potensi wisata halal ini agar dapat meraih peringkat pertama di tahun 2020 nanti.
Jumlah kunjungan wisatawan ke Aceh terus meningkat, mencapai 2,5 juta orang, terdiri atas 2,4 juta wisnus dan 106 ribu wisman pada 2018.
Sementara pada 2017, sebanyak 2,3 juta orang, terdiri atas 2,2 juta wisnus dan 78 ribu wisman.
Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan ditargetkan angka kunjungan wisnus di Aceh sebanyak tiga juta jiwa dan wisman 150 ribu orang pada 2019.
Sementara, angka kunjungan wisatawan muslim ke Aceh diharapkan juga meningkat, dari 35 ribu pada 2018 menjadi 40 ribu pada 2019.
Dari pencapaian ini terlihat bahwa Aceh memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan wisata halal yang mana dari situ dapat berdampak baik terhadap perekonomian serta sektor lainnya.
Diharapkan juga Aceh dapat menjadi Destinasi Pariwisata Halal Terbaik di Indonesia.
Baca: Merebut Brand Wisata Halal
Baca: Wisata Halal Ala Aceh, Bagaimana Kemasannya?
Pemetaan Potensi Wisata Aceh
Ada beberapa pemetaan kawasan pariwisata halal di Aceh, di antaranya meliputi Banda Aceh dan Aceh Besar untuk budaya yang meliputi atraksi unggulan Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, PLTD Apung, Pantai Lampuuk, selancar angin, selancar layang, Museum Negeri Aceh, Taman Sari Gunongan, dan Pantai Ulee Lheu.
Kemudian, Sabang dengan destinasi alam meliputi tugu Pulau Weh, snorkeling Pantai Iboih, Tugu Kilometer 0, Pantai Iboih dan Pantai Sumur Tiga.
Baca: Puncak Arus Balik Wisatawan, Kapal Sabang-Banda Aceh Berlayar 10 Trip Hingga Malam
Aceh Jaya dengan alam yang meliputi Teluk Rigaih, Gunung Geurutee, Pasi Saka, Pulau Tsunami dan Arung Jeuram Sungai Teunom.
Selanjutnya Dataran Tinggi Gayo dengan mengusung konsep alam dan budaya yang meliputi Danau Laut Tawar, Pantan Terong, Gua Loyang Koro, Wih Terjun, dan Pantai Menye.
Pengembangan pariwisata halal selanjutnya adalah Singkil Pulau Banyak dengan konsep alam yang meliputi snorkeling, Hopping Island, dermaga Singkil, Desa Pulo Saruk, Pulau Panjang, Melelo, Rangit, Palambak, Tailana, Asok, Lambudung, dan Sikandang.
Baca: Dukung Wisata Halal, Pengusaha Diminta Urus Sertifikasi Halal
Baca: 80 Persen Kopi Gayo dari Koperasi Baburrayan Aceh Tengah Dijual ke Starbucks
*) PENULIS adalah Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.