Kasus Darmili
Usai Tahan Darmili, GeRAK Minta Kajati Tindaklanjuti Kasus Lainnya di Aceh
Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, memberikan apreasiasi kepada Kejati yang menahan mantan bupati Simeulue, Drs Darmili
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yocerizal
Usai Tahan Darmili, GeRAK Minta Kajati Tindaklanjuti Kasus Lainnya di Aceh
Laporan I Masrizal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, memberikan apreasiasi kepada Kejati yang menahan mantan bupati Simeulue, Drs Darmili.
Anggota DPRK Simeulue ini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Banda Aceh, Gampong Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar, Senin (29/7).
Darmili ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi pada Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS) tahun 2002-2012 dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.
Nilai kerugian itu berdasarkan hasil audit internal penyidik dari total penyertaan modal yang mencapai Rp 227 miliar bersumber dari APBK.
Askhalani kepada Serambinews.com, Selasa (30/7/2019) mengatakan, apresiasi itu diberikan mengingat penanganan kasus Darmili sudah cukup lama, bahkan membutuhkan pendalaman materi yang cukup panjang, mulai dari penyelidikan sampaikan penyidikan.
Darmili Diantar Istri ke Rutan Banda Aceh, Menangis Haru Jelang Berpisah
Darmili: Tolong Tanyakan ke Penyidik Berapa Kerugian Negara yang Saya Curi?
FOTO-FOTO : Mantan Bupati Simeulue, Darmili Tertunduk Lesu Saat Ditahan Penyidik Kejati Aceh
VIDEO - Mantan Bupati Simeulue, Darmili Ditahan Penyidik Kejati Aceh
“Ini tentu menjadi sebuah proses yang sangat baik dan atas kinerja keseriusan dari Kejati dan tim, maka sangat wajar publik memberikan apresiasi yang tinggi,” katanya.
“Kita berharap Kajati dan tim juga dapat menindaklanjuti laporan kasus korupsi lainnya dan dengan tujuan untuk penegakan hukum di Aceh,” tambah Askhalani.
Sebelumnya, penyidik menahan Darmili di Rutan Banda Aceh, Senin (29/7). Darmili ditahan setelah empat tahun ditetapkan sebagai tersangka, yaitu pada 18 Maret 2016.
Saat dititip pihak jaksa di Rutan, Darmili turut diantar oleh istrinya, Hj Afridawati yang tak lain adalah Wakil Bupati Simeulue.
Sebenarnya kasus dugaan korupsi PDKS merupakan kasus lama yang ditangani sejak 2015 silam. Bahkan kasus ini masuk dalam daftar kasus mangkrak di Kejati Aceh.
Namun beberapa bulan terakhir, kasus ini mengalami peningkatan setelah Kajati Aceh dijabat Irdam MH.
Beberapa aset Darmili yang diduga berkaitan dengan kasus itu juga telah disita.
Misalnya, rumah dua lantai yang berlokasi di Lorong Bahagia, Neusu Aceh, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, dan satu unit mobil Toyota Fortuner BL 1 ST.
Sebelum ditahan, penyidik sudah empat kali memanggil Darmili untuk diperiksa sebagai tersangka.
Tapi hanya dua panggilan (terakhir kemarin) yang dipenuhi Bupati Simeulue periode 2001-2006 dan periode 2007-2012 ini.
Pengungkapan materi perkara PDKS, menurut Askhalani, tergolong perkara pelik dan membutuhkan waktu hampir lima tahun untuk sampai ke proses penahanan.
Pihaknya berharap penyidik segera merampungkan berkas perkara dan melimpahkannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Rumah Wartawan Serambi Dibakar OTK, Warga Lihat Seorang Berkacamata Hitam Berjalan ke Rumah Korban
Seusai Lamaran, Roger Danuarta Berikan Kado Spesial untuk Ayah Cut Meyriska di Hari Ulang Tahunnya
Viral Video - Seorang Bapak-bapak Makan Kucing Hidup-hidup, Pelaku Diburu Polisi
“Kita apresiasi atas seluruh upaya dan proses tindakan hukum yang sudah dilaksanakan oleh Kajati Aceh, khususnya tim Aspidsus karena serius mengungkapkan seluruh fakta materi atas perkara dugaan korupsi pada PDKS,” imbuh Askhlani.
Sebelumnya, Aspidsus Kejati Aceh, T Rahmatsyah SH MH mengatakan pihaknya terus berupaya agar kasus itu segera dilimpahkan ke pengadilan.
Lamanya penanganan kasus ini, dia katakan, salah satunya terkendala pada auditor, termasuk belum turunnya hasil Korsup dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia juga menyatakan bahwa dalam kasus tersebut, Darmili banyak dikenakan pasal.
Selain melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, juga dikenakan pasal gratifikasi dan pemerasan dalam jabatan.
Untuk diketahui, PDKS merupakan perusahaan daerah yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit.
Dalam kasus itu, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi yang berkaitan dengan PDKS sejak pertama didirikan tahun 2002 maupun saat dihentikan operasionalnya sebelum dilakukan kerja sama operasional (KSO) pada 2012.
PDKS menguasai lahan seluas 5.000 hektare pada dua lokasi, kawasan pegunungan Kecamatan Teupah Selatan dan Teluk Dalam.
Pada tahun 2012 operasional PDKS dihentikan oleh pemkab setempat karena tidak berdampak positif bagi kemajuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Simeulue meski telah menghabiskan anggaran Rp 227 miliar sejak 2002.(*)