Qanun Bendera Aceh

Mahasiswa Minta Wali Nanggroe Bersikap Terkait Pembatalan Qanun Bendera Aceh

Pembatalan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh Kemendagri tiga tahun lalu, telah menuai polemik di Aceh.

Penulis: Subur Dani | Editor: Taufik Hidayat
Hand-Over Dok Pribadi
Ketua BEM UIN Ar-Raniry, Rizki Ardial 

Wali Nanggroe dapat segera mengelar kongres Rakyat Aceh dalam untuk menyepakati bentuk bendera Aceh yang sah secara konstitusional.

Laporan Subur Dani | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pembatalan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tiga tahun lalu, telah menuai polemik di Aceh.

Pembatalan qanun itu dianggap janggal, karena surat pembatalan baru beredar dalam sepekan terakhir.

Sedangkan surat keputusan pembatalan diterbitkan sekitar tiga tahun lalu, yakni tahun 2016.

Banyak kalangan bertanya-tanya, terkait beredarnya surat Keputusan Mendagri Nomor 188.34‑4791 Tahun 2016 tentang pembatalan beberapa ketentuan dari Qanun Aceh Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Komisi I menegaskan akan 'melawan' Kemendagri dengan cara menempuh jalur hukum, karena pembatalan itu dinilai sepihak.

Kalangan mahasiswa pun angkat bicara terkait polemik tersebut.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rizki Ardial, meminta Lembaga Wali Nanggroe segera bersikap menanggapi polemik dimaksud.

"Lembaga Wali Nanggroe harus mengambil peran, dalam hal ini harus menginisiasi diselenggarakannya kongres rakyat Aceh untuk menentukan bentuk bendera dan lambang Aceh," kata Rizki Ardial, Sabtu (3/8/2019).

Menurutnya, bendera dan lambang Aceh yang telah diamanatkan dalam MoU Helsinki dan dijabarkan dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) harus segera tuntas dan rakyat Aceh bisa memakainya secara legal.

Terkait penolakan bendera bintang bulan oleh Kemendagri, menurut Rizki Ardial harus ada solusi lain untuk menentukan nasib dan marwah Aceh. 

"Wali Nanggroe dapat segera mengelar kongres Rakyat Aceh dalam untuk menyepakati bentuk bendera Aceh yang sah secara konstitusional," katanya.

Menurut Rizki, hasil ini dapat menjadi dorongan yang kuat bagi pemerintah pusat dalam mengesahkan bendera dan lambang Aceh. "Supaya tidak ada kesan bahwa bendera yang selama ini diusulkan oleh DPRA adalah keinginan sepihak atau sekelompok orang," katanya.

Jika memang bendera bintang bulan menjadi keputusan rakyat Aceh, maka menurut Rizki, harus diperjuangkan secara tuntas.

"Kalau memang tidak memungkinkan bintang bulan menjadi bendera Aceh atau harus direvisi, maka harus ada mekanisme lain untuk menetukan bentuk bendera yang dapat kita usulkan ke pemerintah pusat," katanya.

Dia menegaskan, perdamaian Aceh yang sudah memasuki 14 tahun bukan waktu yang singkat untuk menuntaskan setiap butir-butir dari nota kesepahaman.

Dia berharap, perdamaian yang telah diraih dengan pengorbanan yang luar biasa itu jangan sampai menjadi seremonial belaka. 

"Banyak yang menjadi korban saat menuju perdamaian Aceh, baik korban jiwa maupun harta benda. Maka dari itu setiap butir-butir MoU ini harus segera dituntaskan," demikian Rizki Ardial, Ketua BEM UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.(*)

Baca: DPRA Siap Lawan Mendagri Terkait Pembatalan Qanun Bendera

Baca: Sudah Tiga Tahun Dibatalkan Qanun Bendera, Mengapa Pemerintah tak Mengumumkan?

Baca: Plt Dirjen Otda: Pembatalan Qanun Bendera Sudah Lama dan Telah Disampaikan ke Gubernur Aceh dan DPRA

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved