Kasus Pelecehan Seksual

Prof Syahrizal: Penerapan Qanun untuk Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Pesantren An Sudah Tepat

Prof Dr Syahrizal Abbas MA, menilai kesimpulan dari jaksa kalau penerapan hukum melalui qanun terhadap kasus tersebut sudah tepat.

Penulis: Saiful Bahri | Editor: Taufik Hidayat
zoom-inlihat foto Prof Syahrizal: Penerapan Qanun untuk Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Pesantren An Sudah Tepat
Prof Syahrizal Abbas

Laporan Saiful Bahri | Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Pihak Kejaksaan Negeri Lhokseumawe telah memastikan kalau proses hukum lanjutan terhadap kedua tersangka kasus dugaan pelecehan seksual yang menjerat oknum pimpinan Pesantren An dan seorang guru mengaji menggunakan qanun yang memang khusus berlaku di Aceh.

Hal ini sesuai dengan hasil ekspos yang digelar di Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) di Banda Aceh. 

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Dr Syahrizal Abbas MA, menilai kesimpulan dari jaksa kalau penerapan hukum melalui qanun terhadap kasus tersebut (bukan Undang-undang Perlindungan Anak) sudah tepat.

Dijelaskan, dasarnya qanun disusun untuk melindungi setiap orang, terutama umat muslim di Aceh.

Norma-norma yang disusun ada 10 pidana, seperti pidana zina, pemerkosaan, maisir, pelecehan seks terhadap anak, dan lain sebagainya.

Jadi, ketika qanun diberlakukan dan ada orang yang melalukan pelanggaran, maka aturan-aturan dalam qanun tersebut harus diterapkan secara sempurna tanpa diskrimininasi. 

Sehingga dipastikan akan memberi efek jera pada pelaku, karena dalam penerapan dalam qanun, selain ada sanksi pidana juga ada sanksi sosial.

"Contoh dalam kasus ini, merupakan seorang oknum pimpinan pesantren. Mungkin dengan dicambuk di depan umum akan memberikan sanksi sosial yang luar biasa dari pada hukuman penjara," katanya.

Jadi dipastikannya dengan penerapan qanun akan memberikan efek jera pada pihak yang melanggar, sehingga akan mencegah pihak yang melanggar tersebut untuk mengulangi lagi perbuatannya.

"Disamping juga dalam qanun diatur tentang perlindungan hingga rehabilitasi pada korban. Bukan hanya rehabilitasi materil saja, tapi juga mentalnya," papar Prof Syarizal.

Disebutkan juga, dalam qanun diatur hukuman dalam tiga bentuk, berupa cambuk di depan umum, penjara, ataupun membayar denda.

Namun dalam memutuskan seorang terdakwa nantinya dihukum dengan apa, tergantung dari keputusan hakim.

Tentunya dengan pertimbangan kondisi korban, terdakwa, dan juga masyarakat.

"Contoh, yang menjadi terdakwa adalah orang kaya, tentunya tidak pantas diberikan hukuman pembayaran denda," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved