Nasib Trenggiling, Mamalia Paling Diburu Mafia Sabu

Lapisan keratin atau sisik-sisik keras yang menutupi hampir seluruh tubuh trenggiling, ternyata menjadi buah simalakama bagi dirinya

Editor: bakri
SERAMBI/MISRAN ASRI
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh AKP Taufiq (dua kiri) bersama anggotanya menunjukkan barang bukti sisik Trenggiling saat konferensi pers di Mapolresta setempat, Rabu (21/8/2019). 

Lapisan keratin atau sisik-sisik keras yang menutupi hampir seluruh tubuh trenggiling, ternyata menjadi buah simalakama bagi dirinya. Di satu sisi, lapisan keratin menjadi pelindung dari serangan predator. Tapi, keratin ini pula yang membuat trenggiling hampir punah, diburu para mafia.

Trenggiling adalah satu-satunya mamalia yang hampir seluruh tubuhnya tertutup keratin, material yang serupa dengan kuku manusia. Satwa langka ini ‘paling pintar’ menjaga diri dari berbagai serangan, terutama predator besar yang akan memangsanya, mulai harimau hingga singa.

Bahkan dengan menggulung dirinya dan membentuk seperti bola, trenggiling yang 80 persen, sisik kerasnya melindungi tubuhnya dari ancaman, sehingga predator yang menyerangnya harus lempar handuk putih alias menyerah.

Tapi, ironisnya sisiknya yang keras dan mampu bertahan dari serangan predator besar itu, tak mampu memberikan pertahanan dari serangan manusia. Ia menjadi hewan paling diburu oleh para mafia, terutama para sindikat narkotika jenis sabu.

“Ada indikasi sisik trenggiling ini diperuntukkan sebagai salah satu bahan dasar barang terlarang, psikotropika jenis sabu, di samping kegunaannya sebagai bahan dasar kosmetik serta salah satu bahan dasar obat analgesik serta celana jeans,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto SH.

Kemarin, Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh, merilis pengungkapan kasus transaksi jual beli sisik trenggiling yang terjadi di Banda Aceh. Untuk diketahui, trenggiling adalah hewan dilindungi yang tidak boleh diperjualbelikan.

Kasat Reskrim, AKP M Taufiq SIK, kepada awak-awak media mengatakan, kasus ini melibatkan tiga tersangka. Dua berperan sebagai agen serta satu pemasok. Mereka mengaku telah membunuh, lalu mengambil bagian sisik trenggiling untuk diperjualbelikan.

Dua agen, masing-masing Khairul Furqan dan Ahmad Zaini itu ditangkap di satu hotel di Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, pada Senin, 19 Agustus 2019, sekitar pukul 21.00 WIB. Sehari kemudian, giliran Fauzul M Isa HR, penjual ditangkap di Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar.

AKP M Taufiq mengatakan, penangkapan pertama dilakukan terhadap Khairul Furqan, lalu tak berselang lama diringkus Ahmad Zaini di kawasan yang sama, setelah pengakuan meluncur dari Khairul bahwa dirinya tidak sendiri. “Kami memperoleh informasi ada transaksi sisik Trenggiling di hotel tersebut. Anggota langsung bergerak ke hotel dan mendapati tersangka Khairul Furqan. Begitu tas cokelat miliknya digelandang sebanyak 6,3 kilogram sisik trenggiling ditemukan, dan ada 115 duri landak di dalam tas tersebut,” sebut AKP Taufiq.

Dari interogasi terhadap kedua tersangka, Ahmad Zaini, diperoleh keterangan bahwa seluruh sisik trenggiling serta 115 duri landak yang ditemukan dari tas Khairul Furqan mereka dapatkan dari Fauzul M Isa HR. Kepada petugas mereka mengaku membeli sisik trenggiling itu senilai Rp 3 juta per kilogramnya.

“Fauzul pedagang serta pemasok sisik satwa trenggiling yang dilindungi ini, kami sergap di Jalan Jantho-Seulimuem, pada Selasa dini hari, 20 Agustus 2019," sebut Kasat Reskrim.

AKP Taufiq menyebutkan, ada indikasi sisik trenggiling ini digunakan sebagai salah satu bahan dasar narkoba jenis sabu. Selain kegunaannya sebagai bahan dasar kosmetik, bahan dasar obat analgesik, serta bahan celana jeans.

Berdasarkan pengakuan Fauzul M Isa, sebanyak 6,3 kilogram sisik trenggiling yang diamankan itu, diambil dari beberapa ekor trenggiling yang dibunuh dan dipotong-potong. Sejauh ini, pihak kepolisian masih menelusuri tujuan pengiriman sisik-sisik trenggiling yang ditampung oleh dua agen itu.

Bersama dengan trenggiling itu, polisi ikut mengamankan 115 duri landak, namun terkait duri itu akan dikoordinasikan dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, apakah masuk dalam kategori satwa dilindungi atau tidak.

AKP Taufik menyebutkan, ketiga tersangka yang saat ini ditahan di sel Mapolresta Banda Aceh dikenakan Pasal 21 Ayat 2 huruf (b) dan (d) Jo Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang RI, Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. "Para tersangka dikenakan hukuman 5 tahun penjara serta denda paling banyak Rp 100 juta," pungkas AKP Taufiq.(misran asri)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved