Konflik Satwa
Dua Kawanan Gajah Berkeliaran di Permukiman, FFI Ingatkan Potensi Konflik Satwa di Musim Panen Padi
NGO Fauna&Flora; International (FFI) Aceh mengingatkan potensi konflik satwa gajah yang bisa meningkat dalam beberapa bulan ke depan di Pidie.
Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Taufik Hidayat | Pidie
SERAMBINEWS.COM, SIGLI – NGO Fauna&Flora International (FFI) Aceh mengingatkan potensi konflik satwa gajah yang bisa meningkat dalam beberapa bulan ke depan di Kabupaten Pidie.
Mengingat saat ini kawanan gajah sebanyak 50-an ekor yang terbagi dalam dua kelompok, masih berkeliaran di permukiman warga sekitar Geumpang, Tangse, Mane, dan Keumala.
Staf FFI Aceh, Dedi Kiswayadi, mengatakan dua kawanan gajah yang masing-masing kelompok terdiri dari 20-an ekor gajah, saat ini terdeteksi berada 1-2 Km dari desa terdekat di Mukim Beungga, Pidie.
“Sedangkan satu kelompok lagi, saat ini berada di wilayah antara Gampong Teurucut dan Mane, menunggu waktu yang tepat untuk menggasak padi di kawasan itu,” kata Dedi, Kamis (22/8/2019).
Laporan terbaru diterima FFI Aceh, pada 15 Agustus 2019 lalu, kawanan yang juga terdiri dari 20-an gajah liar ini menggasak padi di areal sawah seluas kurang lebih 1 hektare di Gampong Teurucut.
Saat itu, pemilik sawah bersama warga bisa dengan cepat menghalaunya. Namun kawanan gajah itu diduga masih berkeliaran tak jauh di Gampong Teurucut, Mane, dan sekitarnya.
Baca: Kawanan Gajah Terus Merusak Kebun Warga, Warga Minta Pemerintah Ambil Tindakan
Baca: Seekor Gajah di Aceh Timur Terluka Parah Terkena Jerat Tali
Baca: VIDEO - Kelahiran Yuyun, CRU Alue Kuyun Kini Miliki 5 Ekor Gajah
Baca: Kawanan Gajah Liar Teror Warga Blang Lango
Menurut amatan FFI Aceh dalam beberapa tahun terakhir, saat memasuki masa menjelang panen padi seperti saat ini, kawanan gajah tersebut akan keluar dari hutan melalui celah bukit di kawasan Keumala Dalam, untuk mencari pakan --khususnya padi yang baru berbulir-- di permukiman warga.
Kawanan gajah itu akan menggasak padi mulai dari kawasan Gampong Mane dan Teurucut di Kecamatan Mane.
Kemudian ke Gampong Bangkeh, Pulo Loih, Pucok, Leupue di Kecamatan Geumpang. Selanjutnya kembali ke wilayah Kecamatan Mane, melalui Gampong Blang Dalam, Leutueng, dan Gampong Mane.
Perilaku satwa ini muncul sejak para petani di wilayah itu tidak lagi memberlakukan tanam padi serentak. Sehingga kawanan gajah tersebut pun terbiasa untuk menggilir sawah warga di delapan desa itu, selama 10-11 bulan.
Selama periode itu, kawanan gajah akan bertahan di kebun-kebun warga yang cukup menyediakan pakan berupa pinang dan tanaman muda lainnya sambil menunggu padi berbulir, yang merupakan makanan favoritnya.
“Biasanya kawanan gajah ini akan kembali ke hutan melalui jalur landai di Gampong Lhok Keutapang, dan bertahan 1-2 bulan di dalam hutan untuk menunggu panen padi musim berikutnya,” kata Boy, Ranger yang juga anggota Tim Mitigasi Konflik Gajah FFI Aceh.
“Tapi sepanjang tahun ini, kawanan gajah itu tidak kembali ke hutan meskipun pakan tidak tersedia di sekitar permukiman. Kami menduga, ini karena meningkatnya ancaman di dalam hutan berupa aktivitas illegal logging, perburuan menggunakan senjata api, dan penambangan emas ilegal,” ungkapnya.
Pihak FFI mengatakan penanganan gajah di kawasan ini sulit dilakukan.
Karena selain banyaknya ancaman di dalam hutan yang membuat kawanan gajah ke luar dari habitat alaminya, juga karena tidak adanya kepedulian pihak perusahaan pemilik izin pengelolaan hutan di kawasan tersebut.
Karena, jalur masuk dan keluarnya gajah dari dalam hutan ini berada di areal Hutan Produksi milik PT Aceh Nusa Indrapuri.
Sementara, pemerintah melalui instansi terkait dinilai terlalu lemah dan seolah tak berdaya saat berhadapan dengan pihak perusahaan.
Karena itu, untuk meminimalisir potensi gangguan gajah di kawasan ini, masyarakat terpaksa harus berjuang sendiri.
Terkait hal ini, pihak FFI Aceh mengatakan akan tetap membantu masyarakat dengan memberikan informasi keberadaan gajah sebagai upaya peringatan dini, dan upaya-upaya lainnya yang dapat dilakukan di tingkat masyarakat, demi mencegah kerugian yang lebih besar terkait konflik gajah dan manusia di kawasan Pidie dan sekitarnya ini.
BKSDA Aceh juga dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat, khususnya di Keumala dan Beungga, karena kawanan gajah di lokasi tersebut sudah dipasangi GPS colar, sehingga posisi gajah dapat diketahui.(*)
Baca: Tenggelam di Lokasi Tapak, Tim Gabungan Lanjutkan Pencarian Jenazah Warga Asal Papua
Baca: Siamang Serahan Warga Lhokseumawe Dievakuasi ke BKSDA Aceh di Banda Aceh
Baca: Tak Perlu Lagi Bawa Banyak Kartu, SIM Bakal Bisa Dipakai Jadi Uang Elektronik