Jurnalisme Warga
Kisah Meurah Pupok Dirajam oleh Iskandar Muda
Bukan menuntut pada makam agar syariat Islam bangkit di Serambi Mekkah, tetapi ingin ziarah, sebab keberadaan makam

Sultan Iskandar Muda telah siap untuk memenggal leher anaknya. Walau hatinya menangis. Tapi sultan tetap teguh pada hukum Allah. Dalam sekejap, kepala dan badan Meurah Pupok terpisah. Darah segar si buah hati mengenai pakaian Sultan Perkasa Alam itu. Jasad segera dimakamkam di tempat terpisah dari makam keturunan raja. Iskandar Muda memerintahkan agar dikubur di lapangan pacu kuda, yang kini bernama Kerkhoff. Sultan tidak ingin jenazah Meurah Pupok dimakamkan berdampingan dengan keturunan raja lainnya.
Kompleks ini terawat indah hingga kini. Warna-warni bunga di sepanjang jalan membuat mata menyejukkan. Kompleks Kerkhoff dikelola oleh Yayasan Pocut, yang dibiayai oleh Belanda. Hal ini sebagai wujud kepedulian Belanda pada serdadu yang mati di tanah Aceh. Kerkhoff juga menjadi makam Belanda terbesar kedua di dunia, setelah yang pertama berada di negeri Belanda. Namun, Pemerintan Indonesia yang diwakili Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh tetap mengawasi pengelolaan kompleks makam tersebut.
Fitnah
Pascaeksekusi rajam, beredar kabar bahwa Meurah Pupok difitnah oleh orang dekat sultan. Mereka sengaja merencanakan agar sang Putra Mahkota terjerat perbuatan zina. Program tersebut sebagai upaya menggulingkan Meurah Pupok sebagai ahli waris Kerajaan Aceh setelah Sultan Iskandar Muda mangkat.
Ada kelompok yang tidak senang dengan kehadiran Meurah Pupok dalam silsilah Kerajaan Aceh. Golongan ini memilih istri perwira sebagai tumbal. Sebab, perempuan ini tergolong cantik dan kerap masuk ke luar (berada) dalam istana raja. Pengawasan istana terbilang ketat, kecuali terhadap petinggi kerajaan, dan para istri pejabat, termasuk istri perwira. Alhasil, misi menyingkirkan Meurah Pupok dari takhta kerajaan berjala sukses lewat vonis rajam.
Namun, semua ini telah berlalu. Sultan Iskandar Muda telah membuktikan keadilan terhadap negeri yang ia pimpin. Namanya terus dikenang sebagai sultan megah, bersyariat, dan mampu menyejahterakan rakyat Aceh. Nah, sekarang kita tidak berharap pemimpin Aceh juga merajam anaknya tanpa kesalahan. Apalagi tangannya sendiri yang mencambuk atau memenggal leher sang anak. Tapi kita sangat merindukan syariat Islam di Aceh benar-benar kafah, adil, dan prorakyat. Tanpa misi proyek di dalamnya.