Kupi Beungoh

Menyoal Kelebihan Informasi : Dari Alvin Toffler, Dalai Lama, Hingga Spiderman

Akses informasi memang tidak mengenal kasta. Namun, seperti “hukum cinta” ada satu “hukum  universal” yang selama ini jarang masyarakat ketahui

Editor: Subur Dani
IST
Nurussalim Bantasyam SH, Pelaksana pada Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kabid Perpustakaan Dispersip Aceh Jaya 2017-2021 

Oleh: Nurussalim Bantasyam, S.H.

DALAM novelnya, The God of Small Things, Arundhaty Roy, mengangkat tema sistem kasta dan “hukum cinta” di “Negeri Seribu Dewa”, Kerala, India: seberapa besar seseorang boleh mencintai dan pelanggaran terhadapnya menyebabkan konsekuensi tertentu. 

Akses informasi memang tidak mengenal kasta. Namun, seperti “hukum cinta” ada satu “hukum  universal” yang selama ini jarang masyarakat ketahui dan abaikan, yakni batas konsumsi informasi.

Padahal, jika batas itu dilampaui, otak bisa mengalami “kerusuhan”.   

Data dari Digitalsilk, hingga tahun 2025 jumlah data di internet mencapai 182 zettabyte—termasuk di dalamnya informasi yang tersedia di seluruh dunia.

Jumlah ini, andaikan satu cangkir kopi setara 100 gygabite, susunannya mencapai ribuan kali jarak bumi ke matahari. 

Kita tidak akan kekurangan informasi. Alih-alih defisit, kita surplus informasi. Sebaliknya, yang defisit adalah kesadaran kita dalam mengkonsumsi informasi.

Baca juga: Saat Guru dan Siswa Belajar Tulis Opini dan Feature

Terdiri dari dua bagian, tulisan ini juga merupakan “demonstrasi langsung” dari kelebihan informasi. Menunjukkan kompleksitas fenomena kelebihan informasi, sebagaimana akan kita lihat pada bagian kedua, bahkan untuk kepentingan terbaik pun kelebihan informasi bisa terjadi.

Pengertian Istilah 

Walaupun istilah “kelebihan informasi” (information overload) pertama kali digunakan oleh Bertram Gross dalam bukunya, The Managing of Organizations (1964), gagasan tentang “terlalu banyak yang harus dibaca” telah ada berabad-abad sebelumnya. 

Artinya, kelebihan informasi bukanlah isu baru yang muncul di era internet, melainkan fenomena historis yang dialami manusia sejak informasi dicatat. 

Gross mengemukakan bahwa revolusi administratif telah mendorong munculnya kelebihan informasi, yang ia definisikan sebagai “sebuah kondisi ketika jumlah masukan ke sebuah sistem melebihi kapasitas pemrosesannya”. 

Baca juga: Akselerasi Pemerataan Dokter Spesialis Lewat Strategi MGBKI

Konsep ini kemudian menjadi populer setelah Alvin Toffler membahasnya dalam bukunya, Future Shock (1970). Dan semakin dikenal luas secara akademik sejak munculnya lingkungan informasi digital pada tahun 1990-an.

Menurut Toffler, kelebihan informasi terjadi ketika jumlah informasi yang diterima melebihi kapasitas seseorang untuk memprosesnya secara efektif. 

Kondisi Hari Ini

Kelebihan informasi semakin rentan terjadi saat ini seiring meningkatnya penggunaan internet, telepon pintar, dan media sosial. 

Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2025, pengguna internet di tanah air mencapai 229,4 juta jiwa (80,66 persen jumlah populasi). Di mana, berdasarkan survei Jakpat, mayoritas memilih media sosial sebagai sumber utama informasi (89 persen), diikuti situs web (52 persen), dan televisi (51 % ).

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved