Feature
Menyeruput Kopi di Warung Terapung, Cara Lain Menikmati Sisa Peradaban Singkil Tempo Doloe
Penghasilannya dari berjualan kopi dan bokom belum cukup untuk membiayai perbaikan bangun warisan masa lalu Singkil itu.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Ansari Hasyim
Ruang utama merupakan tempat minum kopi, istirahat, tungku api kayu untuk memasak air serta makan bokom.
Bokom merupakan makanan khas yang tak diketahui kapan sebutan itu mulai populer.
Bokom berupa mi instan dimasak hanya disiram air panas dicampur irisan bawang merah dan cabai rawit mentah ditambah air jeruk nipis.

Ruang lain berupa tempat jualan dan bagian belakang berisi perlengkapan pemilik lampung.
Di sekeliling lampung merupakan tempat tambatan perahu.
Nelayan gratis dan aman menambatkan perahu ke lampung sepanjang waktu.
Bangunan berukuran kira-kira 10 x 25 meter itu, tidak diketahui kapan dibangun.
Abdul Karim, sang pemilik saat ini merupakan generasi ketiga dari pengelola lampung sebelumnya.
Lampung milik Abdul Karim, merupakan satu-satunya yang masih bertahan dari gilasan zaman.
“Dulu jauh sebelum Aceh Singkil menjadi kabupaten, ketika sungai masih merupakan jalur transportasi satu-satunya lampung tersedia di banyak lokasi,” kata Asmuddin Imum Mukim Punaga sambil menikmati segelas kopi di lampung milik Abdul Karim.
Dulu saking banyaknya lampung dinamai sesuai pemiliknya.
“Pemiliknya Dede, disebut lampung Pukak Dede,” jelas Asmuddin, Minggu (1/9/2019).
Lampung pada masa kejayaannya, berfungsi sebagai tempat menginap, persinggahan warga dan pedagang.
Kala itu lampung kerap menjadi pasar dadakan.
Setiap pagi lampung milik Abdul Karim menjadi tempat transaksi jual beli ikan sungai hasil tangkapan nelayan setempat.