Kelapa Sawit

Usaha Kelapa Sawit di Subulussalam Antara Harapan dan Kekhawatiran

Sebagian besar penduduk Subulussalam merupakan petani tradisional. Perkebunan selama ini menjadi andalan terbesar daerah itu.

Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
FOR SERAMBINEWS.COM
PETANI menggunakan sampan untuk mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Cok Harimau Kampong Suak Jampak, Kecamatan Rundeng, Kota SUbulussalam. Foto direkam, Sabtu (31/8/2019) 

Pembukaan kebun diupayakan mandiri oleh petani melalui lembaga berbadan hukum seperti koperasi yang dikelola petani dengan bantuan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya dengan jaminan pemerintah.

Yang tak kalah pentingnya, membantu kemandirian petani dalam proses pengolahan dan pemasaran sehingga tidak selalu dimonopoli oleh pengusaha.

Persoalan yang terjadi dalam tiga tahun terakhir ini menyangkut kondisi harga TBS yang merosot tajam.

Bahkan, sebulan lalu harga TBS di Subulussalam nyaris mencapai titik nadir. Sehingga timbul kekuatiran jika komoditas kelapa sawit tak lagi dapat diandalkan untuk penopang perekonomian masyarakat.

Hal ini melihat harganya yang saban tahun terjadi naik turun secara drastis.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit  Indonesia (Apkasindo) Kota Subulussalam versi Munas Jakarta, Subangun Berutu mengatakan harapan tetap ada seiring gencarna pemerintah malakukan inovasi dan meyakinkan pasar global.

Selain itu adanya  pemakaian CPO untukk dalam negeri bio fuel 20% (B20) yang kini sudah berjalan. Kemudian kata Subangun optimism lain yakni program B30 untuk maksimal tahun 2020.

Kendati demikian, Subangun berharap sepatutnya pemerintah untuk meningkatkan penyerapan dalam negeri sebagai ketahanan ekonomi, menghemat import BBM fosil.

Yang terjadi saat ini, lanjut Subangun kekhawatiran petani sehingga pemerintah wajib menjaga pasar, dan ada keberpihakan langsung.

Ini bisa ditunjukan dengan pembentukan lembaga BPDKS yang dapat dirasakan langsung manfaatnya  masyarakat, baik itu dibidang pendidikan, pelatihan, rehabilitasi dan  replanting kebun kelapa sawit petani.

”Dan pengusaha PMKS juga bersentuhan langsung dengan petani harus transparan terhadap harga beli TBS yang telah ditetapkan  pemerintah,” ujar Subangun.

Baca: Pizza Tektek Pelleng, Oleh-oleh Ala Penang Premier BUMDes Penanggalan Subulussalam

Baca: Kontroversi Hari Jadi Subulussalam, Ini Bukti Dokumentasi Surat Mantan Gubernur Prof Ali Hasyimi

Baca: Menjajal Arung Jeram Lae Kombih, Obyek Wisata Alam di Subulussalam

Ditambahkan, selama ini petani swadaya/mandiri banyak dirugikan dari harga beli TBS rendah, padahal petani mandiri, sudah jauh hari berbenah dengan menggunakan benih bersertifikat, lahan yang tidak tumpang tindih leglitasnya sudah berupa SHM, untuk mendorong program ISPO (sawit ramah lingkungan dan berkelanjutan).

“Intinya, jika pemerintah harus tampil di depan guna menstabilkan pasar sawit sehingga menjadi andalan ekonomi masyarakat,” pungkas Subangun

Para petani sawit juga berharap dukungan pemerintah terutama dalam hal kesediaan pupuk dan permodalan.

Selama ini, petani mengaku kesulitan untuk mengurus kelapa sawit secara maksimal atau peremajaan bagi tanaman usia 25 tahun lebih yang akan direplanting.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved