Sengketa Lahan
Sengketa Lahan di Dah Subulussalam Sudah Terjadi Sejak 2016
Kasus ini sebenarnya sudah pernah mencuat dan ditangani Pemerintah Kota Subulussalam namun sampai sekarang ternyata tak tuntas alias mandeg.
Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Lahan ini juga dikabarkan telah pernah dijual pemiliknya kepada PT Hargas Industri Indonesia sekitar tahun 1969-1970. PT HII adalah satu satu perusahaan yang bergerak di bidang tata usaha perkayuan.
Lebih jauh dijelaskan, lahan yang digugat ini mulai didiami masyarakat tahun 1980 dan pada tahun 1982 menjadi pasar tradisional bersamaan masuknya Unit Permukiman Transmigrasi SP IV Dah yang kini menjadi desa definitif bernama Sepadan.
Karenanya, masyarakat terkejut munculnya gugatan orang yang mengaku ahli waris pemilik tanah. Apalagi, saat orang tua penggugat masih hidup tidak pernah ada sengketa atau konflik.
Selain itu, lanjut Malim Sabar, warga di sana juga telah mendapat alas hak tanah pertapakan mulai surat kepala desa, akta hingga sertipikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Malim Sabar menambahkan, kasus sengketa lahan ini telah dua kali disidangkan masing-masing tanggal 6 Oktober 2015 dipimpin Assten I Sazali dan kedua dipimpin Sekdako Subulussalam Damhuri pada Rabu (18/5) lalu.
Namun dalam rapat itu belum membuahkan hasil kecuali akan dilakukan pengecekan ke lapangan atau identifikasi dan verifikasi.
Sayangnya, lanjut warga belum jelas kapan proses tersebut dilakukan. Warga berharap agar segera dituntaskan jangan sampai menimbulkan persoalan besar.
Baca: Massa Rusak Mobil Isuzu MUX di Dah Subulussalam, Begini Kronologis Lengkap Menurut Polisi
Kepala bagian tata praja dan pemerintahan (Kabag Tapem) Setdako Subulussalam M Ali Tumanggor mengatakan, pihaknya belum dapat mengambil kesimpulan menyangkut sengketa tanah terkait sebelum turun ke lapangan.
Sebab, lanjut Ali, tanah seluas 17.8 hektare yang dipersoalkan ahli waris juga tidak jelas titiknya. Pihak ahli waris tidak bisa menunjukan dimana sebenarnya letak tanahtersebut.
Mereka hanya menunjukan surat-surat kepemilikian berupa segel 3000 tahun 1970 bahkan ada yang di bawahnya.
Sebenarnya, asal mula sengketa menurut Ali Tumanggor berawal dari proyek pembangunan jembatan. Namun pihak ahli waris menyatakan juga pernah mengajukan ganti rugi pada masa kepala bagian tata praja sebelumnya di era Lidin Padang atau sekitar tahun 2009-2010 silam.
Ali Tumanggor mengatakan, jika memang lahan yang digugat tersebut berada di perkampungan penduduk dan terdapat fasilitas pemerintahan maka akan disimpulkan sikap pemko selanjutnya.
Sejauh ini, Ali mengaku pihaknya masih berada dalam posisi netral.”Intinya kami baru bisa bersikap kalau sudah turun dan teridentifiasi mana tanah yang bermasalah sekarang titiknya aja tidak jelas. Kita sudah minta BPN turun. Karena tinggal BPN kapan mereka siap, harusnya ini secepatnya biar tuntas,” ujar Ali Tumanggor.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah insiden melibatkan ratusan masyarakat hingga pengrusakan satu unit mobil dilaporkan terjadi di Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Minggu (1/9/2019) siang.
Menurut informasi, peristiwa tersebut dipicu adanya kata-kata kasar terhadap masyarakat di desa tersebut.