Sosok Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang Terjaring OTT KPK, Ternyata Anak Seorang Hakim
KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (2/9/2019).
SERAMBINEWS.COM - Tim Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (2/9/2019).
Hasilnya, mereka mengamankan dan membawa empat orang ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Salah satunya yakni Bupati Muara Enim Ahmad Yani.
Seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (3/9/2019), selain membawa Ahmad Yani mereka juga mengamankan uang sekitar 35.000 dollar AS yang diduga merupakan uang terkait proyek di dinas PU setempat.
Lantas bagaimana profil dari Ahmad Yani?
Dikutip dari Tribun Sumsel, Ahmad Yani merupakan anak dari seorang Hakim Pengadilan Tinggi Agama, Suratul Kahfie SH dan Hj Yusa.
Ahmad Yani lahir di Jakarta, pada 10 November 1965.
Ia mencalonkan diri sebagai Bupati Muara Enim bersama Juarsah pada Pilkada tahun 2018 lalu.
Hasilnya, dia berhasil mengalahkan tiga pasangan lain dan memenangkan Pilkada dengan memperoleh 67.522 suara atau sekitar 33,82 persen.
Dilansir dari dpm-ptsp.muaraenimkab.go.id, website resmi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Muara Enim, setelah menjadi Bupati, Ahmad Yani pernah mengeluarkan program pencegahan korupsi.
Program tersebut sudah tertuang dalam keputusan Bupati Muara Enim Nomor: 660/KPTS/Inspektorat/2018 tentang Rencana Aksi Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Kabupaten Muara Enim Tahun 2018-2019 dan Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.
Ikrar Anti Korupsi
Bahkan Ahmad Yani juga sempat mengajak pejabat untuk berikrar anti korupsi pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI), Kamis (13/12/2018).
Menurut Ahmad Yani, kegiatan tersebut sebagai bentuk keseriusan Pemkab Muara Enim dalam mendukung pencegahan anti korupsi di lingkungannya.
Saat itu, Ahmad Yani berpesan, peringatan HAKI sebagai pengingat bahwa korupsi hanya dapat dilawan dengan cara bersama-sama.
Walaupun Bupati Muara Enim sudah ditangkap oleh KPK, pemerintahan di Muara Enim dipastikan akan berjalan normal.
"Kami pastikan roda pemerintahan di Pemkab Muara Enim tetap berjalan seperti biasa, ASN juga tetap masuk kerja," kata Hasanuddin, Sekretaris Daerah Kabupaten Muara Enim sebagaiamana diberitakan Kompas.com, Selasa (3/9/2019).
Masih dari sumber yang sama, pihak Pemkab Muara Enim mengaku belum menerima konfirmasi resmi dari KPK atas penangkapan Ahmad Yani.
"Semua ini belum jelas, kami masih menunggu keterangan resmi dari pihak berwenang dalam hal ini KPK terlebih dahulu," kata Hasanuddin.
Dibantah Anaknya
Sementara itu, Naufal, anak kedua Bupati Muara Enim Ahmad Yani membantah ayahnya terkena OTT yang dilakukan KPK.
Menurut dia, ayahnya saat ini sedang dibawa ke Jakarta dalam status sebagai saksi.
"Dibawa ke Jakarta untuk sebagai saksi, karena sebelumnya perlu diketahui. Pada saat kejadian itu bukan OTT kebenarannya," katanya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Selasa (3/9/2019).
Naufal mengatakan, pada Senin (2/9/2019), Ahmad Yani sedang menggelar rapat rutin mingguan di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Muara Enim.
"Kami anggap ini musibah," ujar dia.
Kronologi OTT Bupati Muara Enim
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani berawal pada Senin (2/9/2019).
Saat itu, selain mengamankan Ahmad Yani, tim KPK juga mengamankan Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar; pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi beserta stafnya Edy Rahmadi.
"KPK mendapat informasi akan ada penyerahan uang sebagai bagian dari commitment fee 10 persen dari proyek yang didapatkan oleh ROF (Robi) kepada Bupati AYN melalui EM (Elfin)," kata Basaria dalam konferensi pers, Selasa (3/9/2019).
Sekitar pukul 15.30 WIB, tim KPK melihat Robi dan stafnya, Edy Rahmadi bertemu Elfin di sebuah restoran mi ayam di Palembang. Pada pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya penyerahan uang dari Robi ke Elfin.
Setelah melihat penyerahan uang, tim KPK pun segera melakukan penindakan.
"Setelah penyerahan uang terlaksana, sekitar pukul 17.00 WIB, tim mengamankan EM dan ROF beserta staf dan mengamankan uang sejumlah 35.000 dollar AS," kata Basaria.
Secara paralel pada pukul 17.31 WIB, tim KPK mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim.
Tim juga mengamankan sejumlah dokumen.
Namun, KPK tidak menjelaskan secara detail dokumen apa saja yang diamankan.
"Setelah melakukan pengamanan di rumah dan ruang kerja ROF, ruang kerja EM serta ruang kerja Bupati, tim kemudian membawa tiga orang ke Jakarta sekitar pukul 20.00 WIB dan Bupati pada 3 September 2019 pukul 07.00 WIB," kata Basaria.
Berdasarkan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Ahmad Yani, Elfin dan Robi sebagai tersangka.
Ahmad Yani diduga sudah menerima fee sekitar Rp 13,4 miliar Robi Okta Fahlefi.
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 10 persen untuk 16 paket pekerjaan jalan dengan nilai sekitar Rp 130 miliar.
Atas perbuatannya, Ahmad Yani dan Elfin diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Robi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tanggapan Gubernur Sumsel
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengimbau pada seluruh kepala daerah di Sumatera Selatan, baik bupati maupun wali kota agar tidak bersentuhan dalam hal teknis dalam setiap proyek pemerintahan.
Hal itu diungkapkan Herman Deru pasca penetapan Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), atas kasus dugaan fee proyek pembangunan jalan Rp 13,4 miliar.
"Yang paling cantik itu, kepala daerah enggak usah bersentuhan hal-hal teknis, terkait dengan kontraktor atau pihak ketiga, mainkan kebijakan saja," kata Herman saat berada di Griya Agung Palembang, Rabu (4/9/2019).
"Jangankan Rp 13 miliar, Rp 1 triliun saja bisa kalau APBD nya ada. Cuma jangan bersentuhan dengan teknis, kontraktor," kata Herman.
Herman mengatakan, penetapan status tersangka kepada Ahmad Yani tentu berdasarkan dua alat bukti yang menguatkan penyidik.
Herman meyakini KPK telah memiliki bukti kuat, termasuk jejak digital dan sebagainya.
Herman berharap kejadian yang menimpa Ahmad Yani dijadikan pelajaran kepada kepala daerah lain, untuk menghindari tekanan baik dari politik, teman dan keluarga.
Sebab, menurut Herman, jabatan menjadi kepala daerah merupakan kepercayaan yang diberikan masyarakat dan sebuah martabat dan kehormatan yang harus dijaga.
"Tidak usah main proyek, main kebijakan saja. Seperti anggaran, tadi sudah saya sampaikan, bahwa pemerintah daerah membuat kebijakan. Kalau masalah teknis, sudah masalah lembaga yang terpercaya lah. Artinya ULP nya, dinasnya," kata Herman.
Selain Ahamd Yani, KPK menjerat Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar dan pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi sebagai tersangka.
Ahmad Yani dan Elfin diduga sebagai penerima suap. Sementara Robi diduga sebagai pemberi suap.
Ahmad Yani diduga menerima fee bersama Elfin dari Robi terkait paket pekerjaan pembangunan jalan tahun anggaran 2019.
Baca: Siswa di Peusangan Bireuen Semarakkan Pawai Taaruf 1 Muharram 1441 Hijriah
Baca: Kecelakaan Tol Cipularang yang Tewaskan 8 Orang, Sopir Truk Jadi Tersangka, Ini Kronologi Lengkapnya
Baca: Truk Ikan Dievakuasi, Pengangkut Kayu Ilegal Ditangkap
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terjaring OTT KPK, Berikut Profil Bupati Muara Enim"
Penulis : Dandy Bayu Bramasta