Tingkatkan Penerimaan Negara, Pemerintah Bakal Naikkan Tarif Cukai Rokok hingga 10 Persen
Langkah ini bakal dilakukan lantaran pemerintah meningkatkan target penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar 9 persen.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menjelaskan, ada tiga temuan utama dari hasil kajian Indef terkait kebijakan cukai rokok.
Pertama, struktur cukai saat ini masih belum mengakomodir persaingan yang berkeadilan dan cenderung memiliki celah yang mampu dimanfaatkan.
PMK 146/2017 yang direvisi menjadi PMK 156/2018 telah membuat golongan tarif cukai rokok berdasarkan jenisnya yaitu sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT).
Golongan tarif tersebut disusun berdasarkan produksi untuk membedakan perusahaan besar dan kecil.
Namun, temuan yang ada saat ini menunjukkan perusahaan besar masih bersaing dengan perusahaan kecil.
“Golongan tarif berdasarkan jumlah produksi cukup berpengaruh terhadap tingkat persaingan berkeadilan (level playing field),” kata Tauhid dalam keterangannya, Rabu (28/8/2019).
Kedua, dari hasil penelitian sampai April 2019, Indef menemukan bahwa dari tujuh perusahaan rokok multinasional, terdapat indikasi pelaku industri besar yang memproduksi dalam jumlah banyak membayar tarif cukai rokok pada golongan rendah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Menengah telah mengatur bahwa perusahaan dengan penjualan di atas Rp 50 miliar per tahun termasuk kategori usaha besar.
Namun dalam Undang-undang Cukai Nomor 39 tahun 2007 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai turunannya tidak terdapat kategori soal skala usaha industri rokok.
Skala usaha industri rokok hanya mengacu pada jumlah produksi rokok.
Ketiga, keberadaan 'diskon rokok' yang menyalahi konsep cukai sebagai instrumen pengendalian dan berpotensi membuka peluang persaingan yang tidak berkeadilan.
Tauhid mengatakan diskon rokok terjadi salah satunya akibat level playing field yang tidak setara.
Selain bertentangan dengan tujuan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia, keberadaan diskon rokok juga turut membuat penerimaan negara tidak optimal.
Dari 1.327 merek rokok yang diteliti pada April 2019, sebanyak 46,8 persen diskon terjadi pada sigaret kretek mesin yang membayar tarif cukai golongan yang rendah.
“Diskon banyak dilakukan oleh pelaku dengan tingkat persaingan besar,” ujar Tauhid.