Kisah Habibie
Habibie, Si Anak Cerewet yang Jenius Karena Pola Asuh Ayahnya
Saya dari lahir, cuma butuh tidur empat jam, selebihnya yang dua puluh jam, panca indera saya menyerap lingkungan dan bertanya-tanya.
Ayahnya memang menjabat landbouwconsulent atau setara dengan Kepala Dinas Pertanian di Pare Pare, Sulawesi Selatan.
Ayahnya tidak kesel dengan pertanyaan Rudy tersebut, tapi menjawabnya dengan serius.
Ia tak menjawab dengan jawaban yang sederhana, tetapi menjawabnya dengan serius tapi dengan cara yang sesederhana mungkin sehingga anak kecilpun tahu.
“Papi sedang melakukan eksperimen, jadi kita bisa menemukan jawaban dari percobaan. Nah, ini namanya setek. Batang yang di bawha itu adalah mangga yang ada di tanah kita, tapi rasanya tidak seenak mangga dari Jawa. Jadi, batang Mangga dari jawa, Papi gabungkan dengan batang yang di bawah ini”, kata ayahnya.
Rudy kembali bertanya, “Mengapa Papi gabungkan?”
Jawaban ayahnya: “Agar kamu dan teman-teman bisa makan Mangga yang enak”.
Lantas Rudy bertanya lagi: “Kalau gagal bagaimana?”.
Jawaban ayahnya: “ Kita cari cara lain dan pohon Mangga lain agar bisa tumbuh di sini”.
Rudy pun puas atas jawaban ayahnya itu.
Itulah yang selalu dilakukan ayahnya setiap kali Rudy bertanya segala sesuatu, dijawab dengan cara sesederhana mungkin agar bisa dipahami anak kecil.
Dengan cara itulah, keingintahuan Rudy terus tumbuh dan terasah sampai dewasa.
Namun, ayahnya tidak setiap saat selalu ada saat Rudy ingin bertanya sesuatu.
Hasilnya, usia 4 tahun, Rudy sudah lancar membaca dan rajin melahap buku-buku yang disediakan ayahnya.
Pendek kata, sejak usia empat tahun, buku menjadi cinta pertama Rudy dan membaca menjadi bagian hidupnya.
Rudy membaca buku apa saja, mulai ensiklopedia sampai buku cerita.