Feature
Menelusuri Jejak Para Raja Tuangku di Pulau Banyak-Singkil
Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang ada di Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Embun di dedaunan berkilau bias sinar matahari. Sejurus kemudian jatuh ke bumi, tersenggol ayunan kaki.
Di bawah rumpun pisang, sumur tua itu terlihat mencolok dari kepungan rumput liar. Bentuknya kokoh, kendati berumur ratusan tahun.
Sumur tersebut merupakan peninggalan para raja (tuangku) yang mendiami Pulau Tuangku, di Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. Terletak di kaki gunung Tiusa, gunung tertinggi di gugusan Kepulauan Banyak.
Ditemani Mursin Penjabat Keuchik Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Serambinews.com, mencari petunjuk tahun pembangunannya. Sayang tidak ditemukan.
Sumur itu dilingkari tembok tersebut dibangun sekitar abad ke-18 semasa Pulau Tuangku dipimpin Sutan Alam.
Airnya terlihat hitam lantaran lama tak dipakai. "Dibangun semasa Sutan Alam, raja kelima," kata Herlin, keturunan ketujuh panglima perang kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku tersebut.
Air sumur tak pernah kering. Kendati tak lagi dimanfaatkan warga lantaran rata-rata sudah memiliki sumur di rumah masing-masing.
Namun pascagempa tsunami lalu sumur menjadi sumber memenuhi kebutuhan air warga Haloban dan Asantola, dua desa bertetangga di Kecamatan Pualau Banyak Barat.
Kala itu sumur milik warga banyak rusak. Tapi tidak dengan sumur warisan raja. "Saat tsunami, sumur itu dimanfaatkan warga untuk penuhi kebutuhan air," ujar Herlin.
Berdasarkan literatur serta kisah dari mulut ke mulut, Pulau Tuangku setidaknya pernah dipimpin enam raja. Namun ada catatan sejarah yang belum tersambung.
Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang ada di Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku.
Pulau Tuangku sendiri diambil dari nama raja terakhir yang bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar.
Mengenai raja terakhir ini ada yang mengatakan hanya pelaksana tugas, sebab pewaris tahta masih menempuh pendidikan di luar kerajaan.
Uniknya, nama-nama raja yang mendiami Pulau Tuangku, sejauh ini masih berupa sisa catatan sejarah.