Jurnalisme Warga
Sensasi Mengajar sebagai Guru Muda
Ketika mendengar kata “guru”, pasti yang terbanyak dalam pikirin kita adalah seorang pengajar, baik itu mengajar di sekolah atau pun mengajar

OLEH MUZIRUL QADHI, Mahasiswa STKIP BBG Banda Aceh dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) melaporkan dari Banda Aceh
Ketika mendengar kata “guru”, pasti yang terbanyak dalam pikirin kita adalah seorang pengajar, baik itu mengajar di sekolah atau pun mengajar di kelas-kelas bimbingan belajar (bimbel). Guru mengajarkan kita tentang kedisiplinan, tentang wawasan hidup, dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah hidup kita. Akan tetapi, ada juga peserta didik yang beranggapan bahwa menjadi guru itu tidak menarik, tidak fashion, dan pekerjaan yang membosankan. Padahal, tanpa seorang guru kita bukanlah apa-apa. Seperti kata bijak yang saya cantumkan berikut ini: Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tetapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang-orang hebat.
"Kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang sentiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di sela-sela tanamannya," kata Abu Hamid Al Ghazali.
"Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah," tukas Ki Hadjar Dewantara.
Saya yang merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) BBG Banda Aceh yang kini seddang melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK N 1 Mesjid Raya, Aceh Besar, dilepas pada tanggal 22 Juli 2019 di halaman kampus bersamaan dengan 196 mahasiswa STKIP BBG lainnya. Kami ditempatkan di sekolah-sekolah dalam wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.
Program PPL ini adalah tahapan untuk mempersiapkan calon guru profesional dan berkompeten agar menghasilkan generasi atau siswa yang bermutu serta mempunyai wawasan luas dengan berbagai metode yang diterapkan oleh si guru muda tersebut.
Dalam kaitan ini saya ditempatkan selama empat bulan sebagai guru muda yang tentunya tidak terlepas dari kontrol pamong (guru senior). Selain mengajar, kami sebagai mahasiswa PPL juga dituntut melaksanakan pengabdian masyarakat selama empat bulan. Bisa dilakukan di sekolah, bisa juga di gampong tempat kita mengajar. Ini merupakan salah satu syarat sebagai mahasiswa akhir untuk mendapatkan gelar sarjana.
Setiap paginya saya harus bangun cepat, berkemas, dan bergegas ke sekolah sebelum pukul 8 pagi. Saya merasakan seolah-olah saya telah menjadi guru sungguhan dan saya sangat menikamati proses ini. Memang ada kendala jarak rumah kos saya dengan sekolah agak jauh, sekitar 7 km, karena saya tinggal di Banda Aceh. Tapi ya, mau tak mau, saya harus bergerak lebih awal. Hal itu tidak mematahkan semangat saya untuk selalu bertemu dengan anak-anak murid saya yang telah merasakan adanya sebuah kerinduan layaknya antara orang tua dan anak.
Ada sensasi yang begitu membahagiakan jiwa dalam aktivitas yang baru saya tekuni ini. Sebenarnya menjadi guru muda selain memiliki stamina yang lebih kuat, juga suara dari hati bahwasanya menjadi guru itu adalah pekerjaan yang sangat mulia. Mendidik anak mulai dari akhlaknya hingga memastikan wawasan pikirannya bertambah sehingga mampu bersaing secara global itu sungguh pekerjaan yang mulia. Tak boleh pula dilakukan secara sembarangan, karena yang kami dididik ini adalah manusia yang belum dewasa.
Banyak kesan yang bisa saya dapatkan selama hampir dua bulan terakhir menjadi pengajar muda, mulai belajar menjadi seorang bapak, belajar saling menyapa antarsesama guru, belajar menghadapi siswa yang notabane adalah anak milenial, tentunya tingkah lakunya juga milenial.
Jujur saja, di awal-awal saya PPL ada rasa canggung atau rikuh. Ya, mungkin saja karena kurang percaya diri atau belum mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Tapi keadaan seperti itu hanya sebentar karena guru-guru lainnya--ibarat sudah menjadi satu keluarga--selalu memberikan semangat dan trik kepada saya tentang bagaimana cara mengajar dan menghadapi siswa.
Di SMK N 1 Mesjid Raya sendiri terdapat empat guru muda lainnya yang sama-sama berasal dari kampus STKIP BBG Banda Aceh. Kurang lebih sudah hampir 50 hari kami berada di sekolah ini sebagai pengajar muda. Banyak hal yang tidak kita duga dan banyak hal yang harus kita pelajari serta pahami untuk menjadi seorang guru yang dapat digugu dan ditiru oleh para siswa.
Apalagi saya berada di sekolah kejuruan, ya sudah barang tentu berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sifatnya lebih ke umum. Siswa kejuruan itu cenderung lebih menyukai mata pelajaran bidang kejuruannya masing masing daripada mata pelajaran umum. Mereka juga lebih menginginkan praktik turun ke lapangan daripada teori yang berlebihan. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi saya selaku guru muda atau bisa dikatakan pemula.
Adalah fakta di lapangan bahwa menjadi guru itu tidak hanya mengajar, tapi juga belajar, terutama belajar memahami karakter dan komposisi pendidikan siswa.
Banyak hal menarik dirasakan sebagai seorang guru nonvokasi agar siswa betah di dalam ruang dan mau mendengarkan gurunya, mulai dari menyiapkan metode, cara kita mengajar, bagaimana cara kita menguasai kelas, hingga penampilan rapi dan menarik sudah barang tentu menjadi kewajiban menjadi seorang guru bak seperti publik figur yang tampil menawan di hadapan fansnya.
Tak jarang pula saya menemukan siswa yang bandel. Pokoknya berbagai macam tipelah ada di sekolah ini. Mulai dari siswa yang susah diatur, siswa yang malas menulis, siswa yang caper, siswa yang kerjaannya ke luar masuk kelas saja, bahkan ada siswa yang suka “gangguin” gurunya. Untungnya saya guru laki-laki. Kalau perempuan, mungkin sudah digoda habis oleh siswa. Hal itu memang sudah lumrah kita temukan di lapangan, apalagi di zaman modern ini. Zaman saat hampir semua orang memiliki smartphone, tak terkecuali siswa. Bahkan ada siswa ketika guru sedang mengajar tanpa sungkan ia bermain PUBG atau game online lainya.
Sebaliknya, ketika yang diajarkan mata pelajaran bidang kejuruannya, mereka tampak tekun dan begitu serius. Hal ini bisa kita buktikan dengan berbagai torehan prestasi yang didapat oleh SMK N 1 Mesjid Raya. Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Sekolah Nomor 956/BAN-SM/Aceh/SK/2018 SMK N 1 Mesjid Raya ini dinyatakan menjadi sekolah unggul dengan akreditasi A. Juga mendapatkan mandat sebagai sekolah rujukan dari Dinas Pendidikan Aceh.
Namun, meskipun demikian, hal-hal buruk seperti anak bermain game online di kelas, kemudian tingkah lakunya yang tak baik, sebagai guru muda kita harus menegur bahwasanya tindakan tersebut tidak terpuji. Tetap ada cara untuk menjalin keharmonisan guru dengan siswa, mulai dari cara berkomunikasi yang baik, juga kerap sekali saya lakukan interaksi dari hati ke hati dengan siswa untuk menyelami kendala belajar yang ia alami.
Sebenarnya sekolah yang didirikan pada tahun 1992 ini awalnya bernama SMIK. Di sini terdapat empat program keahlian/jurusan seni rupa dan kerajinan, yakni jurusan kriya kayu, kriya logam, kriya tekstil, dan kriya keramik. Pascatsunami Aceh tahun 2004, jumlah siswa di sekolah ini menurun drastis hingga akhirnya jurusan kriya keramik ditutup.
Lalu pada tahun 2007 dibuka program keahlian baru, yaitu multimedia. Melihat meningkatnya kembali minat calon siswa untuk sekolah di SMK N 1 Mesjid Raya ini pihak sekolah pun kembali membuka program baru, yaitu teknik kendaraan ringan (TKR) pada tahun 2013 sehingga saat ini SMK N 1 Mesjid Raya memiliki tiga program keahlian dengan lima paket keahlian, di antaranya desain produk kriya (DPK) yakni DPK kayu, DPK kriya, dan DPK tekstil. Kemudian, dua lagi adalah program keahlian teknologi informasi dengan paket multimedia dan program keahlian teknik otomatif dengan paket keahlian teknik kendaraan ringan (TKR). Selain itu juga telah dibuka paket keahlian tata busana butik.
Dari berbagai macam jurusan program keahlian, kriya tekstil mendominasi dalam hal prestasi, baik untuk tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. Bahkan tahun lalu SMK N 1 Mesjid Raya meraih juara II terbaik Tekstil dan Kriya Tekstil Lomba Kompetensi Siswa Tingkat Nasional di Surakarta. Untuk tingkat kabupaten dalam even O2SN ataupun LKS SMK N 1 Mesjid Raya salah satu sekolah langganan yang paling sering membawa pulang piala, medali, dan banyak lagi prestasi lain yang telah dicapai sekolah yang luasnya 4,5 hektare ini.
Nah, itulah sepenggal cerita dan sensasi menjadi seorang guru muda di SMK N 1 Mesjid Raya. Jangan pernah takut menjadi seorang guru, karena guru adalah sumber ilmu dan sosok yang dengan tulus membesarkan orang-orang hebat.