Peringatan G30S

Kisah Pierre Tendean, Letnan Korban G30S yang Tak Sempat Lamar Kekasih

Demi melindungi atasannya, Lettu Pierre Tendean pun menyebut dirinya sebagai Jenderal AH Nasution.

Editor: Taufik Hidayat
Facebook dan Kompas.com
Kapten Tendean (Kolase) 

Sebelum menjadi korban, Pierre Tendean sudah merencanakan sesuatu yang manis yakni melamar sang kekasih.

SERAMBINEWS.COM - Gerakan 30 September tahun 1965 atau dikenal pertistiwa G30S, menjadi peristiwa berdarah pada rezim orde lama.

Dari sejumlah perwira tinggi TNI yang menjadi korban pembantaian Gerakan 30 September tahun 1965, satu di antaranya adalah Pierre Andreas Tendean.

Pierre Tendean merupakan buah cinta dari pasangan AL Tendean dan Maria Elizabeth Cornet.

Ayahnya adalah dokter berdarah Minahasa sedangkan sang ibu berdarah campuran, Indonesia dan Perancis.

Pierre Tendean berkeinginan menjadi TNI.

Namun, orang tuanya sempat lebih mengarahkan Pierre Tendean untuk menjadi seorang dokter atau insinyur.

Walaupun begitu, Pierre Tendean tetap bertekad menjadi TNI.

Ia masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada 1958 dan lulus pada 1961. Setelah lulus, Pierre Tendean berpangkat letnan dua.

Setelah setahun menjadi bertugas di Medan, Pierre Tendean pun menjalani pendidikan intelijen di Bogor.

Lulus sekolah intelijen, Pierre Tendean pun menjadi seorang mata-mata.

Ia sempat ditugaskan melakukan penyusupan saat adanya konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Berkat kerja keras dan kemampuannya, Pierre Tendean dipandang sebagai TNI yang unggul.

Dilansir dari Kompas, hal ini terbukti dari berebutnya tiga jenderal untuk menjadikan Pierre Tendean sebagai ajudan.

Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.

Halaman
1234
Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved