Berita Lhokseumawe

Koalisi NGO HAM Aceh Minta Hakim Bebaskan Mursyidah Atas Dakwaan Perusakan Pangkalan Elpiji 3 Kg

Sebelumnya, janda tiga anak itu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari setempat selama 10 bulan penjara.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
For serambinews.com
Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad 

Sebelumnya, janda tiga anak itu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari setempat selama 10 bulan penjara.

Koalisi NGO HAM Aceh Minta Hakim Bebaskan Mursyidah Atas Dakwaan Perusakan Pangkalan Elpiji 3 Kg 

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Koalisi NGO HAM Aceh meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe (PN) membebaskan Mursyidah.

Agenda pembacaan putusan terhadap Warga Gampong Meunasah Mesjid, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe akan berlangsung dalam sidang pamungkas di PN setempat, Selasa (5/11/2019). 

Sebelumnya, janda tiga anak itu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari setempat selama 10 bulan penjara. 

Ia didakwa merusak rumah toko yang dijadikan pangkalan elpiji 3 Kg di Gampong Meunasah Mesjid, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. 

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad kepada Serambinews.com, Jumat (1/11/2019) mengatakan apa yang dilakukan janda tersebut bukan tanpa alasan. 

Kasus itu, katanya, berawal protes warga tentang adanya dugaan penimbunan gas LPG 3 Kg yang dilakukan pangkalan gas di desa tersebut. 

“Kelakuan pangkalan inilah yang kami duga telah menyebabkan keresahan terus menerus di masyarakat.

Oleh karena itu, tidak jarang kita dengar kutukan dan makian masyarakat terhadap pemerintah pusat.

Karena itu kita minta majelis hakim bebaskan Mursyidah dan kepada pihak berwenang cabut izin pangkalan ini,” kata Zulfikar.

Gelandang Senior Miralem Pjanic Khawatir Penampilan Juventus yang tak Garang di Depan Gawang

Menurut Zulfikar, perlakuan pengkalan tersebut sudah memicu emosi warga yang tidak mendapatkan gas LPG 3 kg.

Sehingga, pihak kepolisian dari Polres Lhokseumawe turun tangan dan mengamankan lokasi yang dipadati warga Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, Sabtu 24 November 2018.

Warga tidak terima karena mengantre dari siang hingga malam hari, tapi tidak mendapatkan gas melon yang diduga telah diamankan pemilik.

“Saat penggerebekan polisi mendapati tutup gas LPG yang terlepas di atas meja.

Selain itu, sebanyak 59 tabung juga ditemukan petugas masih tersegel dan berisi penuh,” ujar dia.

Selain mengamankan buku catatan jual beli dan enam tabung gas, kata Zulfikar, polisi juga mengamankan 3 tabung yang sebelumnya dirampas Mursyidah. 

“Anehnya kasus ini menguap layaknya gas 3 kg. Keadaan ini telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat miskin,” ujarnya.

Menteri Agama Fachrul Razi Singgung Praktik Korupsi Masih Banyak Terjadi, Ini 4 Kasus di Kemenag

Kisah Tragis Gadis Desa, Dirudapaksa Oleh 500 Pria Sejak Usia 11 Tahun, Pengakuan Korban Memilukan

Keuchik Meunasah Mesjid, Muara Dua, Lhokseumawe, Rusli AB bersama sejumlah tokoh masyarakat mengunjungi rumah Mursyidah, Jumat (1/11/2019), warga miskin yang dituntut 10 bulan penjara karena diduga melakukan pengrusakan di pangkalan elpiji.
Keuchik Meunasah Mesjid, Muara Dua, Lhokseumawe, Rusli AB bersama sejumlah tokoh masyarakat mengunjungi rumah Mursyidah, Jumat (1/11/2019), warga miskin yang dituntut 10 bulan penjara karena diduga melakukan pengrusakan di pangkalan elpiji. (SERAMBINEWS.COM/SAIFUL BAHRI)

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini sudah mengundang reaksi masyarakat setelah diberitakan media.

Salah satunya adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (BEM Unimal), Muhammad Fadli.

“Dalam kasus ini ada beberapa kejanggalan yang kami analisis setelah melihat dan mewawancara langsung Kak Mursyidah dengan datang ke rumahnya,” ujar Ketua BEM FH Unimal kepada Serambinews.com.

Menurut Muhammad Fadli, saat proses penyelidikan, Mursyidah belakangan  baru mendapatkan kuasa hukum karena ia mengaku tidak mengerti hukum.

Bahkan Mursyidah mengaku tidak bisa membaca, sehingga apapun surat yang disuruh teken, ia tanda tangan.

“CCTV yang ada di toko tersebut tidak dihadirkan ketika proses pemeriksaan alat bukti di persidangan.

Padahal CCTV tersebut bisa menjadi alat bukti tambahan dari alat bukti petunjuk sebagaimana disebutkan Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang sah,” ujar Fadli.

Karena itu BEM Hukum Unimal meminta hakim PN Lhokseumawe melihat kasus ini dalam kacamata yang objektif dan professional, sebelum membacakan amar putusan yang dijadwalkan pada 5 November mendatang.

“Hakim harus menjadi corongnya Undang-undang sesuai dengan azaz Bouchedelaloi, bukan corong lainnya apalagi menjadi corong kepentingan pihak-pihak tertentu.

Hakim harus melihat nilai lain dari kasus ini, bukan hanya dari aspek yuridis. Namun juga dari aspek sosiologis,” ujar Ketua BEM Fakultas Hukum.

BEM Fakultas Hukum Unimal, meminta hakim agar memvonis bebas kak Mursyidah atau minimal hukuman percobaan. 

Sebab, Mursyidah adalah rakyat miskin, rumahnya saja hampir roboh dan kesehariannya mencari nafkah dengan cara menjual kerupuk.

Suaminya Mursyidah sekitar dua pekan lalu meninggal dunia.

Mursyidah mengaku suaminya shock, setelah mendengar tuntutan tersebut.

Saat ini, Mursyidah memilliki 3 anak, dua diantaranya masih kecil.

“Beliau saat ini menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal, bagaimana nasib dari ketiga anak kak mursidah bila ibunya di penjara,” ujar Fadli. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved