Mahasiswa Kumpul KTP untuk Mursyidah, Hari Ini Sidang Vonis Putusan
Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Senin (4/11/2019) siang menyerahkan
Hal ini didasari pada beberapa hal, antara lain dari sisi kemanusiaan, dimana Mursyidah selaku warga miskin juga baru kehilangan suaminya, sehingga ada tiga anak yatim bersamanya sekarang ini. Selain itu, dugaan perusakan tersebut terjadi saat perempuan tersebut bersama masyarakat lain sedang berupaya membongkar dugaan kecurangan yang dilakukan pihak pangkalan.
"Jadi kita harapkan adanya kebijakan dari hakim dalam memutuskan perkara ini. Semoga saja Mursyidah nantinya tidak sampai harus menjalani hukuman kurungan penjara," pinta Haji Uma.
Di hari yang sama, Ketua PN Lhokseumawe juga menerima kunjungan Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe, Irwan Yusuf. Kedatangan politisi Gerindra tersebut juga berkaitan dengan perkara Mursyidah. Namun ia menegaskan tidak bermaksud ingin mengintervensi hukum. "Kita sangat menghormati proses hukum," katanya kepada Serambi.
Ia mengaku, datang ke PN hanya untuk menyampaikan aspirasi masyarakat, dengan harapan adanya kebijakan dari majelis hakim dalam memutuskan perkara Mursyidah. Karena apabila nantinya Mursyidah sampai dihukum penjara, maka yang menjadi korban berikutnya adalah ketiga anaknya yang saat ini sudah berstatus yatim.
"Bila nanti Mursyidah ditahan, ketiga anak yatim yang masih kecil-kecil tersebut siapa yang pelihara. Makanya kita sangat mengharapkan adanya kebijakan majelis hakim," harap Irwan Yusuf.
Ketua PN Lhokseumawe, Teuku H Syarafi, menyambut baik kedatangan pimpinan DPRK Lhokseumawe. Ia akan menampung aspirasi yang disampaikan sejauh tidak mengintervensi hukum. "Pastinya kita tetap tampung aspirasi yang diutarakan pimpinan dewan tersebut sejauh tidak mengintervensi majelis hakim," demikian Teuku H Syarafi.
Selain kasus dugaan perusakan pangkalan elpiji yang dilakukan oleh Mursyidah, Serambi juga mendapat informasi bahwa pihak kepolisian sebelumnya juga pernah melakukan penyelidikan dugaan penimbunan elpiji 3 kilogram (Kg) yang dilakukan oleh pangkalan tersebut. Tetapi belakangan kasusnya dihentikan.
Informasi tersebut terungkap dari keterangan Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Aceh, H Munawal Hadi SH MH yang dikonfirmasi Serambi, Senin (4/11/2019).
Ketika ditanyai terkait dugaan kasus penimbunan elpiji, Munawal mengatakan bahwa pihak kejaksaan Kejari Lhokseumawe hanya menerima berkas kasus dugaan perusakan pangkalan dari penyidik Polres setempat dengan terdakwa Mursyidah. Sedangkan berkas kasus dugaan penimbunan gas yang diduga dilakukan oleh pihak pangkalan tidak masuk ke jaksa.
"Yang kita terima hanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dan berkas dalam perkara perusakan. Sedangkan untuk perkara penimbunan, kita tidak pernah terima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan," katanya.
Menurut Munawal, polisi pernah melakukan penyelidikan terhadap pangkalan tersebut atas kasus dugaan penimbunan elpiji 3 Kg. Tapi polisi tidak menemukan alat bukti yang lengkap sehingga kasus itu dihentikan. "Itu tidak cukup alat bukti, makanya tidak ditingkatkan (ke jaksa)," ujar Munawal.
Secara terpisah, anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma mengaku dirinya sudah dua malam mencari informasi terkait situasi sebenarnya dengan menjumpai warga. Dia juga mendapat informasi bahwa kasus penimbunan elpiji oleh pangkalan sudah dihentikan oleh polisi.
"Pengusutan itu sudah dihentikan, katanya tidak ada barang bukti. Sementara di dalam (pangkalan) pada waktu itu banyak barang bukti," ungkap senator Aceh, Haji Uma saat dikonfirmasi Serambi melalui telepon, Senin (4/11/2019).
Dari informasi yang didapatnya, pangkalan itu juga pernah melakukan pelanggaran sehingga izin operasinya dicabut oleh pihak Pertamina. Menurut Haji Uma, pencabutan izin itu menunjukan pembuktian yang valid bahwa adanya kesalahan yang dilakukan pihak pangkalan.
"Jadi tidak ada alasan jika disebut tidak cukup barang bukti. Kalau tidak cukup alat bukti dan tidak ada indikator kesalahan yang dilakukan, tidak mungkin Pertamina menyegelnya, dan polisi sudah mengamankan alat bukti pada waktu itu, tapi kok dihentikan dengan alasan tidak cukup alat bukti?" ungkap Haji Uma setengah bertanya.