Luar Negeri

Bentrokan di Universitas Hong Kong, Demonstran Tulis Kata-kata Terakhir Kepada Keluarga

Kengerian begitu terasa dalam drama pendudukan universitas di Hong Kong oleh demonstran dengan polisi melakukan pengepungan.

Editor: Faisal Zamzami
AFP/ANTHONY WALLACE
Seorang demonstran ditahan oleh polisi dekat Polytechnic University di distrik Hung Hom, Hong Kong, pada 18 November 2019. Massa pro-demokrasi menduduki kampus tersebut dalam tiga hari terakhir, dan memberikan perlawanan kepada polisi yang mengepungnya.(AFP/ANTHONY WALLACE) 

SERAMBINEWS.COM - Kengerian begitu terasa dalam drama pendudukan universitas di Hong Kong oleh demonstran dengan polisi melakukan pengepungan.

Seorang perempuan yang hanya meminta disebut Kay mengatakan, dia mempunyai banyak teman di mana mereka masih terjebak di Polytechnic University.

Dilansir ABC Selasa (19/11/2019), dia mengaku takut dengan nasib teman-temannya setelah polisi mulai mengepung para demonstran di universitas.

 "Orang-orang di dalam, mereka putus asa. Mereka bahkan menulis kata-kata terakhir kepada keluarga dan teman di luar. Sangat tragis bagi kami," ujar Kay.

Kabar itu terjadi setelah dalam tiga hari terakhir, pendemo melakukan perlawanan kepada polisi dari dalam kampus selama tiga hari terakhir.

Menggunakan panah hingga bom molotov, pengunjuk rasa menyerang penegak hukum yang membalas mengunakan gas air mata dan peluru karet.

Pemerintah Hong Kong mengklaim, ada sekitar 600 pengunjuk rasa yang memutuskan menyerah, dengan 200 di antaranya masih di bawah umur.

Adapun masih ada sekitar 100 demonstran lainnya yang masih berada di dalam, dengan otoritas meminta mereka untuk menyerah.

Polisi sudah menegaskan mereka akan menangkapi semua yang masih bertahan, dan mengancam bakal menggunakan peluru tajam jika diperlukan.

Sementara China daratan sudah melontarkan serangkaian peringatan yang mengindikasikan mereka bisa terjun langsung untuk meredam aksi protes.

Indikasi itu terlihat ketika Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) turun ke jalan akhir pekan lalu untuk membersihkan jalanan dari puing-puing.

Berdasarkan peraturan yang dipunyai, Hong Kong bisa meminta bantuan PLA jika sudah tidak sanggup lagi untuk memadamkan kerusuhan.

Namun, Beijing mempunyai otoritas untuk mengabaikan hukum tersebut, dan mengambil alih langsung jika sudah dirasa membahayakan keamanan nasional.

Pada Senin kemarin (18/11/2019), Duta Besar China untuk Inggris Liu Xiaoming sudah menyatakan pemerintah Hong Kong berjuang keras untuk memulihkan keadaan.

"Tetapi jika situasi tidak terkendali, pemerintah pusat jelas tak akan berdiam diri. Kami punya kekuasaan mengakhirinya," ujar Liu.

Aksi protes dimulai pada Juni lalu ketika massa menentang usulan UU Esktradisi yang bisa membuat terduga pelaku kriminal diekstradisi ke daratan utama.

Dalam perkembangannya selama lima bulan terakhir, aksi itu makin meluas dengan tuntutan pendemo yang semakin besar.

Seperti diperbolehkan memilih pemimpin sendiri.

Sementara itu, keluarga yang cemas menunggu di depan universitas Hong Kong menyusul bentrokan antara polisi dengan demonstran yang berdiam di sana.

Sekitar 100 pengunjuk rasa diyakini masih bertahan di Polytechnic University, dikepung oleh polisi anti-huru hara selama tiga hari terakhir.

Seorang ibu berusia 50-an, bermarga Chan, mengatakan dia begitu takut sang anak bakal terluka, atau mungkin terbunuh, ketika polisi merangsek masuk ke universitas.

Dilansir AFP Selasa (19/11/2019), Chan mengaku takut jika terjadi Tiananmen 2.0 dengan korban berjatuhan ketika polisi bentrok dengan demonstran.

Dia merujuk kepada upaya China menindak unjuk rasa di Lapangan Tiananmen pada 1989 silam, dengan ribuan pengunjuk rasa diyakini tewas.

Sementara ibu lain bermarga Cheung berujar, dia bermalam di taman dekat pos polisi di tengah kekalutan menunggu kabar dari anaknya yang menjadi relawan medis.

"Saya sangat, sangat khawatir, takut jika hidupnya bakal dalam bahaya. Dia takut. Dia takut jika ditangkap oleh polisi," ujar Cheung.

Berawal dari aksi protes menentang UU Ekstradisi yang diusulkan pemerintah Hong Kong Juni lalu, demonstrasi itu kini menuntut lebih luas.

Selain hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri, para pendemo juga menyerukan digelarnya penyelidikan atas dugaan kebrutalan polisi.

Para pengunjuk rasa menggunakan taktik "Blossom Everywhere" dalam 10 hari terakhir, yang membuat banyak sekolah ditutup dan pelayanan transportasi terganggu.

Namun, pengepungan yang dilakukan polisi di Polytechnic Universitas, kampus di distrik Kowloon, merupakan momen yang paling serius.

Ibu lain yang bernama Chung kepada SCMP mengungkapkan, putrinya yang masih berusia 16 tahun berada di dalam universitas.

"Tidak ada yang bisa menyuruhnya pulang. Dia ingin bebas. Dia tak percaya polisi. Dia terus menghubungi saya, namun tak mengindahkan saya," terangnya.

Adapun pengunjuk rasa yang masih di bawah umur tidak akan ditangkap.

Namun otoritas menyatakan, mereka bisa saja diproses di masa depan jika diperlukan.

Wong, ayah berumur 50-an mengungkapkan, putrinya awalnya tidak mau menyerah karena dia takut bakal ditangkap dan dipenjara selama 10 tahun.

Tetapi, remaja 17 tahun itu akhirnya bersedia keluar setelah dibujuk kepala sekolahnya.

"Saya begitu khawatir dengan keselamatannya. Urusan hukum, kami selesaikan nanti," katanya.

Wong menuturkan, jika polisi akhirnya memaksa masuk ke dalam kampus, mereka tidak membayangkan apa yang bakal terjadi kemudian.

"Jika skenario terburuk terjadi, mereka menggunakan peluru tajam, polisi bisa mengeluarkan pernyataan sesuka mereka. Kami tentu tak tahu apa yang terjadi sebenarnya," keluhnya.

Cheung meyakini putranya yang merupakan relawan tidak akan ditahan karena dia hanya mengenakan jins dan kaus, bukan pakaian hitam seperti yang dikenakan demonstran.

Namun, pemerintah Hong Kong tak berpikir demikian.

Kepala Eksekutif Carrie Lam sudah menegaskan, mereka yang ada di dalam kampus harus menyerahkan diri.

Apalagi, penegak hukum sudah mengumumkan mereka akan menangkapi siapa pun yang ada di dalam universitas, dengan klaim mereka harus berhadapan dengan hukum.

"Jika pemerintah menyerah terhadap generasi ini, bagaimana dengan generasi berikutnya? Mau jadi apa Hong Kong nanti?" tanya Cheung.

Wakil Wali Kota Subulussalam Benarkan Info Kepala BKPSDM Mundur, Salmaza Sebut Segera Cari Pengganti

Cecep Reza Meninggal Dunia, Ini Permintaannya Pada Sang Istri hingga Keinginan yang Belum Terlaksana

Lagi, Sukmawati Dilaporkan ke Polisi atas Dugaan Penistaan Agama, MUI Serahkan ke Ranah Hukum

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dikepung Polisi, Demonstran Hong Kong di Universitas Tulis Kata-kata Terakhir"

Penulis : Ardi Priyatno Utomo

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved