Irwandi Minta Nova Surati Presiden,  Agar Dirinya Dibebaskan

Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, yang saat ini mendekam di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Editor: bakri
ANTARA/DHEMAS REVIYANTO
GUBERNUR Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf 

“Itu tidak boleh secara etika hukum. Pak Nova tidak boleh menyurati Presiden meminta Pak Irwandi untuk bebas karena proses hukum sedang berjalan. Kalau itu dilakukan, berarti Pak Nova ikut serta melakukan upaya mengintervensi hukum yang sedang berjalan, jadi etikanya tidak dibenarkan,” kata Askhalani tadi malam.

Selain tidak benar secara etika hukum, menurut Askhalani, Presiden Jokowi juga tidak akan merespons surat itu, karena Presiden adalah orang yang taat pada proses hukum yang sedang berlangsung. Lebih baik, kata Askhal lagi, Irwandi menunggu saja putusan kasasi yang telah diajukannya ke Mahkamah Agung.

“Jadi kalau memang Pak Irwandi bebas ya karena memang sudah incrah, itu lebih murni atau lebih sehat dibanding dengan upaya menyurati dan menekan Presiden untuk mendesak supaya dibebaskan,” ujarnya.

Menurut Askhal, masih ada upaya hukum lainnya yang bisa ditempuh Irwandi jika upaya kasasinya kandas di Mahkamah Agung, yakni peninjauan kembali atau PK. Tetapi dengan catatan punya novum baru atau alat bukti baru yang bisa dipakai Irwandi untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan unsur perbuatan yang sudah ditetapkan oleh putusan incrah.

Lalu apakah ada upaya lain jika PK pun pupus? Menurut Askhalani satu-satunya pintu bagi Irwandi adalah grasi dari Presiden. Namun menurut Askhal, sangat sulit Presiden memberi grasi bagi narapidana korupsi. “Selama ini belum pernah presiden memberi grasi bagi koruptor, kalau kasus-kasus lain ada beberapa,” tambahnya.

Pemberian grasi pun--jika Presiden mengabulkan--baru bisa diberikan setelah kasus Irwandi incrah. Itu juga atas berbagai faktor, terutama faktor kemanusian, seperti sakit di penjara atau masyarakat Aceh ramai-ramai memintanya kepada Presiden. “Grasi ini juga bisa diminta oleh siapapun sebagai warga negara dengan objek-objek pertimbangan khusus, tapi setelah incrah. Tapi sekali lagi, kalau kasus korupsi sangat sulit dikabulkan,” demikian Askhalani.(dan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved