Proyek Fiktif di Subulussalam

MaTA Minta Kejati Aceh Tangani Kasus Proyek Fiktif di Kota Subulussalam, Ini Alasannya

Pengeluaran uang pemerintah dengan modus proyek fiktif merupakan praktek berulang dalam kasus tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini di Aceh.

Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
For Serambinews.com
Koordinator LSM MaTA, Alfian 

Kebanyakan dalam kasus korupsi kerap terjadi pencucian uang, dan juga jarang penyidik menyentuh sampai kesana padahal negara kita sudah memiliki UU TPPU.

Lantaran itu, terhadap kasus ini, MaTA berharap penyidik juga memastikan terhadap pencucian uang terjadi apa tidak.

Mata menilai apa yang terjadi di Subulussalam merupakan kebobolan terhadap kas setempat. Pasalnya, uang bisa ditarik dengan modus permainan sistem.

Maka itu, kasus Kebobolan kas dan proyek fiktif tersebut menjadi kasus korupsi besar yang harus ada kehadiran hukum yang adil dan MaTA mendesak Kejati Aceh untuk dapat melakukan pengusutannya secara utuh sehingga ada kepastian hukum dan rasa keadilan terhadap masyarakat.

MaTA merasa khawatir kasus tersebut tidak tersentuh hukum karna sampai saat ini belum ada tersanga atau perkembangan kasus tersebut.

Oleh karena itu MaTA memiliki harapan Kejati Aceh dapat menyelesaikan kejahatan luar biasa tersebut dengan tuntas.

Kasus lima paket proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam anggaran 2019 yang diduga fiktif semakin gamblang.

Pasalnya, proses pencairan dana yang nilainya mencapai Rp 895 juta ternyata dengan mencatut nama Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan memalsukan tandatangannya.

Ini terungkap berdasarkan keterangan Jufril, ST kasie pemeliharaan jalan dan jembatan DPUPR Kota Subulussalam kepada Serambinews.com, Selasa (19/11).

Menurut Jufril, namanya tercatut dalam dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai PPTK. Selain itu, tandatangan Jufril di SPM juga dipastikan dipalsukan oleh pelaku proyek fiktif.

Diakui, semula ada oknum rekanan yang datang kepadanya untuk meminta tandatangan. Namun, Jufril menolak lantaran sepengetahuannya dia belum memiliki SK sebagai PPTK di kegiatan itu.

Jufril menambahkan, oknum rekanan yang datang itu membawa DPA atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Jufril mengaku menolak menandatangani SPM tersebut selain belum ada proses termasuk Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over-FHO), dia juga belum tercatat sebagai PPTK.

“Intinya, saya pastikan tandatangan saya dipalsukan. Memang ada orang yang datang menemui saya, dia bilang kalau saya PPTK sudah disetujui Kadis, namun saya tolak karena merasa tidak ada SK untuk menjadi PPTK kegiatan terkait, anehnya belakangan rupanya uangnya cair,” ujar Jufril.

Jufril mengaku heran mengapa bisa ada tandatangannya tercantum di SPM termasuk namanya yang dicatut sebagai PPTK.

Menurut Jufril, ada dua tandatangannya yang tertera di SPM penarikan uang proyek fiktif. Sementara tiga paket proyek fiktif lainnya tidak dibubuhi tandatangan namun uangnya cair.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved