Wacana Beli Pesawat
Beli Pesawat tak Masuk RPJMA
Rencana Pemerintah Aceh membeli empat unit pesawat terbang jenis N219 pada tahun 2021 dan 2022 ternyata tidak masuk dalam
Falevi menyebut, nilai Rp 336 miliar tersebut mengacu kepada harga produksi pesawat N219 sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junadi, yang mencapai Rp 84 miliar per unitnya. Itu pun masih sebatas estimasi, karena sangat tergantung pada hasil studi dan spesifikasi pesawat yang diinginkan.
Hal senada juga disampaikan anggota DPRA, Hendri Yono. Sebaiknya, kata dia, setiap anggaran dari APBA harus didorong kepada program yang produktif, jangan dana rakyat digunakan untuk belanja konsumtif. "Kami mendukung penyediaan pesawat N219 dengan cara carter dulu satu tahun sebagai tahap uji coba sebesar apa urgennya kebutuhan pesawat. Kalau memang sangat dibutuhkan, baru dibeli dan kalau tidak mendesak tidak usah lagi dibeli," tambah dia.
Tergantung DPRA
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, meminta DPRA menghadang pengusulan anggaran jika rencana pembelian pesawat N219 benar-benar diwujudkan oleh Pemerintah Aceh.
“Saat ini rakyat sudah bersuara, sekarang bola ada ditangan DPRA. Kita akan lihat nanti, apakah DPRA berada disisi rakyat untuk menghadang rencana tersebut atau akan diloloskan," katanya.
Syakya juga mempertanyakan landasan kebijakan dan urgensi dari wacana pembelian empat pesawat N219. Sebab dalam RPJMA tak ada rencana atau target pengadaan pesawat. Ia menilai, rencana pembelian pesawat itu merupakan manuver kebijakan yang ilegal dan tidak populis.
"Silakan Pemerintah Aceh berkreasi dan berimprovisasi dalam upaya akselerasi pembangunan, namun harus tetap dalam konteks pencapaian target RPJM," demikian Syakya.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, membantah pernyataan yang menyebut rencana pembelian pesawat tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA). Ia mengatakan, rencana itu sangat relevan dan sejalan dengan RPJM.
Menurut pria yang akrab disapa SAG ini, Qanun Nomor 1 Tahun 2019 tentang RPJMA Tahun 2017-2022 Bab VI yang memuat strategi, arah kebijakan dan program pembangunan Aceh, antara lain menyebutkan tema pembangunan tahun 2020, dimana bunyinya untuk memacu tumbuhnya agroindustri dan industri kreatif, peningkatan daya saing sumber daya manusia, dan pengembangan infrastruktur terintegrasi untuk menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan kesenjangan antarwilayah.
"Secara bahasa tidak tertulis pesawat terbang, apalagi jenis N219 karya anak bangsa itu, tapi frasa pengembangan infrastruktur terintegrasi dan mengurangi kesenjangan antarwilayah perlu digarisbawahi," tegas SAG.
Menanggapi sorotan anggota DPRA dan MPO Aceh yang meminta Pemerintah Aceh agar fokus pada program wajib seperti pengentasan kemiskinan, SAG menyatakan, wajib atau sunah itu relatif tergantung persepsi dan tingkat berkepentingan belaka. Bagi masyarakat yang tinggal wilayah kepulauan, daerah terluar, daerah terpencil, dan daerah yang belum ada moda transportasi udara, rencana pembelian pesawat N219 itu merupakan kebijakan penting dan mendesak.
"Mereka yang tinggal di pesisir Aceh, tentu saja beda melihat tingkat urgensi pembelian pesawat tersebut. Pemerintah Aceh justeru perlu ingin hadir untuk menyahuti berbagai kepentingan masyarakatnya dengan strategi pemerataan pembangunan," ucapnya.
Dia menambahkan, lalu lintas orang maupun barang antarpulau dan antardaerah harus relatif sama lancarnya di seluruh Aceh melalui infrastruktur terintegrasi antarwilayah. Karena itu pendekatan pembangunan daerah tidak dilakukan secara parsial melainkan simultan.
"Rencana pembelian pesawat N219 tidak akan mengurangi perhatian kita terhadap sektor kesehatan, pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan daya beli," ungkap Jubir Pemerintah Aceh ini.
Pembelian pesawat terbang berkapasitas 19 penumpang itu, tambah SAG, justeru untuk memicu pertumbuhan investasi di sektor pariwisata, yang memiliki multiplier effect ekonomi. "Sektor pariwisata akan merangsang pembukaan lapangan kerja baru, tumbuh industri kerajinan, wisata kuliner, dan sentra-sentara ekonomi produktif lainnya. Ini bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan, meningkatkan daya beli, dan pemerataan pembangunan Aceh," tutur SAG.