Wacana Beli Pesawat
Beli Pesawat tak Masuk RPJMA
Rencana Pemerintah Aceh membeli empat unit pesawat terbang jenis N219 pada tahun 2021 dan 2022 ternyata tidak masuk dalam
Dia menambahkan, kekosongan penerbangan perintis dari Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) belakangan ini juga salah satu penyebab pada tingkat kunjungan wisatawan ke Aceh. Bahkan kebutuhan ambulans udara bagi penduduk kepulauan tak dapat dilayani. SAG menerangkan, rencana pembelian pesawat udara N 219 itu adalah untuk mengisi kekosongan tersebut dan berfungsi juga sebagai ambulans udara yang kebutuhannya sangat mendesak.
"Karena itu, tingkat urgensi pengadaan moda transportasi udara N219 itu harus dilihat dari berbagai dimensi kepentingan masyarakat Aceh," demikian SAG.
Pengamat Penerbangan Aceh, Nurzahri ST mendukung rencana Pemerintah Aceh yang berencana membeli pesawat terbang jenis N219 produksi PT Dirgantara Indonesia (DI). "Saya sangat mendukung rencana pembelian pesawat N219 yang memang tercanggih di kelasnya, karena moda transportasi udara dapat menyelesaikan permasalahan konektivitas antar wilayah di Aceh," katanya kepada Serambi, Selasa (10/12/2019).
Kendati demikian, dia mengingatkan Pemerintah Aceh agar berhati-hati dalam pembelian pesawat ini, terlebih jika menggunakan dana APBA karena perlu kesepakatan dengan DPRA sebelum melakukan penadatanganan MoU dengan PTDI. "Siapa yang dapat menjamin DPRA akan menyetujui anggaran ratusan miliar tersebut?" tanya mantan Anggota DPRA yang juga juga alumnus Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 98 ini.
Menurut Nurzahri, dunia penerbangan mengandung prinsip high tecnology (teknologi tinggi) dan high risk (berisiko tinggi) sehingga butuh biaya mahal dalam perawatannya, dan butuh tim atau kru profesional dengan honor lumayan tinggi karena mereka harus tersertifikasi. "Sehingga pasti akan membebani APBA setiap tahunnya apabila pengelolaan pesawat tersebut di sandarkan kepada APBA," lanjut Nurzahri yang mengaku pernah magang selama 1 tahun di PT Dirgantara.
Dia mengambil contoh seperti pengadaan enam pesawat Aero Sport jenis Shark Aero yang direncanakan oleh Pemerintah Aceh pada tahun 2018 yang juga akhirnya ditolak oleh legislatif. Akibat penolakan itu, menyebabkan deadlock-nya pembahasan APBA. APBA 2018 akhirnya di Pergub-kan, tetap dengan usulan pengadaan pesawat. “Tapi akhirnya Kemendagri mencoretnya karena tidak didukung dengan studi kelayakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Aceh juga sudah memiliki tiga pesawat cessna. Ketiga pesawat yang dihibah oleh Yayasan Leuser Internasional sejak 2014 itu rusak karena tidak pernah diterbangkan. Kemudian pemerintah Aceh memperbaikinya dengan menggunakan anggaran Rp 1,5 miliar. "Saran saya, jangan sampai setelah pengadaan N219, nasibnya sama dengan ketiga pesawat hibah tersebut, hanya parkir saja di bandara SIM karena tidak pernah diterbangkan," katanya.
Disisi lain, menurut Nurzahri, pengurusan izin trayek penerbangan juga cukup rumit. Politikus Partai Aceh ini menyarankan Pemerintah Aceh segera membentuk badan pengelola pesawat sehingga badan tersebut dapat segera mengurus segala perizinan, baik izin terbang, rute trayek, dan izin-izin lainnya.
Tapi untuk saat ini, Nurzahri mempertanyakan siapa yang akan menggelola pesawat N219 jika jadi dibeli. Sejarah pengelolaan Airline milik pemda (BUMD), menurut mantan anggota DPRA ini, belum ada yang menunjukkan prestasi, bahkan hampir semuanya colaps (bangkrut). Sementara jika melihat kemampuan PT PEMA, hingga saat ini belum menunjukkan prestasi dalam pengelolaan perusahaan.
"Kita khawatirkan apabila diserahkan pengelolaan pesawat ini kepada PT PEMA maka akan menyeret PT PEMA kedalam kerugian yang semakin dalam," lanjut dia.
Selain itu, tambah Nurzahri, dalam setiap transaksi pasti ada bonus sebagai bentuk komitment fee. Dia berharap kejadian moge (motor gede) pada pengadaan pesawat Garuda yang sedang heboh saat ini tidak terjadi di pengadaan N219.(mas)