Mantan Narapidana Akhirnya Boleh Maju Pilkada, Ini Tiga Syarat Baru
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tiga syarat baru bagi mantan terpidana yang akan maju sebagai kepala daerah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
SERAMBINEWS.COM JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tiga syarat baru bagi mantan terpidana yang akan maju sebagai kepala daerah.
Syarat pertama adalah calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana yang diancam lima tahun atau lebih.
Kecuali terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.
Tindak pidana politik tersebut dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Kedua, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
"Tiga. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Ruang Sidang Utama Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Rabu (11/12/2019).
• Pengamat Pendidikan Sebut Penghapusan UN Akan Membuat Pendidikan di Indonesia Berjalan Mundur
• TERUNGKAP, Sejumlah Kenakalan Eks Dirut Garuda, Dari Pelecehan Sampai Godain Istri Orang
• Kemenag Undur Pengumuman Seleksi Administrasi CPNS 2019 Pada 16 Desember, Ini Alasannya
Tiga syarat tersebut kini tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898).
Hal tersebut dibacakan Anwar ketika membacakan putusan uji materi Undang-Undang Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang tersebut pada 5 September 2019 .
Dalam permohonannya, ICW dan Perludem mengatakan Undang-Undang tersebut sepanjang frasa: "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena sejumlah alasan.
Pada pokoknya, sejumlah alasan tersebut terkait dengan problem demokrasi dan kontestasi politik misalnya praktik politik uang.
• Bocah SD Ditemukan Tewas Tanpa Kepala, Korban Disodomi Lalu Dipenggal, Pelaku Terancam Hukuman Mati
• Ini Ciri-ciri Mayat Wanita Misterius yang Ditemukan di Rawa-rawa Langsa Lama, Adakah Keluarga Anda?
• Kronologi Siswi SMA Dibunuh, Korban Melawan saat Dirudapaksa Pelaku, Disebut Tengah Hamil 4 Bulan
Kedua untuk memastikan integritas dan kualitas orang-orang yang akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah.
Ketiga dalam situasi tertentu negara terpaksa melakukan pembatasan-pembatasan tertentu agar hak-hak asasi yang berada di bawah jaminannya dapat dilindungi, dihormati, dan dipenuhi.
Keempat, masa tunggu sebelum dapat mengikuti kontestasi pilkada setidaknya dapat meminimalisasi potensi berulangnya perilaku korup, membenahi pencalonan kepala daerah dan pilkada, dan secara tidak langsung turut mencegah setiap orang, khususnya yang berkehendak mengikuti pilkada melakukan korupsi, dengan catatan, masa tunggu tersebut tidak terlampau singkat.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul MK Putuskan Tiga Syarat Baru Mantan Narapidana yang Akan Maju Pilkada