Perawat Polisikan Wabup Aceh Timur, Terkait Dugaan Kekerasaan Fisik
Wakil Bupati Aceh Timur, Syahrul Bin Syama’un dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Aceh oleh Perawat
“Kami berkewajiban mendampingi korban, supaya bisa diproses seadil adilnya. Ini sudah komitmen kami, ini juga didukung oleh organisasi profesi se-Indonesia,” pungkasnya.
Wakil Bupati Aceh Timur, Syahrul bin Syama'un, menyikapi bijak pelaporan dirinya ke polisi. Menurut dia, itu merupakan hak setiap warga negara yang merasa dirugikan. "Tidak masalah mereka membuat laporan. Itu hak mereka jika merasa dirugikan," ungkap Wabup Syahrul saat dikonfirmasi Serambi, Senin (16/12/2019).
Ia melanjutkan, setiap warga negara yang merasa dirugikan berhak untuk melaporkan kemana saja dan hal itu dibenarkan secara peraturan perundang-undangan. "Jadi biarkan kepolisian yang menyikapi dan menyelesaikannya secara bijak dan profesional," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Aceh Timur Syahrul Bin Syama’un telah memberikan tanggapan terkait berita yang beredar, baik di media sosial maupun media online, tentang dirinya yang telah melakukan kekerasan fisik kepada perawat yang bertugas di rumah sakit Shultah Abdul Aziz Syah Peureulak, Aceh Timur. Sanggahan berupa klarifikasi itu disampaikannya kepada Serambi, Jumat (13/12/2019).
“Saya sampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa tidak ada kejadian seperti yang dituduhkan sepihak tanpa tahu persis kronologis kejadian yang sebenarnya, dan tanpa konfirmasi langsung kepada saya atau direktur rumah sakit,” ungkap Wabup Syahrul bin Syama’un.
Dia membantah telah melakukan kekerasan fisik terhadap perawat RSUD Sulthan Abdul Aziz Syah. Namun Wabup mengakui bahwa ada memberikan teguran.
Malam kejadian itu, ia mengaku ada menanyakan kepada perawat siapa dokter dan perawat piket di ruangan itu? “Tapi tidak ada yang menjawab pertanyaan saya. Sementara saya sebagai pasien sudah menunggu lebih 30 menit dalam keadaan sesak dan hanya butuh oksigen, tapi tidak ada satu oksigen pun di situ,” ujarnya.
“Padahal setengah jam sebelum saya ke rumah sakit, saya sudah menghubungi pihak rumah sakit untuk menyiapkan oksigen saja. Nah jika saya sebagai pimpinan saja seperti ini pelayanan (tidak maksimal) yang saya dapat, lalu bagaimana nasib masyarakat umum,” tambah Wabup.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasien rumah sakit adalah konsumen. Sehingga secara umum, pasien dilindungi dengan undang-undang, dan berdasar pasal 4 huruf g, UU No. 8/1999, konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Wabup merasa bahwa pelayanan di Rumah Sakit Sulthan Peureulak tidak maksimal, dikarenakan para petugas medis seperti lupa akan tugas pokok dan fungsinya (tupoksinya) masing-masing. Karena itu, ia mengingatkan kepada kepala kesatuan perawat, baik di Aceh Timur maupun di Banda Aceh, agar tidak latah dalam menerima laporan dari bawah, sebab tidak tahu persis kronologis kejadian yang sebenarnya.
“Begitu juga kepada media, tolong jaga kode etik jurnalistik dan dalam mengekpos berita sesuai dengan UU pers. Benar atau tidak seperti yang diisukan saya lakukan kekerasan fisik, kenapa media langsung menaikkan berita tanpa konfirmasi dulu ke saya. Bukannya harus ada konfirmasi kedua belah pihak?” ujarnya.
“Jika benar seperti yang diberitakan saya lakukan kekerasan fisik. Maka saya mempertanyakan kembali, apakah ada korban yang menjadi kekerasan fisik, kalau ada kenapa tidak divisum dan melapor? Lalu apakah ada saksi, benar atau tidak? Tapi ini tanpa konfirmasi dulu ke saya, berita telah dinaikkan,” tambah Wabup Syahrul. (dan/c49)