Pupuk Subsidi Tak Penuhi Kuota Sebabkan Kelangkaan

Kelangkaan pupuk subsidi yang sering terjadi saat musim tanam di Aceh disebabkan kuota yang diberikan pusat untuk daerah

Editor: bakri
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
T Ahmad Dadek 

BANDA ACEH - Kelangkaan pupuk subsidi yang sering terjadi saat musim tanam di Aceh disebabkan kuota yang diberikan pusat untuk daerah tak mampu memenuhi kebutuhan. Kelangkaan itu sering terjadi pada pupuk jenis Urea, SP36, ZA dan NPK. Hal tersebut disampaikan Asisten II Setda Aceh, HT Ahmad Dadek kepada Serambi, Jumat (20/12), menanggapi sering terjadinya kelangkaan pupuk subsidi di berbagai kabupaten/kota di Aceh.

Diterangkan, untuk kebutuhan pupuk jenis Urea mencapai 229.199 ton untuk satu tahun musim tanam. Tapi kuota urea subsidi yang diberikan pusat untuk Aceh hanya 54.400 ton atau hanya terpenuhi 23,73 persen dari total kebutuhan. Hal yang sama juga terjadi untuk jenis pupuk lainnya. Misalnya pupuk SP36, dari kebutuhan 211.778 ton, tapi yang diberikan pusat hanya 16.668 ton.

“Begitu juga pupuk ZA dari kebutuhan 104.840 ton, kuota yang diberikan hanya 9.247 ton. Untuk pupuk NPK hanya diberikan 35.249 ton dari kebutuhan 190.146 ton. Sedangkan pupuk jenis organik, dari kebutuhan 582.688 ton, kuota yang diberikan cuma 6.605 ton,” ungkap Dadek.

Berdasarkan laporan Kadistanbun Aceh, kata Dadek, setiap tahun memang tetap ada penambahan dari pusat. Namun penambahan itu tetap masih jauh dari kebutuhan petani. Dia mencontohkan, relokasi penambahan pertama pada tahun 2019 ini ada penambahan yang diberikan pusat untuk Aceh. Pupuk urea 1.500 ton, ZA sama 1.500 ton, NPK 2.248 ton dan organik 409 ton.

September 2019, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah juga mengajukan permintaan tambahan pupuk bersubsidi ke pusat. “Meski diberikan, namun volumenya tetap saja kecil. Tambahan pupuk yang diberikan ada tiga jenis, yaitu SP36 sebanyak 5.682 ton, ZA 3.913 ton dan NPK 3 ton, sedangkan pupuk organik dikurangi 4 ton,” jelasnya.

Dampak dari belum tercukupinya kuota pupuk subsidi yang diberikan pusat untuk Aceh, kata Dadek, menyebabkan sering terjadi kelangkaan. Selain itu harga pupuk subsidi selalu berada di atas harga eceran tertingginya (HET). Contohnya, jenis pupuk urea. Harga jual eceran jenis pupuk itu di kios pengecer harusnya Rp 90.000/sak (50 Kg) atau Rp 1.800/Kg. Faktanya di lapangan dijual dengan harga Rp 110.000/sak, dengan berbagai alasan. Antara lain ongkos angkut dari gudang distributor ke lokasi tempat penjualan ecer pupuk di kios pengecernya di Ibukota Kecamatan dan lainnya.

Begitu juga dengan pupuk jenis NPK Phonska, harga subsidnya Rp 115.000/sak, atau senilai Rp 2.300/Kg, tapi dijual di kios pengecernya Rp 130.000/sak. Untuk pupuk jenis SP36 harga HET subsidinya Rp 100.000/sak, atau HET-nya Rp 2.000/Kg, dijual di kios pengecernya Rp 110.000/sak, pupuk jenis ZA, harga HET subsidinya Rp 70.000/sak, atau Rp 1.400/Kg, dijual di kois pengecer Rp 80.000 – Rp 100.000/sak.

“Yang sering langka itu adalah jenis pupuk bersubsidi. Sedang pupuk nonsubsidi, jenis apapun namanya tetap saja ada di kios-kios pengecer pupuk di ibu kota kecamatan, tapi harganya sudah di atas harga pupuk subsidi. “Harga pupuk urea non subsidi mencapaia Rp 260.000/sak, puuk SP 36 non subsidi sama Rp 260.000/sak, ZA nonsubsidi Rp 170.000/sak.” ujar Ahmad Dadek.

Asisten II Setda Aceh, Ahmad Dadek menjelaskan, Pemerintah Aceh setiap tahunnya terus mengajukan usulan tambahan pupuk, baik kepada Komisi IV DPR RI, yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Aceh, maupun kirim surat langsung kepada Kementerian Pertanian di Jakarta.

Permintaan tambahan kuota pupuk subsidi itu dilakukan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, karena di Aceh ada program cetak sawah baru, optimalisasi lahan sawah dan kebun, program IP 300 tanaman padi dan program upaya khusus pengembangan tanaman padi, kacang kedelai, jagung dan tanaman pangan lainnya.

Program itu, kata Ahmad Dadek, membutuhkan pupuk subsidi, untuk merangsang petani mau melaksanakannya. Karena, ada di beberapa tempat,  tanpa pemberian insentif berupa penyediaan pupuk subsidi yang cukup, petani jadi kurang bersemangat untuk melaksanakannya. Akibatnya, program peningkatan produksi pangan di Aceh nanti bisa tidak  mencapai target. “Misalnya target produksi padi antara 2,5-2,7 juta ton/tahun,” tuturnya.(her) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved