Tatib Sudah Disahkan, DPRA Jangan Loyo  

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin akhirnya mengesahkan draf rancangan Tata Tertib (Tatib)

Editor: hasyim
foto/HUMAS PEMERINTAH ACEH
Ketua Tim Perumus Tatib, Iskandar Usman Al Farlaky menyerahkan draf rancangan Tatib DPRA kepada Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin disaksikan Sekda Aceh, dr Taqwallah pada rapat paripurna di gedung legislatif tersebut, Senin (30/12). foto/HUMAS PEMERINTAH ACEH 

BANDA ACEH - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin akhirnya mengesahkan draf rancangan Tata Tertib (Tatib) DPRA tahun 2019-2024. Pengesahan itu berlangsung dalam rapat paripurna, Senin (30/12/2019).

Hadir Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh dr Taqwallah, unsur forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), dan para kepala dinas. Rapat dipimpin Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin bersama tiga wakilnya, Dalimi, Hendra Budian, dan Safaruddin.

Sebelumnya, penyusunan Tatib yang memakan waktu hampir dua bulan sejak akhir Oktober 2019 sempat disorot banyak pihak karena dinilai terlalu lama. Dengan pengesahan itu, sejumlah elemen masyarakat sipil meminta DPRA tidak lagi loyo dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

Ketua Tim Perumus Tatib, Iskandar Usman Al-Farlaky saat menyampaikan laporan tim mengatakan, dalam penyusunan Tatib DPRA ditemukan banyak dinamika yang berkembang, baik dari internal tim maupun saat penyesuaian hasil koreksi kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Ada 20 poin hasil koreksi Kemendagri yang perlu disesuaikan. Salah satu di antaranya yang paling krusial terkait jumlah komisi, dimana Kemendagri menyarankan jumlah anggota fraksi di DPRA minimal tujuh orang atau sebanyak jumlah komisi.

Sementara disisi lain, minimal anggota fraksi yang sudah disepakati adalah enam orang. Apabila harus mengikuti saran Kemendagri, maka DPRA harus menyusun fraksi lain dengan membentuk fraksi gabungan, tapi jika tidak, maka harus mengurangi jumlah komisi.

Setelah melakukan koordinasi, DPRA akhirnya mengurangi jumlah komisi menjadi enam, berkurang satu komisi dari sebelumnya. Karena dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) telah diatur bahwa DPRA dapat membentuk komisi paling sedikit lima dan paling banyak delapan.

Komisi yang dileburkan adalah komisi V yang membidangi pendidikan, sains dan teknologi. Bidang-bidang dalam komisi V selanjutnya digabung dalam komisi baru yaitu komisi VI bidang keistimewaan (agama, pendidikan, kebudayaan) dan kekhususan Aceh. 

Sebenarnya pengurangan komisi itu merugikan Partai Aceh, selaku partai peraih kursi terbanyak di DPRA yaitu 18 dari 81 kursi. Dengan tujuh komisi, Fraksi Partai Aceh memperoleh tiga pimpinan komisi. Tapi dengan peleburan komisi V, maka jatah satu pimpinan komisi milik Partai Aceh jadi hilang.

"Perubahan krusial adalah pada huruf (t)-mengenai fraksi--, dimana pihak Kemendagri mengkoreksi jumlah minimal keanggotaan fraksi-fraksi di DPRA yang pada tanggal 14 Oktober 2019 telah ditetapkan sebanyak 9 fraksi. Kita baru bisa memfinalisasi pada 26 Desember 2019," kata Iskandar.

Kemudian anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh menyebutkan keenam komisi itu. Yaitu, Komisi I bidang, hukum, politik, pemerintahan, dan keamanan. Komisi II bidang, perekonomian, sumber daya alam dan lingkungan hidup. Komisi III bidang, keuangan, kekayaan Aceh dan investasi. Selanjutnya, Komisi IV bidang pembangunan dan tata ruang. Komisi V bidang , kesehatan dan kesejahteraan, dan komisi VI bidang keistimewaan (agama, pendidikan, kebudayaan) dan kekhususan Aceh. Tatib yang sudah disahkan itu memiliki 216 pasal dan 18 BAB.

Setelah pengesahan Tatib, Ketua DPRA tidak langsung menetapkan anggota komisi atau alat kelengkapan dewan (AKD). Masing-masing fraksi diberi waktu hingga Senin, kemarin, untuk mengirim nama-nama anggota dewannya agar segera didistribusikan ke setiap AKD. "Surat pimpinan DPRA kepada seluruh pimpinan fraksi untuk mengirimkan nama-nama anggotanya yang akan duduk di AKD, baik Banleg, Banggar, Banmus, BKD, dan juga komisi sudah kita kirimkan. Kemungkinan besok (hari ini), sebelum tutup akhir tahun sudah bisa kita paripurnakan AKD," kata Dahlan.

                                                                                                Jangan loyo

Sejumlah LSM yang selama ini menyorot kinerja DPRA mengapresiasi pengesahan Tatib, seperti Gerakan Antikorupsi (GeRAK), Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), dan Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh. Mereka meminta DPRA secara kelembagaan segera memacu kerja-kerja dewan.

"Jika Tatib dan AKD sudah selesai, tidak ada lagi alasan bagi seluruh anggota DPRA untuk bekerja loyo. Yang dibutuhkan masyarakat adalah anggota DPRA yang militan dan fokus pada kepentingan masyarakat," kata Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved