Berita Subulussalam
Walhi Aceh Minta Pemko Subulussalam Evaluasi PT Laot Bangko Sebelum Perpanjangan Izin HGU
Menurut Muhammad Nur, penolakan dari masyarakat setempat menunjukan keberadaan perusahaan sudah menimbulkan persoalan baru maupun masalah lama.
Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
Menurut Muhammad Nur, penolakan dari masyarakat setempat menunjukan keberadaan perusahaan sudah menimbulkan persoalan baru maupun masalah lama.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh Meminta pemerintah mengevaluasi PT Laot Bangko Subulussalam yang sudah berakhir Izin Usaha akhir 2019.
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyampaikan hal ini kepada Serambinews.com, Kamis (16/1/2020).
Menurut Muhammad Nur, penolakan dari masyarakat setempat menunjukan keberadaan perusahaan sudah menimbulkan persoalan baru maupun masalah lama.
"Sehingga basis evaluasi menjadi penting dilakukan secara objektif dan terbuka kepada publik," kata Muhammad Nur.
Muhammad Nur, mengatakan evaluasi ini untuk menghindari kepentingan lain yang tidak terbaca.
Artinya, konsep pengelolaan lahan ini harus jelas oleh siapa, kepada siapa dan apa bentuknya, sehingga jaminan perbaikan dapat diketahui publik jikapun bukan lagi komoditas kelapa sawit.
• 2.493 Hektare Lahan Sawah di Aceh Besar Terancam Gagal Panen, Ini Penjelasan Kadistan Abes
Hal terpenting yang harus di evaluasi, lanjut M Nur sejauh mana perusahan tersebut berkonstribusi terhadap daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemudian menurut M Nur pemenuhan kewajiban selama izin sebagaimana diatur PP maupun Permen ATR, UU No 18 Tahun 2004 tentang perkebunan.
Begitu juga dengan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU).
Dikatakan, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah Pasal 12 (1) pemegang hak guna Usaha berkewajiban untuk:
A. Membayar uang pemasukan kepada negara.
• Heboh Gajah Liar Masuk Perkarangan Sekolah, Anak-Anak Diliburkan
B. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian hak kepada pemegang HGU.
C. Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis
D. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha
E. Memelihara keseluruhan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan UU yang berlaku
F. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha kepada lembaga teknis mestinya dapat diakses oleh publik secara luas.
• JPU Tetap Menuntut Mati Terdakwa Pembunuh Sopir Travel di Aceh Singkil
Terakhir, kata M Nur berdasarkan SK Menteri ATR pada Tahun 1989, izin HGU PT Laot Bangko berakhir pada 31 Desember 2019 di Area konsesi berada pada tiga kecamatan.
Ketiga kecamatan itu, yakni di Sultan Daulat, Simpang Kiri, Penanggalan.
Artinya evaluasi melalui pendekatan sosial, lingkungan hidup dan HAM serta kewajiban yang diatur dalam berbagai kebijakan yang berlaku.
Dengan demikian usulan perpanjangan HGU PT Laot Bangko telah melalui proses yang benar dan tidak mengabaikan perintah UU, PP, Permen, Qanun dan berbagai kebijakan negara.
Untuk itu WALHI Aceh meminta Pemerintah mempertimbangkan ketersediaan lahan untuk rakyat melalui skema perhutanan sosial (PS) salah satu objek yang dapat digunakan.
Terkait upaya perluasan wilayah kelola rakyat adalah lahan bekas HGU.
"Pemerintah Kota Subulussalam harus memiliki visi ke arah itu terkait pemberian rekomendasi perpanjangan HGU tersebut," tegas M Nur.
Penjelasan Direktur PT Laot Bangko
Sebelumnya, Rabu (15/1/2020), diberitakan Direktur PT Laot Bangko Win Alamsyah Ariga, mengatakan mereka tetap mengikuti peraturan.
Jikapun masih ada kegiatan operasional di lokasi Hak Guna Usaha (HGU), maka mereka juga memiliki landasan hukumnya.
Win Alamsyah Ariga menyampaikan hal ini menanggapi aksi koordinator Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada, Muzirul Qadhi Maha, Selasa (14/1/2020) sore.
Ia mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Aceh dan meminta agar segera menghentikan aktivitas perusahaan terkait.
Menurut Win Alamsyah, dalam usulan perpanjangan izin HGU, mereka juga telah mengeluarkan lahan-lahan yang sudah digarap masyarakat.
Karenanya, berdasarkan hasil inventarisir dari 6.818 luasan lahan HGU PT Laot Bangko sebelumnya, mereka hanya mengusulkan perpanjangan 4.253 hektare.
”Jadi kalau ada lahan warga yang memiliki hak di HGU dan tidak mau dikompensasi, maka kami keluarkan,” ujar Win Alamsyah.
Lebih jauh dikatakan, dari 4.253 hektare lahan HGU yang diusulkan perpanjangan izin, sebanyak 1.763 hektare telah dibayar kompensasinya kepada masyarakat terkait.
Total dana yang dikeluarkan PT laot Bangko untuk pembayaran kompensasi mencapai Rp miliar lebih.
Kompensasi meliputi tanamam yang ada di dalam lahan terkait.
Untuk tuntutan warga lainnya menyangkut plasma, PT Laot Bangko juga menyatakan sudah menyanggupi.
Sebanyak 20 persen lahan plasma akan disiapkan.
Soal plasma ini, Win Alamsyah yang lama berkecimpung di PT Perkebunan Nusantara dan beberapa perusahaan menyatakan telah berpengalaman melaksanakan di Kalimantan.
Termasuk dengan CSR, PT Laot Bangko memastikan sudah terlaksana dan memiliki data terkait.
Sedangkan upah karyawan akan disesuaikan mulai tahun ini.
Sebagaimana berita sebelumnya, aksi penolakan terhadap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko di Subulussalam sampai sekarang masih terjadi di kalangan masyarakat termasuk mahasiswa.
Terkini, koordinator Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Aceh, Selasa (14/1/2020).
Mereka meminta pihak BPN Aceh segera menghentikan aktivitas perusahaan terkait.
Dalam siaran persnya kepada Serambinews.com, Rabu (15/1/2020), Muzir yang telah berjuang selama hampir setahun menolak perizinan PT Laot Bangko menyatakan hingga kini masih mempersoalkan izin perpanjangan HGU PT.Laot Bangko.
Dia menilai batas izin HGU telah habis sehingga harus dihentikan.
”Kami menilai jika izin PT Laot Bangko sudah habis maka sejatinya aktivisnya juga dihentikan,” kata Muzir
Muzir bersama rekannya yang datang ke BPN Aceh membawa permohonan pemberhentian aktivitas perusahaan PT. Laot Bangko serta beberapa poin tuntutan yang dibubuhkan.
Permohonan penghentian izin HGU PT Laot Bangko ini sesui SK Menteri ATR 18 Desember 1989, masa Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 lalu.
Sampai saat ini kata, Muzir mengingat proses perizinan yang dilakukan PT Laot Bangko belum juga keluar Muzir, maka ia selaku aktivis mahasiswa dan masyarakat menyurati BPN Aceh.
Mereka meminta PT Laot Bangko memberhentikan segala aktivitas sebelum izin perusahaan tersebut keluar.
Di sisi lain, Muzir menilai Pemerintah Subulussalam lamban dan plin plan dalam mengambil sikap terkait diperpanjang atau tidaknya perusahaan perkebunan tersebut.
Muzir punmeminta dalam proses izin perpanjangan HGU PT Laot Bangko tersebut tidak ada pihak yang ingin mencari kepentingan dan keuntungan secara pribadi maupun kelompok dengan mengorbankan masyarakat.
Ini disampaikan Muzir karena dia menilai jika tanggungjawab sosial perusahaan tersebut untuk masyarakat belum juga di penuhi.
Muzir yang selama ini aktif mengkritisi rencana perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko menolak keras keberadaan perusahaan tersebut lantaran berbagai alasan.
Bahkan Muzir juga ke Jakarta dalam rangka melaporkan perusahaan yang puluhan tahun hanya menggarap seperempat lahan dari luasan izin yang diberikan pemerintah.
PT Laot Bangko adalah perusahaan di bidang perkebunan kelapa sawit di tiga kecamatan, yakni Sultan Daulat, Simpang Kiri dan Penanggalan.
Sesuai data, masa izin HGU perusahaan ini berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 lalu. (*)