Berita Subulussalam
Anggota DPR Aceh Harapkan Jalan Muara Situlen-Gelombang Tuntas Tahun Ini
Hal itu disampaikan anggota DPR Aceh Dapil IX Asmidar, S.Pd kepada Serambinews.com, Jumat (17/1/2020).
Penulis: Khalidin | Editor: Yusmadi
Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Pemerintah Aceh diminta fokus untuk membangun jalan tembus Kota Subulussalam via Gelombang-Muara Situlen, Kutacane, Aceh Tenggara sehingga bisa tuntas tahun ini.
Hal itu disampaikan anggota DPR Aceh Dapil IX Asmidar, S.Pd kepada Serambinews.com, Jumat (17/1/2020).
Asmidar mengaku jika masyarakat di wilayahnya khususnta Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam dan Aceh Singkil sangat berharap agar jalan ini terwujud dengan segera.
Karena perjuangan dalam mewujudkan jalan tembus ini sudah dimulai oleh tokoh-tokoh daerah Singkil dan Aceh Tenggara namun sampai sekarang tak kunjung tuntas.
Meski demikian, kata Asmidar pascapemekaran Kota Subulussalam dari Aceh Singkil sedikit-sedikit program jalan tembus ini juga terus dilakukan.
"Dalam hal ini saya mengajak melanjutkan perjuangan para tokoh-tokoh kita tersebut," kata Asmidar
Menurut Asmidar, dalam sisi ekonomi jalan tembus ini sangat strategis untuk memangkas jarak tempuh.
• Mantan Ketua Panwaslu Subulussalam Divonis 30 Kali Cambuk, H Ajo Irawan: Saya Kecewa
• Mahasiswa Minta Jaksa Awasi Dana Desa di Subulussalam
• Mahasiswa Subulussalam Datangi BPN Wilayah Aceh, Minta Hentikan Aktivitas PT Laot Bangko
Sebab, selama ini masyarakat Subulussalam dan Aceh Singkil harus melalui jalan provinsi Sumatera Utara bila melakukan perjalanan ke Aceh Tenggara.
Dengan melewati Sumut, perjalanan darat membutuhkan waktu sampai enam jam perjalanan.
Padahal, kata Asmidar jika saja jalan ini sudah terkoneksi maka waktu perjalanan Subulussalam ke Kutacane, Aceh Tenggara hanya dua jam-an.
"Kami yakin bukan saja masyarak, Singkil dan Aceh Tenggara yang terbantu. Tapi masyarakat barat selatan, dan tengah, tenggara dan Gayo akan merasakan dampak dari tersambungnya jalur Muara Situlen-Gelombang. Baik secara waktu jarak tempuh maupun secara ekonomi," ujar Asmidar
Asmidar pun berharap pemerintah Aceh terus melanjutkan pembangunan jalan tersebut.
Politisi wanita dari Partai Aceh ini mengaku mendapat informasi setiap tahun ada anggaran yang diplot melalui dana Otsus untuk melanjutkan jalan tembus tersebut.
Di tahun 2019 menurut informasi, kata Asmidar diplot dana sekitar Rp 5 Miliar untuk meningkatkan jalan dari Desa Pasir Belo, Sultan Daulat.
Asmidar pun berharap agar kedepan plot anggaran tersebut diperbesar sehingga proses pengerjaannya bisa berjalan dengan cepat.
Sebelumnya, sebanyak 23 anggota DPRK Aceh Tenggara, Senin (13/1/2020) berkunjung ke Kota Subulussalam untuk bertemu anggota dewan setempat.
Kunjungan para wakil rakyat asal Tanah Sepakat Segenep ini berlangsung di Gedung DPRK Subulussalam.
Dalam kunjungan itu para wakil rakyat kedua daerah sepakat untuk bersama-sama memperjuangkan ruas jalan Gelombang-Muara Situlen, Aceh Tenggara. Lembaga parlemen ini sepakat berjuang agar jalur tembus dapat dibuka secepat mungkin.
"Kami baru saja menerima kunjungan anggota DPRK Aceh Tenggara ke DPRK Subulussalam," kata Abdurrahmansyah Ujung, sekretaris DPRK Subulussalam, Senin (13/1/2020).
Abdul menyampaikan kedatangan para wakil rakyat asal Aceh Tenggara diterima Ketua DPRK Subulussalam Ade Fadly Pranata Bintang.
Ketua DPRK Ade Fadly menyatakan secara letak Geografis Kota Subulussalam berbatasan langsung dengan Aceh Tenggara, namun untuk menuju ke Kutacane harus melintasi tiga kabupaten yang menempuh waktu perjalanan darat sampai lima jam.
Fadly menambahkan bahwa DPRK Subulussalam dan DPRK Aceh Tenggara akan membentuk tim bersama demi membahas dan mencari jalan keluar guna terwujudnya Jalan lintas Gelombang-Muara Situlen.
Anggota DPRK Aceh Tenggara Tomi, S.Kep, Kota Subulussalam dan Aceh Tenggara berada dan berbatasan dengan zona inti Taman Nasional Gunung Lauser sehingga sering terjadi konflik antara masyarakat yang ingin bercocok tanam dengan Badan Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Bahwasanya Kota Subulussalam dan Aceh Tenggara dan lima Kabupaten lainnya masuk pada zona inti Taman Nasional Gunung Lauser dan di Aceh Tenggara masyarakat yang ingin bercocok tanam masih dihantui konflik, kami rasa perlu kita cari solusi yang baik sehingga petani kita tidak merasa terancam,” kata Tomi. (*)