2 Aktivis Papua Pakai Koteka Alias Penutup Kelamin saat Sidang di Pengadilan, Hakim Tegur Terdakwa
Dua orang diantara enam orang aktivis ini tampak tetap mengenakan koteka meski sempat ditegur majelis hakim pada pekan lalu.
Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya holim atau horim.
Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya.
Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara.
Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka.
Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat.
Namun, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka.
Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang.
Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari.
Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah.
Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata.
Di kawasan pegunungan, seperti Wamena, koteka masih dipakai.
Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah.
Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.
Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai pengganti koteka.