Jurnalisme Warga

Arena Gembira di Dayah Perbatasan Aceh-Sumut

Abuya meminta saya datang lebih cepat sebelum acara dimulai. Tujuanya agar saya bisa menikmati suasana dayah dan melihat para santri

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Arena Gembira di Dayah Perbatasan Aceh-Sumut
IST
HAYATULLAH PASEE, penulis buku Ramadan Orang Awam, aktif di Forum Aceh Menulis (FAMe) Banda Aceh, dan amil Baitul Mal Aceh.

OLEH HAYATULLAH  PASEE, penulis buku Ramadan Orang Awam, aktif di Forum Aceh Menulis (FAMe) Banda Aceh, dan amil Baitul Mal Aceh.

TULISAN  “Selamat Datang di Provinsi Sumatera Utara” terbaca jelas pada sebuah gapura dari jarak 30 meter. Gapura itu menandakan batas antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut). Saya tidak melewati batas tersebut. Tujuan saya bukan ke sana, melainkan ke Pesantren/Dayah Darul Amin yang letaknya hanya beberapa langkah dari perbatasan Aceh-Sumut.

Ini kedatangan saya kali kedua ke dayah yang digadang-gadang sebagai benteng akidah umat muslim di Aceh Tenggara ini. Tahun lalu saya datang dalam rangka apel tahunan pesantren tersebut bersama orang Dinas Pendidikan Dayah Aceh. Kali ini saya diundang khusus oleh Pimpinan Pesantren (Rais Am), Abuya Muchlisin Desky dengan agenda Pergelaran Seni Arena Gembira Dayah Darul Amin Tahun 2020.

Melalui telepon, Abuya meminta saya datang lebih cepat sebelum acara dimulai. Tujuanya agar saya bisa menikmati suasana dayah dan melihat para santri melakukan persiapan kegiatan yang dilakukan tiga bahkan empat tahun sekali tersebut. Abuya juga menawarkan akan menanggung semua kebutuhan biaya perjalanan saya ke sana.

Jumat (7/2/2020) siang saya bertandang di kabupaten yang beribu kota Kutacane itu setelah melewati jelan berkelok-kelok. Belum dijalani, membayangkan saja bagaimana terjalnya jalan Gayo Lues ke Aceh Tenggara saja sudah pusing. Namun, semua kelelahan di jalan terbayar ketika melihat suasana lingkungan pesantren yang adem dan sejuk.

Abuya sendiri menjemput langsung saya ke Kutacane, karena mobil jet bus yang saya tumpangi tak melayani pengantaran penumpang yang jauhnya 30 kilometer dari Kutacane. Saya merasa begitu dispesialkan oleh Abuya kali ini. Abuya bersedia menyetir sendiri Innova Reborn warna gelap untuk menjemput saya ke Masjid Agung Attaqwa Kutacane.

Sampai di sana saya dibawa ke wisma tamu pesantren yang memiliki empat kamar. Abuya bercerita panjang lebar bagaimana kondisi pesantren sejak pertama ia pimpin yang hanya memiliki 75 santri hingga kini sudah hampir 700 santri.

Abuya diberikan amanah menahkodai Dayah Perbatasan Darul Amin tersebut sejak tahun 2008. Saat itu kondisi dayah sangat kritis dari segala aspek. Orang-orang tak akan percaya jika Dayah Darul Amin bisa seperti saat ini jika dibandingkan dengan kondisi saat itu. Namun, Abuya sangat optimis bahwa ia harus melakukan sesuatu supaya Darul Amin tetap berjalan dan jaya.

Dalam benak Abuya, Darul Amin harus mandiri secara finansial. Selain dapat bantuan dari pemerintah, pesantren harus memiliki mesin ekonomi tersendiri agar pesantren tetap hidup dan tidak bergantung pada bantuan pihak lain.

Dalam jangka waktu sebelas tahun Abuya Muchlisin mampu membuat Darul Amin menjadi pesantren favorit di Aceh Tengara dan sekitarnya. Bahkan yang mondok di sini tidak hanya dari Aceh Tenggara, tetapi ada juga dari 23 kabupaten/kota se-Aceh. Beberapa daerah dari luar Aceh juga menitipkan putra-putri mereka di sana.

Untuk menambah pemasukan bagi dayah,  Darul Amin memiliki Badan Usaha Milik Dayah (BUMD), yaitu koperasi putra dan putri, kantin umum yang menjual berbagai kebutuhan santri, laundry pakaian, budi daya lele, konveksi, perkebunan, pangkas pria, dan homestay sebanyak 16 kamar untuk disewakan kepada wali santri yang datang dari jauh yang ingin menjenguk anaknya.

Selama tiga hari dua malam di sana, saya merasa seperti santri saja. Saya ikut mengaji bersama santri selesai shalat Magrib. Shalat berjamaah lima waktu. Saya dapat menyaksikan langsung segala aktivitas di sana yang dilakukan secara bersamaan dan gotong royong.

Abuya pernah menjelaskan bahwa salah satu tujuan Pesantren Darul Amin didirikan adalah untuk mencetak kader-kader islami yang mampu menguasai berbagai kompetensi. Mereka diajarkan bagaimana memimpin, bagaimana berjasa tanpa meminta jasa, dan yang terpenting terbentuk kepribadian yang berakhlak baik.

Arena gembira

Sabtu (8/2/2020) sore suasana pesantren mulai riuh. Para santri di bawah binaan ustaz-ustazah tampak sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara nanti malam. Acara Pergelaran Seni Arena Gembira merupakan kegiatan yang menampilkan karya seni para santri. Kegiatan ini merupakan momentum yang sangat ditunggu-tunggu para penghuni pesantren.

Beda dengan apel tahunan yang dilaksanakan setahun sekali, Arena Gembira belum tentu dilaksanakan tiga tahun sekali, karena membutuhkan biaya yang sangat besar. Mulai dari dekorasi background pentas, pengeras suara, lampu sorot, kesiapan siswa, dan keperluan lainnya.

Untuk kegiatan yang jarang dilaksanakan ini para santri telah mempersiapkan beberapa bulan terakhir, mulai dari latihan untuk pertunjukan hingga peralatan yang diperlukan. Semua dilakukan dengan gotong royong para santri. Hanya beberapa keperluan yang perlu disewa dari luar seperti sound system, lighting (pencahayaan), dan pelukis background pentas yang didatangkan khusus dari Sukabumi, Jawa Barat.

Background  didesain bak istana megah. Sekilas dilihat sepertinya bangunan asli, tapi semuanya hanya lukisan dalam bentuk tiga dimensi di atas tripleks dengan ukuran ketinggian sekitar 20 meter dan lebar sekitar 30 meter. Apalagi disorot dengan lampu warna-warni menambah kemegahan tampilan pentas utama Arena Gembira pada malam itu.

Di sana anak-anak unjuk kebolehan dalam bidang kesenian yang selama ini dipelajari. Acara ini dihadiri lebih kurang 4.000 penonton, baik masyarakat setempat maupun wali santri, serta tamu undangan lainnya.

Acara diawali dengan pembacaan Quran oleh qari cilik pemenang juara harapan I MTQ Aceh Tahun 2019, Chandra Maulana Helmi yang berasal dari Aceh Tenggara. Suaranya yang merdu membuat suasana begitu syahdu.

"Arena Gembira kali ini persiapannya cukup matang, mulai dari panggung hingga kesiapan para santri. Untuk background menelan biaya lebih dari  60 juta bahkan bisa mencapai 100 juta rupiah kalau dihitung keseluruhannya," kata Muchlisin Desky dalam sambutannya di sela-sela pembukaan kegiatan tersebut.

Memang, katanya, jumlah tersebut terkesan banyak dan pemborosan, tetapi tidak sebanding dengan penghargaan yang kita berikan kepada santri dalam memotivasi mereka dan membentuk karakter melalui kesenian. Dengan cara inilah pihaknya menghargai karya seni anak-anak didiknya yang telah belajar sehingga bisa menunjukkan karya nyata.

Begitu pula dengan santri, mereka begitu bersemangat saat menunjukkan kobolehan mereka di depan masyarakat. Semua santri tampak melakukan tugasnya dengan sempurna di atas pentas tanpa ada kejanggalan.

"Ini juga memotivasi masyarakat agar lebih tertarik memasukkan anaknya ke pesantren. Di pesantren tidak hanya belajar agama, juga ada kreativitas yang membawa mereka menuju kemandirian yang menghilangkan sifat egois," ungkap Abuya Muchlisin.

Selama pertunjukan berlangsung, masyarakat tampak terkesima menyaksikan penampilan para santri yang memukau. Banyak pertunjukan yang ditampilkan, antara lain, teatrikal, puisi berantai, puisi kolosal, pidato, fashion show, tarian-tarian, tari saman, seni lukis, bela diri karate, pencak silat, drama sejarah, akrobat persada, dan beberapa penampilan lainnya.

"Pada kesempatan ini para santri juga membuat teatrikal sejarah perjalanan Darul Amin bagaimana gonjang-ganjing di dalamnya dan berbagai permasalahan hingga penyelesaian masalah," ujar Abuya.

Kegiatan ini dilaksanakan seusai shalat Isya hingga tengah malam. Hingga acara usai, para penonton tak beranjak dari tempat duduknya. Penonton tampak histeris ketika ada penampilan-penampilan yang menakjubkan dan tertawa lepas saat adegan lucu.

Dayah Perbatasan Darul Amin merupakan dayah terpadu yang memiliki luas lahan 10 hektare lebih. Dayah ini salah satu dayah binaan Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh yang diharapkan menjadi benteng akidah umat Islam di wilayah perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara. Semoga menjadi kenyataan. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved