Berita Abdya
Seluruh Pedagang Hengkang dari Pasar Babahrot Abdya, Ini Penyebabnya
Padahal untuk pembangunan pasar rakyat yang sudah beroperasi sejak tahun 2017 itu, menghabiskan dana miliaran rupiah.
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Mursal Ismail
Padahal untuk pembangunan pasar rakyat yang sudah beroperasi sejak tahun 2017 itu, menghabiskan dana miliaran rupiah.
Laporan Zainun Yusuf| Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE - Seluruh pedagang tradisional memutuskan hengkang dari pasar rakyat.
Pasar rakyat ini di Dusun Teungoeh, Desa Pantee Rakyat, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Padahal untuk pembangunan pasar rakyat yang sudah beroperasi sejak tahun 2017 itu, menghabiskan dana miliaran rupiah.
Pedagang yang memilih meninggalkan lokasi pasar adalah seluruh pedagang sayur-sayuran dan bahan kebutuhan (dapur) rumah tangga.
Para pedagang tersebut pindah menempati kios di pinggir jalan nasional di Dusun Pasar atau membangun kios sederhana di lokasi lain secara terpisah dalam kawasan Desa Pantee Rakyat.
• Ditabrak Kuda Pacu Hingga Koma 16 Hari, Edwin Akhirnya Meninggal Dunia, Begini Kronologinya
• Siswa Terima E-KTP Sebagai Kado HUT Kota Takengon
• Speaker Powerful Tanpa Listrik Untuk Penggunaan Indoor dan Outdoor
Plt Keuchik Gampong Pantee Rakyat, Zakiryah yang dihubungi Serambinews.com, Senin (17/2/2020) menjelaskan, para pedagang tradisional pindah dikarenakan Pasar Rayat yang baru beroperasi sekitar tiga tahun semakin sepi pengunjung.
“Para pedagang mengaku terus merugi karena pengunjung semakin berkurang.
Seluruh pedagang sayur dan kebutuhan dapur rumah tangga akhirnya pindah.
Kecuali, dua atau tiga pedagang kain atau pakaian jadi yang masih bertahan ,” katanya.
Dari informasi diperoleh keuchik dari beberapa pedagang bahwa jumlah pengunjung Pasar Rakyat Babahrot terus menurun sampai memasuki tahun 2020.
Penyebabnya, para penggalas (muegee) ikan atau pedagang ikan tidak lagi memasarkan ikan basah pada bangku (lapak) pasar ikan yang tersedia dalam Kompleks Pasar Rakyat Babahrot.
Penggalas ikan memilih berjualan ikan di lokasi yang sebenarnya dilarang, yaitu tepi jalan atau di Simpang Jalan Alue Mantri, Desa Blang Raja.
Bahkan sekarang ini, kata Zakirsyah, para muegee ikan sudah membangun tenda darurat di Simpang Alue Mantri sebagai tempat memasarkan ikan.
Bukan saja pedagang ikan, menurut keterangan diperoleh Serambindews.com, beberapa pedagang tradisional yang meninggalkan lokasi Pasar Rakyat, juga ikut-ikutan membuka kios sederhana di lokasi Simpang Jalan Alue Mantri.
Penyebab lain, Pasar Rakyat Babahrot selama ini tidak ada Syahbandar yang di-SK-kan mengurus pasar.
Akibatnya para pedagang tidak tertib, terutama pedagang ikan yang berjualan di pinggir jalan.
Padahal, pasar yang lebih representatif sudah tersedia.
Kendala tidak ada syahbandar pasar, menurut Plt Keuchik Gampong Pantee Rakyat, Zakirsyah sudah teratasi setelah dipilih Saudin, belum lama ini.
“Sekarang sedang menunggu dikeluarkan SK oleh Camat Babahrot.
Setelah keluar SK syahbandar, maka pedagang akan dikembalikan untuk berjualan di kompleks pasar,” papar Zakirsyah.
Plt Keuchik Gampong Pantee Rakyat itu lebih lanjut menjelaskan, pengembalian pedagang yang sudah meninggalkan lokasi pasar dilakukan secara pelan-pelan.
Dengan melibatkan Camat bersama Anggota Muspika Babahrot, termasuk sangat diharapkan dukungan dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Abdya.
Jika tidak, katanya, pasar yang dulunya diyakini akan berkembang menjadi pusat pasar yang menyediakan beragam kebutuhan masyarakat itu akan terlantar dan tidak terurus.
Sebagai cacatan, Pasar rakyat di Desa Pantee Rakyat, Abdya, sejak April 2019 lalu sudah sepi pengunjung.
Dampaknya, sejumlah pedagang dilaporkan bangkrut dan gulung tikar karena tidak memiliki modal untuk memulai usaha baru.
Sebagian pedagang saat itu memilih pindah dari Pasar Babahrot untuk kemudian membuka usaha di lokasi lain.
Pantauan Serambinews.com saat itu, kondisi pasar tampak sepi.
Puluhan kios permanen tutup, sehingga dimanfaatkan anak-anak untuk bermain di teras kios.
Hanya ada sekitar dua atau tiga kios saja yang buka, itupun usaha pakaian jadi. Bangku permanen sebagai lapak jual ikan basah juga dalam keadaan kosong melompong.
Pasar Rakyat yang dibangun tahun 2016 itu, kondisinya cukup menyedihkan lantaran kurang terurus.
Tak heran, area kompleks pasar penuh semak belukar dan fasilitas yang tersedia banyak yang tidak berfungsi lagi.
Seorang pedagang menjelaskan, terus berkurangnya jumlah pengunjung akibat kurang tegasnya pihak pengelola pasar, dan aparatur Gampong Pantee Rakyat, serta Muspika Babahrot.
Padahal, beber dia, ketika awal beroperasi, pasar tersebut tampak semarak karena pengunjung datang dalam jumlah lumayan banyak.
“Pengunjung ramai saat itu setelah pedagang ikan (mugee eungkoet) dan pedagang yang membuka lapak di pasar lama, semuanya diarahkan memindahkan usaha mereka ke kompleks pasar rakyat.
Makanya, pembeli semua datang ke pasar rakyat,” ujar pedagang yang tak mau membeberkan identitasnya itu.
Namun, lanjut dia, keramaian itu tak bertahan lama.
Sebab, sekitar satu tahun kemudian, jumlah kunjungan pembeli menurun drastis.
Penyebabnya, kata pedagang tersebut, para mugee ikan basah, seperti ‘dibiarkan’ berjualan di luar pasar.
Tepatnya di tepi jalan raya, seperti di Simpang Alue Mentri dan di pinggir jalan nasional sekitar pasar buah sampai Jembatan Alue Beuringen.
Padahal, ketersediaan ikan basah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengunjungi pasar, sekaligus membelanjakan beragam kebutuhan rumah tangga.
Dampak tidak ditertibkannya pedagang ikan basah yang membuka lapak di luar pasar itu, tandasnya, membuat satu persatu pedagang menutup kios dalam kompleks pasar, kemudian pindah berjualan ke luar.
“Kios yang sebagian besar telah tutup itu kemudian difungsikan sebagai gudang,” tukas pedagang lain yang juga enggan menyebutkan namanya. (*)