Kisah Inspiratif

Kisah Putra Aceh The Big Boss Trans Continent, Doa Ayah dan Ibu Membuat Semuanya Serba Mungkin

Berbekal petualangannya ke tiga negara jiran, membuat Ismail Rasyid menjadi lebih pede dalam mengarungi kehidupan di Batam.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
CEO Trans Continent Ismail Rasyid bersama ayah dan ibunya, serta kepala kantor Trans Continent di Perth Australia, saat berada di rumah kelahirannya di Matangkuli Aceh Utara, tahun 2019. 

Di sela-sela kesibukannya, Ismail selalu menyempatkan diri pulang ke Matangkuli Aceh Utara, untuk menemui dan menyuapkan nasi kepada ayah dan ibunya yang sudah mulai renta.

Kesempatan bertemu orang tunya dilakukan oleh Ismail hampir setiap kali dia mendapatkan tugas bertemu klien di luar negeri.

“Seperti saat hendak pergi ke India kemarin, saya juga pulang ke Matangkuli, minta izin dan doa restu dari Mak dan Ayah,” ungkap Ismail sambil menunjukkan foto momen saat dia menyuapkan mangga ke mulut ayahnya di atas ranjang rumah sakit.

Kolase foto CEO Trans Continent Ismail Rasyid menyuapkan potongan mangga ke mulut ayahnya dan saat melaksanakan ibadah umrah bersama istri dan anak-anaknya.
Kolase foto CEO Trans Continent Ismail Rasyid menyuapkan potongan mangga ke mulut ayahnya dan saat melaksanakan ibadah umrah bersama istri dan anak-anaknya. (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Izin dan doa restu dari kedua orang tua, saudara, serta teman-temannya di kampung halaman, menjadi vitamin tambahan bagi Ismail Rasyid dalam menghadapi klien.

“Saya bangun hubungan baik dengan semua stakeholder, pelayaran, bea cukai, imigrasi, syahbandar, termasuk dengan TNI AL, AD, AU, dan Polri. Pokoknya dengan semua pihak yang berkaitan dengan pekerjaan saya. Karena kita juga ngurusin kapal-kapal asing,” ujarnya.

Aktivitas pengangkutan barang oleh PT Trans Continent.
Aktivitas pengangkutan barang oleh PT Trans Continent. (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Jaringannya semakin terbuka luas seiring semakin seringnya Ismail Rasyid bolak balik ke kantor imigrasi dan depnaker untuk mengurus dokumentasi dan administrasi tenaga kerja asing yang bekerja di atas kapal milik klien.

“Saya terbiasa ngurusin visa-visa orang, ngurusin suplai untuk makanan kapal, serta ngurusin warehouse semua barang-barang logistik yang masuk dari seluruh wilayah,” kata Ismail.

Menurutnya, saat itu Batam menjadi lokasi penyimpanan logistik perminyakan.

Semua barang masuk ke Batam dulu, baru kemudian didistribusikan ke luar.

“Nah, fungsi inilah yang harusnya dikembangkan Sabang sebagai pelabuhan bebas (free port),” kata Ismail.

Semua barang yang masuk ke pelabuhan bebas (seperti Batam dan Sabang) tanpa proses importasi, tapi hanya pencatatan biasa.

Pencatatan sebagai barang impor baru dilakukan jika ke luar dari pelabuhan bebas ke daerah pabean lain di Indonesia.

“Tapi kalau dikirim lagi ke luar negeri tidak ada masalah. Tidak ada proses impor-ekspor, karena hanya singgah saja. Nah ini yang belum dilakukan di Sabang pada era pelabuhan bebas dan perdagangan bebas saat ini,” papar Ismail Rasyid.

Jaringan dan kepercayaan yang terbangun di hampir seluruh Indonesia, menjadi modal tak ternilai bagi Ismail dalam memulai bisnis selanjutnya.

Salah satu armada milik Trans Continent.
Salah satu armada milik Trans Continent. (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Resign Karena Terpaksa

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved