Berita Subulussalam
Tanggapi Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Subulussalam, MaTA Minta Jaksa Seret Semua Aktor dan Pelaku
Menurut Alfian, penggeledahan itu sebagai langkah tegas penegak hukum untuk bereaksi atas oknum yang berupaya merintangi upaya penyidikan.
Penulis: Khalidin | Editor: Nur Nihayati
Menurut Alfian, penggeledahan itu sebagai langkah tegas penegak hukum untuk bereaksi atas oknum yang berupaya merintangi upaya penyidikan.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) salah satu pegiat LSM mengapresiasi langkah cepat Kejaksaan Negeri Subulusalam dalam pengungkapan kasus korupsi berupa proyek fiktif di daerah ini.
Hal itu disampaikan, Alfian, Koordinator Badan Pekerja MaTA, melalui siaran pers yang dikirim kepada Serambinews.com, Kamis (5/3/2020).
Alfian menanggapi aksi penggeledahan yang dilakukan pihak kejaksaan dua hari lalu di kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.
Menurut Alfian, penggeledahan itu sebagai langkah tegas penegak hukum untuk bereaksi atas oknum yang berupaya merintangi upaya penyidikan.
Terhadap hal ini, MaTA menyampaikan harapan kuat kepada Kejaksaan Subulussalam untuk pengungkapan kasus tersebut secara utuh sehingga semua aktor atau para pelaku menerima kosekuesi hukum terhadap apa yang telah mareka lakukan.
“Kami harap kejaksaan mengungkap tuntas kasus dugaan proyek fiktif ini dan menyeret semua aktor dan pelakunya,” kata Alfian
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam telah meningkatkan status kasus lima proyek fiktif dan bantuan hibah dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Selain meningkatkan ke penyidikan, kejaksaan juga melakukan penggeledahan ke kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam, Selasa (3/3/2020).
• Peneliti Ini Temukan 70 Jenis Masker Cemari Laut Selama Wabah Corona Merebak
• Ganda Putri Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugiarto Bertekad Taklukkan All England Open 2020
• Cegah Corona dengan Doa dan Hidup Bersih
Pengusutan terhadap dugaan proyek fiktif yang dilakukan pihak kejaksaan mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. Bahkan penggeledahan yang digelar kemarin menjadi momen penting bagi penegakan hukum di Kota Sada Kata.
Hal tersebut lantaran aksi penggeledahan penegak hukum ke kantor pemerintahan merupakan pertama kali terjadi di kota yang mekar 2 Januari 2007 itu.
Di sisi lain, sejumlah kalangan mempertanyakan kemajuan pengusutan kasus proyek dua kali penarikan atau dua kali pembayaran yang terjadi di Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan (Distanbunkan) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam. Ketika dikonfirmasi kepada Kasi Pidsus Kejari Subulussalam, Ika Liusnardo Sitepu di ruang kerjanya usai penggeledahan kemarin menyatakan jika mereka hanya menangani dua kasus yakni dugaan proyek fiktif serta bantuan hibah fiktif.”Kalau kasus itu bukan kami yang tangani, kalau kejaksaan hanya menangani dua kasus yaitu lima paket proyek di DPUPR serta satu kasus lagi bantuan hibah fiktif di BPKD,” kata Ika Liusnardo
Terhadap kasus proyek fiktif ini Liusnardo memastikan akan segera dituntaskan dan penetapan tersangka digelar selambatnya tiga minggu ke depan. Kejaksaan pun meminta bantuan dan dukungan dari masyarakat agar kasus terkait dapat ditangani secara baik hingga menyeret pelakunya ke meja hijau. Kasus ini sendiri menurut kejaksaan termasuk ‘double’ fiktif lantaran bukan hanya pelaksanaan namun juga tidak tercantum di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) namun dilakukan. Pun demikian bantuan hibah yang mengalir secara illegal.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Subulussalam, Mhd. Alinafiah Saragih menyampaikan ada dua terlapor yang diduga kuat sebagai pelaku utama atau aktor utama dalam kasus proyek fiktif tahun 2019 itu. Kedua actor utama yang berstatus terlapor masing-masing berinisial SH dan DA masing-masing berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan swasta. Kajari Alinafiah memastikan proses ini segera dituntaskan hingga penetapan tersangkanya.
Ditambahkan, modus permainan kasus proyek fiktif ini dengan cara memanfaatkan kesempatan di masa peralihan jabatan kepala BPKD lama dengan yang baru. Nah, ada salah satu oknum ASN pejabat di lingkungan BPKD diduga kuat menjadi aktor dalam permainan kasus korupsi senilai Rp 795 juta ini. Dikatakan, DA selaku direktur PT AA menggunakan kesempatan saat peralihan tugas kepala BPKD atas suruhan SA selaku ASN di BPKD.”Sehingga dana itu diterbitkan SP2D-nya padahal dalam kenyataannya pekerjaan terkait tidak ada di dalam DPA namun dengan cara-cara yang tidak benar menggunakan operasi SIMDA cairlah uang tersebut,” ujar Kajari Alinafiah
Hingga kini memang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka meski kasusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Kajari memastikan kasus ini segera dituntaskan dalam tiga pekan ke depan. Penuntasan itu sekaligus penetapan tersangkanya. Selain kedua aktor utama ini, Kajari Subulussalam juga mengatakan tidak tertutup kemungkinan adanya oknum lain yang akan terseret sesuai dengan perkembangan penyidikan.”Pokoknya paling lama tiga minggu lagi sudah kita tetapkan tersangkanya,” ujar Kajari Alinafiah
Sebelumnya, pihak kejaksaan mendapat kesulitan membongkar kasus dugaan proyek fiktif di Dinas PUPR dan dana hibah fiktif di BPKD lantaran ada dokumen yang diminta penyidik namun tidak kunjung diberikan. Karena itu, kejaksaan pun akhirnya melakukan penggeledahan terhadap kedua kantor terkait. Penggeledahan tersebut dilakukan lantaran penyidik kesulitan mendapatkan dokumen terkait kasus korupsi dari terlapor. Untuk kelengkapan pembuktiaan, penyidik dari Kejari Kota Subulussalam melakukan penggeledahan di BPKD dan PUPR, akhirnya mereka mendapat dokumen tersebut.
Menyangkut kasus proyek dua kali bayar atau di Subulussalam sebenarnya lebih awal terungkap. Kasus ini sendiri dinilai sebagai pembobolan keuangan Pemko Subulussalam dengan modus proyek fiktif. Kasus terkait telah terendus penegak hukum dalam hal ini Polda Aceh. Sejumlah pejabat Kota Subulussalam telah dimintai keterangan dalam beberapa wkatu terakhir oleh Dir Intelkam Polda Aceh yang kabarnya menangani perkara tersebut.
Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Aceh Singkil AKP Fauzi yang dikonfirmasi Serambinews.com, Rabu (6/11/2019) malam mengaku jika pihaknya tidak menangani kasus dugaan proyek fiktif hingga menyebabkan bobolnya keungan pemerintah di Subulussalam. Belakangan terungkap jika kasus yang santer dibahas di tengah masyarakat Subulussalam ini ternyata ditangani langsung Dir Intelkam Polda Aceh.
Sejumlah pejabat yang telah dimintai keterangan Tim Polda Aceh di Banda Aceh masing-masing Mantan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (Kadistanbunkan) Suheri. Namun saat dikonfirmasi Serambinews.com, Suheri membantah dia sudah dimintai keterangan oleh pihak Polda. Selain itu, disebut-sebut pula pemeriksaan dilakukan terhadap Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan bendahara. Distanbunkan salah satu instansi yang proyek kegiatannya ditukangi hingga terjadi dua kali penarikan dana dalam satu item pekerjaan.
Pemeriksaan kabarnya juga dilakukan terhadap Kadistanbunkan Ir Sulisman. Terkini, Dir Intelkam Polda Aceh juga memanggil Kepala Badan Pengeloaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Subulussalam, Drs Salbunis MAP. Salbunis dikabarkan menghadiri panggilan Polda Aceh di Banda Aceh, Rabu (6/11/2019) kemarin.
Sebagaimana gencar diberitakan, kasus dugaan bobolnya keuangan Pemko Subulussalam dengan modus permainan system di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) setempat semakin menguat. Adalah Suheri, SP, mantanKepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (Distanbunkan) Kota Subulussalam yang dikonfirmasi Serambinews.com, Rabu (6/11/2019) membenarkan adanya anggaran kegiatannya ditarik dua kali hingga kini menjadi masalah.
Suheri menjelaskan jenis kegiatan yang dananya dua kali tarik tersebut adalah program jalan produksi di Penanggalan Timur, Kecamatan Penanggalan. Namun, kata Suheri anggaran tersebut nilainya Rp 106 juta, bukan Rp 198 juta. Kegiatan ini merupakan program aspirasi salah satu anggota DPRK dapil Kecamatan Penanggalan.
Dikatakan, sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang resmi kegiatan aspirasi senilai Rp 106 juta ini ditarik pada Juli lalu. Belakangan terbongkar, kegiatan serupa dengan nilai sama ternyata juga pernah ditarik di bulan April.”Saya juga kaget, karena berdasarkan SP2D dicairkan Juli lalu tapi entah kenapa bulan April ada pencairan juga. Yang sesuai prosedur itu pencaitan bulan Juli, April tidak sesuai,” ujar Suheri
Suheri sendiri baru tau kasus tersebut setelah dia tidak menjabat lagi sebagai Kadistanbunkan Subulussalam akhir September lalu. Itupun, kata Suheri diketahui dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang telah dimintai konfirmasi pihak kepolisian. Sementara Suheri mengaku hingga kini belum dimintai keterangan aparat kepolisian yang menangani kasus tersebut.
Ketika ditanyai apakah uang senilai Rp 106 juta yang ditarik secara illegal telah dikembalikan ke kas daerah, Suheri mengaku tidak paham lantaran kini tak lagi sebagai kepala dinas dan dia menyarankan untuk mengkonfirmasi ke pejabat terkait. Pun demikian soal apakah ada kegiatan lain yang juga ditarik dengan modus SPM atau SP2D bodong, Suheri lagi-lagi mengaku tak paham.
Selain di Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kota Subulussalam, kegiatan yang anggarannya ditukangi kabarnya juga terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR). Bahkan berdasarkan isu, kasus di DPUPR juga jauh lebih besar. Malah, salah satu kegiatan yang bermasalah tersebut dananya sudah dikembalikan ke kas daerah sebanyak Rp 165.620.000. Dana ini merupakan anggaran untuk pembangunan MCK di Penanggalan, program aspirasi salah satu anggota DPRK setempat.
Sejauh ini masih ada dugaan kegiatan lain yang ditukangi secara system sehingga terjadi pencairan dana secara fiktif alias bodong. Dampaknya, dana Pemko Subulussalam diduga telah dibobol oleh oknum yang menukangi system account di BPKD dan disebut-sebut mencapai Rp 2 miliar.
Sumber Serambinews.com menyebutkan di BPKD tersebut proses keuangan sudah tersistem. Namun entah bagaimana system tersebut ditukangi sehingga dapat diretas. Maka masuklah anggaran yang semacam penumpang gelap. Sekarang yang mengemuka kasus ini semacam kelebihan bayar, tapi lanjut sumber hal itu hanya sebagai bahasa halus. Misalnya, harga Rp 200 juta menjadi 250 juta.”Tapi ini sama sekali tidak demikian melainkan dibayar lunas untuk kegiatan yang sudah dibayar. Artinya, ada dua kali bayar di mana yang satu berarti fiktif,” terang sumber
Sebagaimana diberitakan, keuangan Pemerintah Kota Subulussalam dikabarkan ‘bobol’ hingga Rp 2 miliar. Kasus ‘bobolnya’ keuangan Pemko Subulussalam tersebut telah ditangani penegak hukum dan beberapa pejabat diperiksa hingga membuat kasus ini menjadi santer dalam pembahasan masyarakat.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com uang yang bobol ini merupakan anggaran kegiatan di beberapa dinas. Namun, pembobolan keuangan Pemko Subulussalam tersebut terjadi di BPKD bukan dinas yang menangani kegiatan. Modusnya, melalui Surat Perintah Membayar (SPM) bodong setelah ‘menukangi’ system di BPKD. Sehingga, para dinas terkait sendiri mengaku tidak tau jika kegiatan tersebut ‘ditukangi’.
Sumber menjelaskan, kasus ini disebut-sebut kelibihan bayar namun yang tepat sebenarnya kegiatan fiktif. Aksi ini berupa sebuah kegiatan yang sudah dibayar kembali ditimbulkan pada system keuangan untuk dicairkan kedua kalinya. Sehingga pembobolan itu disebut satu kegiatan dua kali bayar. Salah satu kegiatan terdapat di Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (Distanbunkan) Subulussalam.
Kabarnya terdapat kegiatan pembangunan jalan produksi senilai Rp 198 juta tapi ada pula menyebut hanya Rp 106 juta telah dibayar pada Juli lalu sesuai SP2D. Belakangan, terbongkar ternyata kegiatan itu sebenarnya sudah dicairkan dengan nilai sama pada tiga bulan sebelumnya yakni April. Hal sama juga terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan sebagian dananya sudah dikembalikan ke kas daerah.
Masih menurut sumber, jika kasus kelebihan bayar maka harusnya semisal anggaran kegiatan Rp 100 juta dibayar menjadi Rp 130 juta. Namun yang terjadi bukan demikian melainkan anggaran terkait sudah dibayarkan tapi belakangan kembali muncul dan dilunasi dengan nilai yang sama.”Kalau kelebihan bayar itu kan ada selisih dari nilai sebenarnya tapi ini bukan begitu melainkan, anggaran untuk kegiatan sudah dibayar lunas. Tapi belakangan muncul lagi dan dibayar kembali. Ini system keuangan ditukangi atau diretas oleh oknum,” beber sumber
Sebelumnya, kejaksaan Negeri Subulussalam menunjukan taringnya dalam pengusutan kasus korupsi di daerah ini. Terbukti, dalam kurun waktu tiga bulan Kejaksaan Subulussalam telah meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan meski belum ada tersangkanya.”Tapi dalam wkatu dekat kita segera tuntaskan dan akan ditetapkan tersangkanya,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih yang menggelar konferensi pers, Selasa (3/3/2020) di ruang kerjanya.
Kajari Subulussalam Alinafiah menggelar konferensi pers di hadapan para wartawan beberapa menit setelah timnya melakukan penggeledahan di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam, Selasa (3/3/2020). Penggeledahan tersebut dilakukan lantaran penyidik kesulitan mendapatkan dokumen terkait kasus korupsi dari terlapor.
Menurut Kajari Alinafiah, kejaksaan terpaksa melakukan penggeledahan karena adanya kesulitan dalam mendapatkan dokumen terkait kasus tersebut. Ditambahkan, meski terlapor kooperatif saat diperiksa namun dalam hal dokumen enggan memberikan.”Dalam kasus ini penyidik penyidik kesulitan mendapatkan dokumen dari terlapor maka kita terpaksa melakukan penggeledahan untuk kelengkapan pembuktian. Dokumen-dokumen itu sebelumnya tidak dapat kita peroleh sehingga dilakukanlah penggeledahan,” ujar Kajari Alinafiah
Sejauh ini kejaksaan belum dapat membeberkan dokumen apa saja yang mereka sita dari kedua kantor yang digeledah. Intinya, kata Kajari Alinafiah dokumen yang diambil berkaitan dengan kasus korupsi di DPUPR Subulussalam. Dalam kasus ini kejaksaan menyatakan terjadi penyimpangan yang keterlaluan. Pasalnya, kasusnya bukan hanya fiktif pelaksanaan tapi juga dalam dokuen penganggaran.
Lebih jelas disampaikan dalam kasus lima paket proyek yang nilainya Rp 795 jutaan lebih itu tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) namun belakangan dilaksanakan hingga merugikan keuangan Negara. Kejaksaan sudah menyampaikan permintaan audit dan saat ini sedang dalam proses perhitungan kerugian Negara. Kajari pun memastikan kasus ini segera dituntaskan.
Sebelumnya, kasus dugaan proyek fiktif yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam memasuki babak baru. Terkini, tim Kejaksaan Negeri Subulussalam, Selasa (3/3/2020) menggeledah Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.
Penggeledahan tersebut terkait pengumpulan sejumlah dokumen pendukung untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan BPKD dan DPUPR Subulussalam. Pantauan Serambinews.com tim kejaksaan yang terdiri dari Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu, Kasi Pidum Hendra Damanik, Kasi Intel Irfan Hasyri serta petugas lainnya tiba di lokasi kantor sekitar pukul 10.30 WIB. Mereka awalnya masuk ke ruang Kepala Dinas BPKD Subulussalam, Drs Salbunis untuk menyerahkan surat perintah penggeledahan.
Berdasarkan catatan Serambinews.com, kasus dugaan korupsi dalam hal proyek fiktif di DPUPR dan dana hibah di BPKD Subulussalam mulai terkuak ke media November 2019 lalu. Nah, pascaheboh diberitakan pihak kejaksaan langsung merespon dan menindaklanjuti Desember 2019 dengan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan alias konfirmasi.
Ada sederet nama yang telah diperiksa kejaksaan. Adalah mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam Musjoko Isneini Lembeng diperiksa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam, Kamis (6/2/2020). Pemeriksaan tersebut terkait perkara lima paket proyek yang diduga fiktif di DPUPR Subulussalam.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com, Musjoko yang kini sekretaris Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah diperiksa kejaksaan dalam kapasitasnya saat menjabat sekretaris DPUPR. Selain Musjoko, kejari juga dilaporkan memeriksa bendahara DPUPR Erni.”Benar, kami diundang kembali memberikan keterangan,” kata Musjoko yang dikonfirmasi Serambinews.com
Musjoko mengatakan dia dipanggil ke Kejari Subulussalam sekitar pukul 11.00 WIB tadi. Musjoko membenarkan jika panggilan tersebut terkait permintaan keterangan seputar lima paket proyek yang diduga bermasalah karena ditenggarai fiktif. “Hari ini giliran kami dua orang dipriksa, saya dan bendahara,” ujar Musjoko
Dalam hal ini, Musjoko ketika ditanyai wartawan mengakui ada menandatangani dokumen sebagai sekretaris DPUPR Subulussalam kala itu. Namun, kata Musjoko dia menandatangani karena telah tuntas diteken oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) . Ini, lanjut Musjoko sudah lumrah dilakukan apabila dokumen sudah diteken PPTK maka dia langsung meneken. Sebab, dokumen tersebut menurut Musjoko awalnya diperiksa oleh PPTK dan jika lengkap dan tidak bermasalah maka diteruskan ke sekretaris hingga ke Kepala Dinas atau KPA.
Lebih jauh dijelaskan, saat menandatangani dokumen paket proyek yang kini bermasalah tersebut baru saja masuk ke DPUPR selaku sekretaris. Sebagai pengembalian PNS atau pejabat yang dikembalikan karena perintah Mendagri RI. Dia masuk 1 Juli namun dalam absen belum tercatat. Nah, saat itu, kata Musjoko langsung disodori dokumen untuk diteken. Tanpa curiga, Musjoko langsung menandatangani dengan alasan telah diteken PPTK.
Musjoko adalah satu dari 309 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dimutasi September 2018 dan mengajukan ‘gugatan’ ke Mendagri RI hingga akhirnya diperintahkan dikembalikan. Nah, usai dilantik jadi Wali Kota Subulussalam, H Affan Alfian Bintang SE pun akhirnya meralisasikan perintah Mendagri dengan mengembalikan ratusan ASN korban mutasi dan salah satunya Musjoko dari staf ke sekretaris DPUPR Subulussalam.
Lantas, sebagai pejabat yang telah dikembalikan, Musjoko mengaku langsung masuk ke kantor dan melapor ke atasan. Meski saat itu diakui namanya belum masuk dalam absen. Nah, ternyata momen ini dimanfaatkan oleh oknum yang bermain dalam pusaran kasus proyek fiktif meminta tandatangan Musjoko selaku sekretaris DPUPR.”Karena sudah diteken semua staf maka saya teken juga. Kala itu saya juga sempat bertanya apakah sudah tuntas semua. Dijawab sudah klar. Taunya bermasalah. Benar saya teken. Tapi saya sama sekali tidak paham dan tidak ada sangkut pautnya. Intinya kalau meneken saya akui tapi soal proyek ini ternyata bermasalah saya sama sekali tidak tau makanya saya merasa terjebak,” pungkas Musjoko
Musjoko pun berharap agar masalah yang membelit kantor tempat dia bekerja semasa jadi sekretaris tidak melibatkannya. Sebab, sebagaimana penjelasannya, dia sama sekali tidak terlibat dalam permainan dugaan proyek fiktif yang sekarang diusut pihak Kejaksaan Kota Subulussalam. Musjoko berharap dalang yang membuat masalah hingga menyeret mereka ke ranah hukum ini segera terungkap tanpa mengorbankan pihak tak bersalah.
Sebelumnya, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) menyatakan adanya oknum yang memalsukan tandatangannya. Ini terungkap berdasarkan keterangan Jufril, ST kasie pemeliharaan jalan dan jembatan DPUPR Kota Subulussalam kepada Serambinews.com, Selasa (19/11/2019). Menurut Jufril, namanya tercatut dalam dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai PPTK. Selain itu, tandatangan Jufril di SPM juga dipastikan dipalsukan oleh pelaku proyek fiktif. Diakui, semula ada oknum rekanan yang datang kepadanya untuk meminta tandatangan. Namun, Jufril menolak lantaran sepengetahuannya dia belum memiliki SK sebagai PPTK di kegiatan itu.
Jufril menambahkan, oknum rekanan yang datang itu membawa DPA atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Jufril mengaku menolak menandatangani SPM tersebut selain belum ada proses termasuk Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over-FHO), dia juga belum tercatat sebagai PPTK. “Intinya, saya pastikan tandatangan saya dipalsukan. Memang ada orang yang datang menemui saya, dia bilang kalau saya PPTK sudah disetujui kadis, namun saya tolak karena merasa tidak ada SK untuk menjadi PPTK kegiatan terkait, anehnya belakangan rupanya uangnya cair,” ujar Jufril
Jufril mengaku heran mengapa bisa ada tandatangannya tercantum di SPM termasuk namanya yang dicatut sebagai PPTK. Menurut Jufril, ada dua tandatangannya yang tertera di SPM penarikan uang proyek fiktif. Sementara tiga paket proyek fiktif lainnya tidak dibubuhi tandatangan namun uangnya cair. Ini pula yang membuat Jufril semakin heran lantaran mengapa dana bisa cair tanpa ada tandatangan PPTK.
Biasanya, kata Jufril mekanisme pencairan dana proyek harus melalui sejumlah tahapan seperti pengecekan ke lapangan atau verifikasi disebut Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over-FHO), Surat Penyediaan Dana (SPD) lalu Surat Perintah Membayar (SPM) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan pengantar dari BPKD ke bank. Nah, hal ini diduga ada yang terlewatkan yakni FHO, SPD dan kalaupun dilakukan diyakini ada pemalsuan dokumen.
Lalu, sebulan lalu kasus dugaan proyek fiktif yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam memasuki babak baru. Pemilik CV Azka Aldric (AA) yang menjadi rekanan kelima paket proyek bermasalah tersebut angkat bicara di hadapan media, Senin (10/2/2020).
Adalah Darmawansyah alias Agam selaku direktur CV AA yang melaksanakan pekerjaan lima paket proyek di DPUPR memberikan keterangan persnya kepada wartawan. Agam pun mengaku sudah mendapat surat panggilan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam untuk memberikan keterangan seputar proyek yang diduga kuat fiktif tersebut. Agam mengakui jika pekerjaan kelima proyek tersebut dia tangani melalui perusahaannya.
Agam menjelaskan secara detail asal mula terjadinya masalah dalam proyek di DPUPR Kota Subulussalam tahun 2019 lalu yang anggarannya mencapai Rp 895 juta tersebut. Agam sendiri mengaku semula tidak menyangka jika proyek ini akan bermasalah. Dia pun mengatakan hanya sebagai ‘suruhan’ atau pelaksana. Karenanya, Agam menyatakan siap mengungkap secara gamblang soal perkara kelima proyek yang melibatkan dirinya.
Sejauh ini Agam mengaku belum tau statusnya dalam panggilan pihak kejaksaan. Menurut Agam dia akan menghadiri dulu panggilan yang dijadwalkan berlangsung Selasa (11/2/2020) besok .”Saya belum tau apa aja yang akan ditanyakan nantilah setelah jelas saya juga akan beberkan semuanya,” ujar Agam
Kepala DPUPR Kota Subulussalam, Alhaddin yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya terkait dugaan proyek fiktif berupa pembangunan MCK di Penanggalan maupun jalan sebelum dia menjabat di dinas itu.”Kabar-kabar yang beredar begitu tapi itu sebelum saya menjabat,” kata Alhaddin.
Alhaddin mengakui mendapat informasi soal desas-desus dugaan proyek fiktif di dinas tersebut. Alhaddin sendiri mengaku masuk ke dinas tersebut September lalu sehingga jika pun terjadi kegiatan tersebut sebelum menjabat di DPUPR. Selain itu, Alhaddin juga memastikan proses penarikan dana yang diduga fiktif bukan dari DPUPR tapi Badan Pengelolaan keuangan Daerah (BPKD).
Sedangkan kasus lain yakni dugaan proyek yang nilainya miliaran Alhaddin mengaku telah memerintahkan anggotanya menelusuri ke BPKD dan menemukan lima paket pekerjaan yang dicurigai. Kelima paket pekerjaan yang dananya mencapai Rp 895 juta itu adalah pembangunan jalan. Kelimanya yakni paket jalan di kampung Bangun Sari Kecamatan Longkib senilai Rp 186 juta. Lalu paket pekerjan jalan Kampung Suka Makmur Kecamatan Simpang Kiri senilai Rp 176 juta.
Selanjutnya, paket pekerjaan jalan Panglima Sahman Kecamatan Rundeng sebesar Rp 182 juta dan paker pekerjaan jalan kampong Lae Saga, Kecamatan Longkib senilai Rp. 176 juta. Terakhir, paket pekerjaan senilai Rp 175 juta senilai Rp 175 juta. Total anggaran kelima paket ini mencapai Rp 895 juta.
Modus permainan terhadap kelima proyek ini disinyalir dananya sudah ditarik padahal pekerjaan belum ada. Paket ini rencananya masuk dalam anggaran perubahan 2019. Namun setelah mendapat informasi terkait, Kadis PUPR Alhaddin memerintahkan agar pekerjaan kelima proyek tersebut tidak tidak dilanjutkan. “Anggota saya suruh menelusuri ke BPKD dan ada lima paket proyek yang disinyalir dananya sudah ditarik dan ini sudah saya perintahkan untuk tidak diproses,” pungkas Alhaddin
Kasus lima paket proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam anggaran 2019 yang diduga fiktif semakin gamblang. Pasalnya, proses pencairan dana yang nilainya mencapai Rp 895 juta ternyata dengan mencatut nama Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan memalsukan tandatangannya. (*)