Berita Banda Aceh
Walhi Aceh Bentuk Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Aceh
LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh membentuk Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Aceh (AP2SA) sebagai wadah penguatan pengelolaan perhutanan..
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yusmadi
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh membentuk Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Aceh (AP2SA) sebagai wadah penguatan pengelolaan perhutanan sosial di Aceh.
Deklarasi pembentukan AP2SA berlangsung di Hotel Oasis Banda Aceh, Selasa (10/3/2020).
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur mengatakan bahwa asosiasi itu terdiri atas 19 kelompok pengelola perhutanan sosial yang tersebar di 12 kabupaten/kota.
“Organisasi ini memiliki tujuan sebagai wadah perjuangan dan pertukaran gagasan antar sesama pengelola perhutanan sosial di tingkat tapak,” katanya.
Menurut M Nur, hingga saat ini anggota kelompok pengelola perhutanan sosial yang tergabung dalam AP2SA telah mengakses atau menerima izin perhutanan sosial dengan produk unggulan, mulai dari hasil hutan bukan kayu (HHBK), agroforestry, jasa lingkungan, hingga wisata alam.
• Baim Wong Potong Rambut Anaknya Kiano Jadi Mohawk, Paula Verhoeven Gak Suka Sampai Nangis
• Bupati dan Kapolres Aceh Jaya Tinjau Lokasi Kebakaran Lahan dan Hutan
• Sertu La Ongge Gugur Ditembak KKB Papua, Mengabdi 22 Tahun, Isak Tangis Sang Anak Sambut Jenazah
M Nur menambahkan bahwa program perhutanan sosial yang sudah berjalan salam ini dirasa belum cukup baik dan tidak boleh berhenti pada pemberian akses izin kelola.
“Kami melihat perlu kolaborasi dan kerjasama yang sinergis antara pengelola perhutanan sosial dengan pemerintah daerah,” katanya.
Saat ini, para pengelola perhutanan sosial masih menghadapi beberapa tantangan seperti belum maksimalnya keterlibatan pemerintah daerah dalam menunjang jalannya program perhutanan sosial (sosialisasi dan pendampingan).
Selain itu, masih terkendalanya penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan wilayah dan rencana kerja tahunan serta penataan batas area kerja, minimnya alat produksi serta sarana prasarana penunjang jalannya perhutanan sosial.
Selanjutnya, kurangnya akses dan dukungan pembiayaan terhadap pengelolaan perhutnan sosial dari dinas dan UPT terkait, dan masih minimnya kapasitas untuk pengembangan inovasi produk dan akses pasar terhadap hasil hutan dan jasa lingkungan. (*)